DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Saiful Mujani: Tanpa Koalisi, Capres Cawapres Kader PDIP Bisa Kalah

image
Saiful Mujani yang memimpin SMRC.

 

ORBITINDONESIA - Tanpa koalisi, kader PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) kemungkinan besar bisa kalah dalam pemilihan presiden. Demikian hasil studi yang dilakukan ilmuwan politik, Prof. Saiful Mujani.

Hal itu disampaikan dalam program Bedah Politik Bersama Saiful Mujani episode “Peluang Capres PDIP tanpa Koalisi” yang tayang melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 9 Februari 2023.

Baca Juga: Liga Inggris: Sheffield United Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi

Saiful Mujani menyatakan, satu-satunya partai yang bisa maju dalam pemilihan presiden tanpa koalisi adalah PDIP.

Baca Juga: Masyarakat Perlu Tahu, Kemasan Galon PET yang Sekali Pakai Juga Ada Risiko Paparan EG dan DEG

Di antara nama yang banyak disebut yang bisa maju sebagai calon presiden atau wakil presiden dari PDIP adalah Puan Maharani sebagai elite PDIP dan Ganjar Pranowo sebagai kader PDIP, yang menurut berbagai survei elekstabilitasnya cukup meyakinkan dibanding tokoh-tokoh lain secara nasional untuk pilpres.

Baca Juga: Liga 1: Persib Bandung Pastikan Masuk ke Championship Series

Dalam studi ini, dilakukan simulasi dengan asumsi ada empat pasangan dalam pemilihan presiden. Pertama adalah Prabowo Subianto sudah banyak didiskusikan. Ada upaya Gerindra berkoalisi dengan PKB untuk mengusung pasangan Prabowo dengan Muhaimin Iskandar.

Kedua, Anies Baswedan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ketiga, Ganjar berpasangan dengan Puan.

Keempat, Airlangga Hartarto akan mencari calon, misalnya Erick Thohir sebagai orang yang juga melakukan sosialisasi untuk calon presiden maupun calon wakil presiden.

Baca Juga: Megawati Sampaikan Surat Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan ke Mahkamah Konstitusi: Semoga MK Bukan Ketok Palu Godam

Baca Juga: HEBOH, Ada Artis Cowok Terkenal Pakai Jasa Lendir Paula Transgender, Nikita Mirzani Pegang Namanya

Dalam simulasi empat pasangan di atas, survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Desember 2022 menemukan pasangan Ganjar-Puan berada di urutan ketiga dengan perolehan suara 21,6 persen.

Suara pasangan ini berada di bawah Prabowo-Muhaimin 29,7 persen dan Anies-AHY 28,8 persen. Sementara pasangan Airlangga-Erick 4,9 persen dan yang belum menjawab 15 persen.

Baca Juga: Presiden Jokowi Menikmati Libur Idulfitri Bersama Cucunya di Objek Wisata Satwa Deli Serdang

Saiful menjelaskan, umumnya Ganjar cukup kompetitif jika dipasangkan dengan calon selain Puan. Tapi, ketika dipasangkan dengan Puan, posisi Ganjar di bawah dua nama yang selama ini kompetitif dengan dia, yaitu Prabowo dan Anies.

Selisih antara pasangan Prabowo-Muhaimin dan Anies-AHY dengan Ganjar-Puan itu cukup signifikan. Karena itu, Saiful menyatakan bahwa kalau ini yang terjadi, maka yang masuk ke putaran kedua adalah Anies dan Prabowo. PDIP ditinggalkan bahkan ketika Ganjar ditaruh di nomor satu.

Baca Juga: Bangga! RSCM Masuk Sebagai Salah Satu Rumah Sakit Terbaik Di Dunia Versi Brand Finance

Baca Juga: Todung Mulya Lubis: TPN Ganjar-Mahfud Minta Mahkamah Konstitusi Hadirkan Kapolri Dalam Sidang PHPU Pilpres

Pendiri SMRC tersebut melanjutkan bahwa kalau PDIP tidak berkoalisi dengan partai lain dan tidak mengajak tokoh lain, PDIP akan tersingkir, walaupun Ganjar diposisikan sebagai calon presiden.

Bagaimana kalau yang nomor satunya Puan dan Ganjar jadi wakilnya dan lawannya sama?  Hasilnya Prabowo-Muhaimin mendapatkan suara 35,4 persen, Anies-AHY 31,2 persen, Puan-Ganjar 9,8 persen, Airlangga-Erick 6 persen, dan masih ada 17,7 persen yang belum menjawab.

Dalam simulasi di mana Puan menjadi calon presiden berpasangan dengan Ganjar sebagai calon wakil presiden, selisih dengan pasangan Prabowo-Muhaimin dan Anies-AHY semakin menjauh.

Baca Juga: Sidang Komite Disiplin PSSI: Persita Tangerang, Persebaya Surabaya, PSS Sleman Didenda Seratusan Juta

“(Jika formulasinya Puan-Ganjar), yang masuk putaran kedua adalah Prabowo dan Anies,” tegas Saiful.

Baca Juga: Investor Qatar Siapkan Tawaran untuk Akuisisi Manchester United, Nilainya Fantastis

Karena itu, lanjut Saiful, bagi PDIP, berkoalisi dengan partai lain adalah sebuah kebutuhan politik yang tak bisa dihindarkan.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Pemilih, menurut dia, kenyataannya lebih melihat koalisi antar-partai memiliki nilai yang penting. Koalisi bisa dibangun dengan tokoh siapa pun atau dengan partai mana pun.

“Kalau sama-sama kader dari partai yang sama itu kemungkinan akan ditinggalkan oleh pemilih dan menjadi tidak kompetitif dalam pilpres,” kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut.

Baca Juga: Kronologi Lagu Rasa Sayange yang sedang Viral Via Twitter Sempat Diklaim Malaysia

Baca Juga: DKI Jakarta Temukan Ratusan Penerima Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul tidak Sesuai Data

Saiful menambahkan bahwa jika PDIP mengusung kader sendiri tanpa berkoalisi, maka kemungkinan besar suara dukungan untuk Capres-cawapres mereka hanya datang dari kader atau pendukung PDIP.

Sementara, di dalam pelbagai survei, suara PDIP hanya sekitar 20an persen. Dukungan 20 persen ini, tidak mungkin mengantarkan calon lolos ke putaran kedua.

“Pesan dari pemilih secara umum adalah bahwa PDIP tidak bisa sendiri untuk memenangkan pilpres. Pengalaman selama ini memang demikian, harus dengan cara koalisi,” pungkasnya.***

Baca Juga: Hasil Rapat Rekapitulasi, KPU RI Sahkan Prabowo-Gibran Unggul di Kalimantan Barat

 

Berita Terkait