DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Azmi Abubakar: Diskriminasi Terhadap Tionghoa Berasal dari Informasi Sesat Warisan Orde Baru

image
Azmi Abubakar tentang diskriminasi pada warga Tionghoa.

ORBITINDONESIA - Diskriminasi oleh masyarakat terhadap warga Tionghoa berasal dari ketidaktahuan. Informasi yang tersedia sangat minim, dan informasi yang sudah minim itu sesat pula. Hal itu dinyatakan oleh Azmi Abubakar, Pendiri Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.

Azmi Abubakar menyatakan itu dalam Webinar di Jakarta, Kamis malam, 25 Januari 2023.  Webinar itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi Satupena itu dipandu oleh Anick HT dan Amelia Fitriani.

Azmi Abubakar menuturkan, informasi tentang Tionghoa yang minim dan sesat itu terjadi di era rezim Orde Baru. Sehingga ketika terjadi krisis moneter dan ekonomi menjelang reformasi 1998, warga Tionghoa yang dituduh sebagai penyebab dan disalahkan.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: EG dan DEG Ancam Kesehatan Anak, PDUI Minta Masyarakat Bijak Pilih Kemasan Pangan yang Aman

Azmi menjelaskan, kerusuhan rasial terhadap warga Tionghoa yang terjadi pada 13-14 Mei 1998 menjadi salah satu pendorong bagi dirinya, untuk merintis berdirinya Museum Pustaka Peranakan Tionghoa.

Azmi menyesalkan, serangan rasial terhadap warga Tionghoa pada 13-14 Mei itu seharusnya tak perlu terjadi, jika masyarakat memiliki informasi yang benar tentang peran dan kontribusi warga Tionghoa pada Indonesia.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Hal kedua yang mendorong langkah Azmi adalah bencana tsunami yang pernah menimpa Aceh dan menewaskan sekitar 200.000 orang.

“Masyarakat Tionghoa membantu korban tsunami Aceh dan selama bertahun-tahun mendampingi pemulihan Aceh,” ujar pria asal Aceh ini.

Baca Juga: BRI Liga 1: Borneo FC Datangkan Gelandang Arema FC

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Azmi berpendapat, obat mengatasi diskriminasi itu adalah lewat pemberian informasi yang benar. “Diskriminasi terjadi karena informasi yang terbatas, bahkan sesat pula,” tegasnya.

Oleh karena itulah, Museum Pustaka Peranakan Tionghoa berfokus pada pengumpulan dan penyebaran informasi yang benar tentang warga Tionghoa.

“Sejak mendirikan museum ini, saya menolak bantuan dari siapapun. Orang Tionghoa tidak boleh membantu. Pemerintah juga tidak boleh bantu. Anggaran untuk karyawan dan tempat ini dari kocek saya sendiri,” lanjut Azmi, yang punya bisnis konstruksi.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Azmi memberi contoh informasi yang tak banyak diketahui orang. Yaitu, warga Tionghoa pernah menjadi para pemain utama sepak bola di Indonesia.

Baca Juga: Ini Daftar Pemain Film Mangkujiwo 2 Sekaligus Perannya, Ada Sujiwo Tejo yang Telah Meninggal Dunia

Empat pemain paling top adalah warga Tionghoa.  Jadi, bukan cuma di cabang bulu tangkis. Ini sebelum era Orde Baru.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Di era diskriminasi oleh Orde Baru, warga Tionghoa membatasi diri di olahraga yang mengandalkan individualitas, bukan kerja sama tim seperti sepakbola. Karena mereka takut selalu disalahkan. ***

 

 

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

 

Berita Terkait