DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Efek Tertangkapnya Sudrajad Dimyati, Semakin Hilangnya Tingkat Kepercayaan Publik Terhadap Institusi Peradilan

image
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (tengah) saat tiba di Gedung Merah Putih KPK 23 September 2022

ORBITINDONESIA-  Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan sembilan orang lainnya menunjukkan bahwa pembaruan di MA belum menyentuh aspek dasar, yakni aspek perubahan budaya.

Menurut Zaenur Rohman seorang Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menjelaskan pembaruan di Mahkamah Agung (MA) harus menyentuh banyak aspek mendasar.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Aspek mendasar tersebut meliputi perubahan budaya, perubahan perilaku, dan perubahan cara berpikir menyusul ditetapkannya Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara.

Baca Juga: Komisi Yudisial akan Ikut Andil Periksa Keterlibatan Hakim yang Terkait Kasus Korupsi di MA

"Harus menyentuh aspek mendasar, yaitu aspek perubahan budaya, aspek perubahan perilaku dan aspek perubahan cara berpikir," kata Zaenur.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Zaenur Rohman tidak membantah adanya pembaruan di MA, antara lain peningkatan kualitas layanan maupun sarana prasarana.

"Tetapi, ada satu kebiasaan buruk, yaitu jual beli perkara yang tampaknya belum bisa bersih dari institusi MA," ucapnya.

Baca Juga: Telah Terjadi Gempa Bumi 6,4 Magnitudo di Meulaboh Dini Hari 24 September 2022

Zaenur memaparkan kasus dugaan suap pengurusan perkara telah membuktikan bahwa OTT masih menjadi satu metode yang vital untuk memberantas korupsi sampai sekarang.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Zaenur Rohman memperhitungkan kasus seperti suap memang paling efektif menggunakan pendekatan OTT dengan metode penyadapan. 

"OTT itu biasanya hasil dari penyadapan dan OTT tidak bisa dikesampingkan dalam pemberantasan korupsi,susah bagi penegak hukum untuk menggunakan metode case building" jelasnya.

Baca Juga: Telah Terjadi Gempa Bumi 6,4 Magnitudo di Meulaboh Dini Hari 24 September 2022

Kasus tindak pidana korupsi tersebut, kata Zaenur, menjadi tugas berat yang harus dipertanggungjawabkan MA.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Risiko terbesar dari kasus ini dapat berimbas pada semakin hilangnya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.

"Efek utama pudarnya kepercayaan itu adalah masyarakat bisa menggunakan cara-cara di luar hukum dan bahkan cara-cara melawan hukum ketika menghadapi permasalahan, misalnya main hakim sendiri," kata Zaenur.

Baca Juga: Bakat Bukanlah Takdir Dari Lahir, Inilah Kata Psikolog Cara Untuk Memunculkan Minat Anak

Oleh karenanya, lanjutnya, MA harus mengambil langkah serius untuk memperbaiki institusinya.

Ia menegaskan MA harus melakukan evaluasi mendalam, menyeluruh dan harus ada perubahan besar-besaran di internal MA.

"Tidak saja melihat kasus ini sebagai kasuistik, tetapi melihat di mana terjadi kebocoran sehingga praktik suap masih saja bisa dilakukan di internal MA, padahal telah ada sedemikian banyak program pembaharuan, termasuk misalnya penerapan sistem manajemen antipenyuapan," katanya.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Baca Juga: Mom, Ingat Saat Anak Tidak mau Makan Bukan Susu Solusinya

Sebelumnya pada Jumat 23 September 2022, KPK telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di MA, salah satunya Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai penerima suap.

Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, menjelaskan dari pengumpulan berbagai informasi serta bahan keterangan terkait dugaan korupsi tersebut, KPK kemudian menyelidiki dan menemukan adanya bukti permulaan yang cukup.***

Berita Terkait