DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Di Masa Soeharto, Organisasi PWI dan HMI Memperoleh Teman Seiring

image
Dasman Djamaluddin, penulis, wartawan dan sejarawan.

Oleh: Dasman Djamaluddin, penulis buku biografi, wartawan dan sejarawan.

Di dalam tulisan ini, saya memakai istilah teman seiring, karena di setiap masa, atau di setiap pergantian kepemimpinan, seorang Presiden memiliki ciri-ciri khas kepemimpinannya.

Di masa Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi sekarang ini, mereka memiliki ciri khas kepemimpinan dan program kerja masing-masing.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Memang benar di masa Presiden Soeharto banyak sekali peristiwa politik yang terjadi. Ya, itu hanya dikarenakan kepemimpinannya berlangsung sangat lama dibandingkan presiden-presiden Indonesia sebelumnya, yaitu 32 tahun.

Baca Juga: Kontroversi Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Sebelumnya Presiden Soekarno dianggap memiliki karakter pemimpin yang memang dibutuhkan oleh masyarakat pada masa perjuangan.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Soekarno pun terus menjabat sebagai presiden sampai tahun 1967. Jadi berkuasa dari 1945-1967, selama 22 tahun.

Namun empat tahun sebelum lengser, Soekarno sempat dinyatakan sebagai Presiden seumur hidup. Dalam Sidang MPRS ke-II di Bandung, usulan “Presiden seumur hidup” disetujui.

Lahirlah Ketetapan MPRS nomor III/MPRS/1963 tentang pengangkatan pemimpin besar Revolusi Indonesia Soekarno sebagai Presiden RI seumur hidup. Di masa pemerintahan Soeharto, Ketetapan MPRS itu dicabut.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Baca Juga: China, Private dan Kekuatan Investasi AS

Wartawan dan HMI di Masa Soeharto

Wartawan dan HMI di masa pemerintahan Soeharto berada dalam keadaan terkungkung. Saya waktu di masa Soeharto menjadi Redaktur Pelaksana Majalah "Topik," (Kelompok Harian "Merdeka") dari 1 Juni 1985 - 1 April 1988.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Sebagai seorang penentu redaksional di majalah tersebut, saya selalu memperoleh catatan tinta merah dari pemilik Kelompok Harian "Merdeka."

Pemiliknya Burhanudin Mohamad (B.M) Diah selalu menulis catatan pakai tinta merah, menurut saya, karena Harian "Merdeka," yang lahir 1 Oktober 1945 itu, logonya berwarna merah darah.

Ia sering membuat catatan, berita ini jangan dimuat dll. Waktu itu di masa pemerintahan Soeharto, yang berkuasa dari tahun 1967-1998.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Baca Juga: BRI Liga 1: PSIS Semarang Rekrut Pengganti Ali Sesay, Salah Satunya Putra Timo Scheunemann

Berarti saya memahami benar suasana pers di masa selain di Majalah "Topik" (Grup Harian "Merdeka," juga sewaktu saya bergabung di Kelompok "Kompas," Bergabung dengan Harian "Pelita" manajemen baru, Harian "Sriwijaya Post" di Palembang hingga kembali ke Harian "Merdeka," sebagai Redaktur Luar Negeri.

Sebagai orang yang lama berkecimpung di dunia pers, saya tahu akan kelahiran Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berdiri 7 Agustus 1994.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Begitu juga sebagai Sekretaris I Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jayapura 1977-1978 dan Ketua Umum Lembaga Hukum HMI Cabang Jayapura 1978-1979 dan 1979-1980), juga Ketua Umum LHMI HMI Cabang Padang 1980-1981.

Saya paham betul adanya Pengurus HMI Diponegoro 16 Jakarta dan HMI Penyelamat Organisasi (HMI MPO).

Baca Juga: Apakah 23 Januari Cuti Bersama Hari Imlek 2023, Simak Aturannya Kata Pemerintah Berikut Ini

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

HMI MPO merupakan organisasi utama dari HMI itu sendiri dan merupakan Organisasi Mahasiswa Islam terbesar di Indonesia.

Penambahan istilah MPO ini lahir saat menjelang Kongres HMI ke-16 yang diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 24-31 Maret 1986.

HMI Diponegoro 16 Jakarta menetima azas tunggal di masa Presiden Soeharto, sementara HMI MPO menolak.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Asas tunggal Pancasila adalah kewajiban yang dibebankan oleh pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia pada tahun 1985 terhadap semua partai politik dan organisasi masyarakat untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi mereka. ***

Berita Terkait