DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Sosialisasi RUU KUHP: Skema Dialog Masyarakat Terbuka, Tapi Terbatas

image
Diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang bertajuk RUU KUHP Wujud Keadilan Hukum Indonesia, Senin 29 Agustus 2022.

ORBITINDONESIA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (MenkumHAM), gencar menggelar sosialisasi dan dialog publik secara masif terkait isi rancangan undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP). Dialog publik ini dilakukan secara terbuka dan terbatas.

"Saya boleh mengistilahkan dialog publik ini terbuka, tapi terbatas," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif H, dalam diskusi online bertema “RUU KUHP: Wujud Keadilan Hukum Indonesia” yang digelar Forum Merdeka Barat 9, Senin, 29 Agustus 2022.

Edward menjelaskan, dalam melakukan sosialisasi RUU KUHP, pihaknya ibarat pepatah yang mengatakan "menyelam sambil minum air." Artinya, selain melakukan sosialisasi, pihaknya juga terus menggali masukan dari masyarakat.

Baca Juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin Kena Covid-19, Tapi Tetap Bekerja Via Online

Namun, Edward menggarisbawahi, dialog publik dilakukan secara terbuka dan terbatas. Terbuka artinya menerima masukan dari manapun. Sementara terbatas, sebab pihaknya lebih fokus pada 14 isu krusial.

"Saya kira ini berjalan secara paralel, sembari pemerintah melakukan dialog publik dan sosialisasi, DPR juga melalui jalur formal sudah melakukan Rapat Dengar Pendapat, paling tidak dengan dua elemen masyarakat, yang pertama adalah Dewan Pers dan Ikatan Dokter Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua LPBH PBNU, Abu Rokhmad menyampaikan apresiasi terhadap keberadaan pasal penodaan agama.

Menurutnya, keberadaan pasal tersebut menandakan, para perumus undang-undang ini masih menganggap penting keberadaan agama, umat, dan simbol-simbolnya.

Baca Juga: Skandal Plagiarisme The Dogs Karya Penulis Australia, John Hughes

"Oleh karena itu, kalau di dalam RUU KUHP itu masih dicantumkan pasal penodaan agama, berarti pembuat undang-undang masih menganggap penting agama itu sendiri, lalu umat agamanya, kemudian simbol-simbolnya," katanya.

Abu mengatakan, negara perlu melindungi pemeluk agama, termasuk para pengikut aliran kepercayaan melalui undang-undang. Tujuannya adalah semata-mata untuk menjaga kebersamaan, kemaslahatan.

"Sebab kalau ini (pasal penodaan agama) dibiarkan begitu saja, saya kira kita hanya akan mengulang ulang saja, mengulang sejarah masa lalu. Kita sudah berkali-kali ada kejadian semacam itu."

Abu lantas menyampaikan catatan kritis terhadap implementasi dan penerapan pasal penodaan agama ini. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah unsur-unsur penodaan agamanya. Apalagi jika pasal penodaan agama ini dipadukan dengan pasal UU ITE. ***

 

Berita Terkait