DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Tiga Kurator dan Kritikus Seni Rupa Ini Membahas Buku Lukisan Artificial Intelligence Karya Denny JA

image
Tiga Kurator dan Kritikus Seni Rupa Membahas Lukisan Artificial Intelligence Karya Denny JA

ORBITINDONESIA - “Buku ini unik karena ia menceritakan perjalanan batin melalui lukisan. Dan ini bukan lukisan biasa, tapi lukisan yang dibantu oleh Artificial Intelligence.”

Demikianlah Denny JA menjelaskan buku barunya berjudul: The Power of Silence, 73 Lukisan Spiritual Denny JA, dibantu Artificial Intelligence (2023). Buku ini juga berisi review tiga kurator dan pengamat seni rupa: Agus Dermawan T, Bambang Asrini Widjanarko dan Frigidanto Agung.

Di buku itu, Denny menceritakan perjumpaannya dengan dunia lukisan.

Ujar Denny, di era summer, di museum Louvre, Perancis, di tahun 2011, ia merasakan pengalaman yang berbeda. Sinerji batinnya dengan suasana saat itu, bersentuhan dengan lukisan dunia, memberikannya pengalaman religius.

Denny duduk berjam-jam di hadapan karya pelopor gerakan impresionis Perancis, Claude Monet (1840-1926). Lukisan itu serial Water Lilies, Bunga Teratai.

Di masa senjanya, Monet banyak melukis tema itu, Water Lilies. Para ahli memperkirakan, Monet membuat 250 lukisan untuk tema Water Lilies saja. Sebagian kecil dari karya asli Water Lilies itu dipajang di museum Louvre.

Ujar Denny, teratai dalam lukisan Monet itu begitu heningnya. Ia terasa ringan, tenang, diam di atas air. Seolah ia mengajak siapapun yang memandangnya untuk merasakan keheningan yang sama, yang asli.

“Dalam hati saya berkata,” ujar Denny, “alangkah senangnya jika saya bisa menumpahkan rasa hening di dalam batin saya ke dalam lukisan. Hanya dalam hitungan menit, pihak lain yang sensitif akan cepat ikut tertular merasakan keheningan yang sama melalui lukisan itu.”

Tapi dibutuhkan teknik melukis yang prima. Denny menduga setidaknya ia  perlu berlatih melukis secara intens setidaknya 10 tahun untuk sampai pada kemampuan berkarya lukis yang memadai.

Gagasan untuk mengekspresikan keheningan melalui lukisan pun Denny lupakan. “Saya terserap oleh banyak perhatian dan kegiatan lain.”

Momen itu datang lagi, sambung Denny. Sebelas tahun kemudian, di tahun 2022, dunia sudah berubah. Artificial Intelligence masuk lebih intens dalam kehidupan sehari-hari.

Denny pun berkenalan dengan begitu banyak aplikasi lukisan. Beberapa di antaranya aplikasi itu menggunakan artificial intelligence.

“Tapi ternyata, sehebat-hebatnya satu aplikasi lukisan, walau ia berisi artificial intelligence sekalipun, tetap tak bisa memuaskan apa yang saya ingin," kata Denny.

Dalam beberapa minggu di bulan Oktober-November 2022, Denny intens menggabungkan 4-5 aplikasi lukisan, agar saling melengkapi. Trial and error, kutak katik di sini dan sana, terus dilakukan.

“Untuk pengalaman saya pribadi, semata hasil dari aplikasi lukisan itu, bahkan gabungan beberapa aplikasi, tetap tak bisa memuaskan saya.”

“Harus ada goresan dari tangan saya sendiri, dengan tarikan dan getaran batin saya, dengan olahan warna ramuan saya sendiri, hanya dengan sentuhan personal seperti itu, imajinasi saya soal lukisan terpuaskan,” sambung Denny.

Namun sebelum membuat serial lukisan itu, Denny harus menjawab dan menuntaskan tiga perkara.

Pertama, bisakah ia mengklaim lukisan yang dibantu berbagai aplikasi lukisan ini sebagai karya pribadi?

Kedua, di mana beda dan diferensi lukisannya dibanding orang lain yang menggunakan aplikasi lukisan yang sama.

Ketiga, karakter apa yang ingin ia  tampilkan dalam lukisan itu?

Denny pun membuat pengantar untuk menjawab tiga hal di atas.

-000-

Bambang Asrini Widjanarko

Penulis Seni Rupa memberikan reviewnya.

Bambang mengutip tesis Walter Benjamin.  Tokoh ini menyoroti hadirnya teknologi yang mengubah sejarah lukisan.

