DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Indonesia dan BRICS: Dari Tepian ke Pusat Panggung Dunia

image
Presiden Indonesia Jokowi saat diundang ke pertemuan puncak BRICS di Afrika Selatan beberapa waktu lalu

ORBITINDONESIA.COM - BRICS, yang awalnya dianggap sebagai kelompok negara berkembang dengan potensi besar, kini berubah menjadi kekuatan ekonomi global.

Transformasi BRICS ini menunjukkan bagaimana kerja sama antarnegara bisa mendorong pertumbuhan dan stabilitas.

Keberhasilan BRICS tidak terlepas dari komitmen masing-masing anggota untuk mendukung satu sama lain. Misalnya, melalui inisiatif bank investasi infrastruktur yang menjadi alternatif bagi lembaga keuangan Barat.

Baca Juga: Timnas Indonesia Menang Lawan Turkmenistan, Erick Thohir Disanjung Suporter

Kemampuan BRICS untuk beradaptasi dengan perubahan global menjadi kunci keberlanjutannya.

BRICS, yang berawal pada tahun 2000, adalah hasil dari analisis seorang pemain saham raksasa dunia, yang menganalisis tentang 4 negara. Yaitu, fenomena negara di Asia terutama China, India, Rusia dan kemudian ditambah Brasil.

Mereka menarik dalam perspektif pertumbuhan ekonomi dan sumbangannya terhadap perdagangan internasional yang sangat signifikan. Dan itu kemudian dibicarakan oleh tingkat menteri pada Maret 2006 dan Juli pada pertemuan di Rusia.

Yaitu, ini diwujudkan dalam pertemuan para kepala negara untuk mewujudkan. Pada saat itu pula, kemudian wakil Afrika Selatan diundang menjadi BRICS.

Pada awal 2000 itu kekuatan ekonominya, yang dikatakan sedang tumbuh, itu masih kalah oleh G8 kumpulan negara-negara barat. Tapi sekarang ini sudah dilewati oleh negara BRICS.

Baca Juga: Timnas Indonesia U-23 Gilas China Taipei 9-0, Pengamat: Terbesar Sejak 22 Tahun Lalu

Konflik antara Rusia dan Ukraina adalah salah satu peristiwa geopolitik terpenting dalam dekade ini. Bagi BRICS, situasi ini menjadi ujian solidaritas.

Meskipun setiap anggota BRICS memiliki kepentingan dan agenda masing-masing, mereka tampaknya menemukan titik temu dalam mendukung Rusia.

Terbukalah sebuah fenomena baru yang tidak terduga oleh negara manapun. Yaitu, di samping ada krisis pangan dan energi, kemudian ada kristalisasi di mana negara BRICS itu membuktikan solidaritasnya.

Mereka tidak mau taat kepada ancaman Barat. Misalnya, tekanan untuk tidak membeli energi dari Rusia, itu diabaikan. BRICS relatif netral, tapi juga agak berpihak secara ekonomi terhadap Rusia.

Baca Juga: Herman Khaeron Demokrat: Akan Ada Pertemuan Megawati dan SBY

Hal ini menunjukkan bahwa geopolitik modern tidak hanya didasarkan pada aliansi ideologi, tetapi juga interaksi kepentingan ekonomi dan strategis. Keseimbangan antara keduanya memerlukan diplomasi yang cermat dan fleksibel.

Pertimbangan Indonesia

Potensi ekonomi Indonesia membuatnya sering disebut-sebut sebagai kandidat anggota baru BRICS. Namun, seperti halnya keputusan besar lainnya, bergabung dengan BRICS bukanlah tanpa pertimbangan.

Keuntungan seperti akses pasar lebih luas, kerja sama investasi, dan dukungan dalam forum internasional, tentu sangat menarik. Namun, ada risiko konflik kepentingan.

Terutama karena Indonesia memiliki hubungan dekat dengan beberapa negara, yang mungkin berseberangan dengan anggota BRICS di beberapa isu.

Baca Juga: Daftar Karakter Pemakan Buah Iblis di Manga One Piece Tapi Penggunanya Lemah dan Mudah Dikalahkan

BRICS telah tumbuh sebagai kekuatan politik dan ekonomi global yang menantang dominasi negara-negara Barat.

Ini dilihat sebagai ancaman oleh negara-negara Barat, yang sebelumnya mendominasi arena politik, ekonomi, dan militer dunia.

Saat ini, dengan Rusia yang berhasil mengakuisisi sebagian wilayah Ukraina, kemajuan militer negara tersebut semakin meningkat, diperkuat oleh hubungan erat dengan China.

Di dalam forum BRICS, negara-negara anggota berupaya melakukan konsolidasi. Tindakan ini memicu pertanyaan tentang apakah negara lain akan simpatik terhadap dinamika konflik yang terjadi.

(Oleh: Narasi Institute) ***

Berita Terkait