DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kisah Wanita yang di-PHK dan Selalu Butuh Uang

image
Foto Ilustrasi wanita yang di-PHK dan butuh uang.

ORBITINDONESIA.COM - Saya buka log harian saya. Ada cerita yang menarik untuk saya share.
 
Jam 8 malam. Tanggal 20 november 2010. Keluar dari cafe bilangan Jakarta selatan,“ Pak, saya barusan dipecat dari tempat kerja,” kata wanita. Itu saya kenal dia adalah waitress cafe yang biasa saya kunjungi. Dia menanti saya di luar cafe, pinggir jalan.
 
“Kenapa?"
 
 
“Saya salah. Jatuhkan menu yang siap diantar ke tamu. Memang saya sedang bingung. Ibu saya sakit. Tidak ada ongkos untuk pulang. Apalagi bantu ibu biayai berobatnya,” katanya.
 
Dia menitikkan air mata. Walau saya kenal tapi saya tidak pernah bicara dengan dia selama ini. Sudah kebiasaan saya selalu beri tip dari setiap bill saya.
 
Ya saya beri dia uang Rp 1 juta. “Ini cukup untuk ongkos kamu pulang kampung,” kata saya, tanpa tanya di mana kampungnya.”
 
Saya janji akan kembalikan uang bapak” katanya. Dia minta nomor hape tapi saya tidak mau berikan. “Lupakan saja,” kata saya berharap dia tidak dibebani.
 
Jam 12 siang di jalan. Tanggal 1 Desember 2010. Bertemu lagi dengan waitress itu di pinggir jalan depan cafe.
 
 
“Pak, maaf. Saya belum bisa bayar utang. Ibu saya semakin parah,“ katanya dengan bingung. “Saya mau cari kerjaan, tapi khawatir ibu saya tidak ada yang bantuin di rumah.“
 
Dia berlinang air mata. Saya tatap lama dia. “Ini uang untuk ibu kamu,” kata saya memberi uang Rp 1 juta lagi. Saat itu juga saya merasa pencundang. Saya kena drama. Itu paranoia saya.
 
Tapi entah mengapa saya terpancing untuk bertaruh soal paranoia itu. Apakah saya benar atau salah. Saya siapkan budget untuk wanita ini USD 10.000. Kalau habis budget dan dia terus datangi saya, saya akan tolak dan lupakan. Cukup.
 
2011. Bulan Mei. Selama rentang waktu 6 bulan. Dia selalu datang ke saya dengan beragam alasan. Ya seperti drama Korea bersambung terus. Dan karena itu saya keluar uang lagi dan lagi.
 
 
Tapi belum habis USD 10.000 budget, dia tidak lagi datang bertemu saya. Benar benar hilang begitu saja. Artinya saya tidak bisa buat kesimpulan dia berdrama atau tidak. Karena selama 6 bulan setiap keluhan dia, selalu saya keluar uang. Tanpa bertanya.
 
Tahun 2012, bulan Oktober tanggal 11. Saya bermimpi bertemu dia. Dia sentuh kepala saya dengan tersenyum. Saya terjaga.
 
Saat itu saya sudah divonis oleh dokter kena penyakit peradangan otak tengah. Harus dioperasi. Sudah dijadwalkan sebulan lagi saya operasi di Shanghai.
 
Seusai sholat subuh, tangan saya sebelah kiri tidak lagi bergetar. Saya terkejut. Saya terbang ke Singapore hari itu juga. Hasil tes, ternyata peradangan otak saya sudah tidak ada lagi. Saya kembali normal seperti tidak pernah ada penyakit.
 
Tahun 2012 jam 8 malam, 12 Desember. Saya keluar dari cafe favorit saya. Saya terkejut oleh teguran dari seorang wanita. Ternyata dia sudah ada di depan saya.
 
 
“Ibu saya sudah sembuh. Saya barusan dapat kerja sebagai CS. Saya janji akan nabung bayar utang saya,” katanya. Pakaiannya sederhana.
 
Saya beri dia uang. Tapi dia menolak. “Maafkan saya pak. Maaf. Terimakasih. Saya hanya ingin ketemu bapak untuk kasih tahu saya janji akan bayar utang,“ katanya. Menyerahkan kertas berisi nama dan alamatnya.
 
Saya perintahkan Yuni temui wanita itu dan rekrut sebagai karyawan. Kini dia sudah jadi direktur anak perusahaan GI di Medan. Dia pimpin unit business Tableware. ***

Berita Terkait