Sebelum masuknya teknologi, lukisan benar- benar menjadi karya personal. Lalu hadirlah mesin yang bisa mencetak lukisan dan poster secara massif.

Dunia lukisan berubah dengan ditemukannya alat-alat/mesin untuk mereproduksi instrumen visual via pencetakan-pencetakan, print making, fotografi.

Kemudian proses foto-mekanik serta elektrik yang secara serius menggubah paras dan keberadaan karya seni secara filosofis sekaligus praktik penciptaannya.

Hingga di masa kini datang aplikasi artificial intelligence yang ikut diperkenalkan Denny JA di dunia lukisan. Dunia lukisan memang sudah berubah.

Agus Dermawan T mendeskripsikan beberapa karya lukisan Denny JA.

Tulis Agus, di satu lukisan, Denny menggubah pemandangan sungai yang melintas di bawah dua planet bercahaya. Sungai yang mengalir tenang ke muara itu digambarkan berbinar-binar dengan kemilau keemasan.

Di tepi sungai yang ditumbuhi pepohonan, muncul patung wajah Budha. Dengan mata terkatup dan raut yang bijak Sang Budha digambarkan bertutur : “Three things you can’t hide : the Sun, the Moon, and the Truth” (Tiga hal yang tak bisa kau sembunyikan : Matahari, Bulan, dan Kebenaran).

Tuturan Budha itu juga dihadirkan sebagai inskripsi, sekaligus judul lukisan.

Tulis Agus Dermawan T lagi, Denny menggubah lukisan-lukisannya dengan bahasa yang realis, namun dengan sentuhan suasana yang kadang surealistik, dan dengan aksen-aksen goresan dan pulasan yang beraura ekspresionistik dan impresionistik.

Sejumlah paduan gaya lukisan yang populer dalam jagat penciptaan seni lukis modern, dan telah memesona pencinta seni visual di mana-mana.

Denny yang “menemukan” perpaduan itu di berbagai museum seni lukis di dunia lewat lukisan Claude Monet, Van Gogh, Camile Pissaro dan sebagainya. Ia pun terhanyut, dan lantas mengikut.

Namun yang unik, apabila Claude Monet dan lain-lainnya itu menggubah bentuk lewat prosedur seni lukis konvensional, maka Denny melukis dengan cara yang cenderung “radikal”.

Apabila Monet yang menggunakan pinsil, kuas, pisau palet serta cat untuk menciptakan wujud, Denny menggunakan perangkat AI (Artificial Inteligence) untuk menghadirkan bentuk.

Apabila Monet dan kawan- kawannya melukis dengan tangannya, Denny mencipta dengan komputernya. Dengan perangkat canggih itu menjalankan proses penciptaannya.

Frigidanto Agung juga menuliskan reviewnya. Tulis Frigidanto,  subyek lukisan Denny JA digambarkan secara nyata dalam ruang yang apa adanya. Bawah laut dengan penyelamnya seorang diri menyelami dunia bawah dengan alat selam.

Sedangkan ruang angkasa digambarkan pesawat ulang alik yang sedang terbang di langit pencapaian tertingginya.

Warna-warna yang dipakai dalam lukisan ini mempersepsikan bagaimana kondisi yang ada dalam kenyataan alam, bawah laut dan ruang angkasa, dengan warna pastel, goresan ada disana-sini untuk menunjukan reaktansi alam dengan geraknya yang tersentuh liyan (the other).

Mengenai bahasa visual yang dimunculkan dalam lukisan ini menjadi atraktif karena pemakaian teknologi.

Percampuran lukisan dengan teknologi yang kini berkembang pesat membawa misi bahwa pengaruh satu bidang akan mempengaruhi bidang lainnya.

Teknologi telah masuk pada bidang seni, pengaruhnya luar biasa. Ditambah lagi dengan pemakaian computerized dalam mengadaptasi berbagai memori dan remote terhadap karya seni yang dibuat. Hal ini menambah nampak rumitnya karya tersebut.

Denny JA tengah mempersiapkan buku kedua soal lukisan yang dibantu artifical intelligence. Jika buku pertama berisi lukisan mengeksplor perjalanan batin, maka buku kedua lebih soal lukisan isu sosial. Misalnya rekaman mengenai drama manusia di era bencana covid-19. ***

Buku Lukisan Denny JA dan review tiga kurator itu bisa dibaca di link:

https://www.facebook.com/groups/970024043185698/permalink/2106833919504699/

(TIM CBI, Penerbit)

Berita Terkait