DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kasus Denny Indrayana: Ketika Hukum Nasional Diadu Dengan Hukum Internasional, Siapa Kuat

image
Denny Indrayana dan hukum internasional.

ORBITINDONESIA.COM - Denny Indrayana akhirnya dinonaktifkan organisasi profesi yang mewadahinya sebagai advokat. Hal ini terkait aduan MK menganggap DI melakukan hoaks.

Penonaktifan dilakukan agar tidak terjadi bias bagi asosiasi yang akan segera mengadakan sidang kode etik terhadap Denny Indrayana. Dalam kelanjutannya, Denny masih berkukuh apa yang dilakukan sebagai bentuk advokasi publik yang kritis.

Oleh karena itu, Denny Indrayana siap melawan dengan menggunakan instrumen hukum nasional atau bahkan dengan aspek hukum internasional.

Baca Juga: Playlist Lagu Jazz dari Mendiang Musisi Legendaris Tony Bennett, cocok untuk Dinyanyikan Bersama Pasangan

"Kalau karena advokasi publik yang kritis tersebut saya kemudian malah dipidanakan, tentu saya akan melakukan perlawanan hukum sebaik mungkin, termasuk tidak hanya menggunakan semua instrumen hukum nasional, tetapi juga menggunakan aspek hukum internasional," ujarnya.

Saya sedikit prihatin atas apa yang diucapkan Denny, seorang profesor ahli hukum konstitusional dan juga mantan Wamenkumham. Bagaimana bisa dia tidak memahami kedudukan hukum internasional dalam perkara hukum di Indonesia (atau sebuah negara)?

Hukum internasional itu mengatur hubungan antar negara-negara, sedang hukum nasional itu mengatur hubungan antar warga negaranya. Kecuali, Denny adalah seorang warga asing yang berperkara di Indonesia.

Begitupun, WNA tetap harus tunduk kepada hukum nasional di mana dia berperkara. Sama seperti WNI berperkara di negara lain.

Baca Juga: Inilah Link Live Streaming Pertandingan Bhayangkara FC vs Persikabo 1973 di Pekan ke 4 BRI Liga 1

Lantas, mana yang memiliki kekuatan hukum lebih di antara keduanya? Mengapa Denny mengatakan ingin menggunakan hukum internasional?

Perbedaan mengenai kekuatan hukumnya, maka hukum nasional lebih memiliki kekuatan mengikat dibandingkan dengan hukum internasional yang lebih bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal.

Hukum internasional hanyalah pengakuan, bukan berarti pula harus dilaksanakan. Untuk itu, berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional.

Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara. Misal, hukum internasional melarang hukuman mati terkait dengan HAM, tapi beberapa negara (termasuk Indonesia menerapkan hukuman mati).

Baca Juga: Viral, Trailer Terbaru One Piece Live Action Netflix, dari Gold D. Roger hingga Kemunculan Villain Baru

Itu satu hal. Hal lainnya, membuatkan Daan penyebaran hoaks (berita bohong), sama sekali tidak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi (dua hal yang berbeda).

Keliru jika Denny ingin membenturkan pidana hoaksnya dengan kebebasan publik dalam berpendapat (HAM). Pemerintah melalui Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan:

"Bahwa Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tidak membatasi kebebasan masyarakat untuk berpendapat." Sedang berita tidak benar diatur dalam UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 15 yang berbunyi:

Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran. Maka dapat dikenakan pidana.

Baca Juga: Kisah WNI Mantan Korban TPPO, Tergiur Gaji Besar hingga Terjebak Bisnis Gelap Penipuan Daring

Selanjutnya, Komisioner Komnas HAM sendiri, Maneger Nasution pernah mengatakan, tindakan penyebar berita bohong atau hoaks oleh siapa pun, di media apa pun, termasuk di media sosial adalah melanggar hak konstitusional warga negara.

Utamanya hak publik untuk memperoleh informasi yang benar (rights to know). "Jadi, perbuatan tersangka penebar berita hoaks di samping sebagai tindakan pelanggaran pidana, juga pelanggaran HAM," Republika, Selasa, 29 Agustus 2017.

Sedang pegiat hak asasi manusia (HAM) Imdadun Rahmat mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan media sosial (medsos). Medsos dinilainya sebagai alat komunikasi yang sangat efektif dan punya pengaruh dan implikasi serius di tengah masyarakat.

“Penggunaan media sosial harus sangat hati-hati karena bisa berimplikasi sosial dan bisa juga berimplikasi pada hukum,” ujar Imdadun Rahmat, di Jakarta, Senin 15 Januari 2018.

Baca Juga: Reagan Alexandre dan Bianca Dwidjosewojo Raih Gelar Abang dan None Jakarta Barat 2023

"Ini harus benar-benar dihindari, bukan saja karena undang-undang kita melarang hal tersebut, tetapi norma sosial maupun norma agama juga melarang hal tersebut. Menyebarkan fitnah itu haram hukumnya.

Menyebarkan berita bohong itu juga haram hukumnya, menjelek-jelekkan orang tanpa dasar fakta yang benar itu juga haram hukumnya,” tutur Wakil Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) ini.

Sebagai pegiat HAM dirinya, Imdadun mengatakan dalam norma HAM juga telah melarang mengenai penyebaran hoaks ataupun membuat dan menggiring masalah politik ke SARA seperti tindakan memprovokasi kekerasan, mengobarkan kebencian ataupun mengobarkan perang.

Dia menjelaskan hal tersebut tertuang dalam Pasal 22 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang secara jelas melarang hal tersebut dan juga termasuk pelanggaran HAM.

Baca Juga: Denise Chariesta Minta Uang 50 Juta Buat Beli Mobil ke Uya Kuya, Ternyata Begini Reaksi Sang Presenter

Kendati bukan dikategorikan pelanggaran berat, tapi semua pelanggaran HAM adalah masalah serius.

“Karena dampaknya jika berlangsung hate speach, penyebaran provokasi, kekerasan terhadap kelompok tertentu maka akan ada korban persekusi. Oleh karena itu ujaran kebencian, penyebaran fitnah, provokasi, kekerasan, penyebaran berita bohong atau hoaks, adu domba itu dilarang dalam HAM. Itu adalah pelanggaran HAM juga,” ujarnya.

Nah, bagaimana? Ide Denny yang ingin membenturkan pidana hoaksnya dengan hukum internasional khususnya HAM bahkan sudah dipatahkan langsung oleh mereka pegiat HAM yang sumbernya juga hukum internasional.

Hoaks itu kejahatan dan bukan kebebasan menyampaikan pendapat. Posisi Denny terlihat sangat lemah karena terdapat bukti-bukti yang sangat meyakinkan bahwa Denny memang memberi informasi yang sesat kepada publik.

(Oleh: Agung Wibawanto)

Noted: Kasus Denny Indrayana tidak ada bedanya dengan Ratna Sarumpaet ya, kebohongan publik.***

Berita Terkait