DECEMBER 9, 2022
Nasional

Ketua Umum GMNI Imanuel Cahyadi: Hasto Kristiyanto Sebaiknya Tidak Berpolemik Soal Alutsista

image
Ilustrasi - Sejumlah pelajar penyandang disabilitas bersama pendamping mereka melihat pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dan T-50i Golden Eagle saat mengunjungi Lanud Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, Minggu (17/12/2023). Hasto Kristiyanto menanggapi ucapan capres Prabowo soal alutsista bekas.ANTARA FOTO/Siswowidodo/Spt.

ORBITINDONESIA.COM - Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Imanuel Cahyadi mengingatkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto untuk tidak berpolemik soal alat utama sistem senjata (alutsista).

"Sayang sekali Mas Hasto Kristiyanto sebagai doktor lulusan Universitas Pertahanan (Unhan) menarik persoalan alutsista ini ke hal-hal yang tidak esensial, bekas atau baru salah satunya," kata Imanuel Cahyadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 14 Januari 2024.

Imanuel Cahyadi menanggapi pernyataan Hasto Kristiyanto, yang meminta Calon Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengoreksi pernyataan soal alutsista pada masa pemerintahan Soekarno dalam pembebasan Irian Barat.

Baca Juga: Surya Paloh Sebut Belum Ada Tawaran Kursi Menteri untuk NasDem Setelah Gabung Koalisi Pemerintah

Menurut Imanuel, topik tentang alutsista adalah tentang kegunaan. Berbicara tentang alutsista adalah soal deterrence (pencegahan). Baru atau bekas, selama memiliki efek deterrent, tentu sah-sah saja digunakan.

Apalagi, kata dia, Prabowo sebagai Menteri Pertahanan tentu sangat paham mengenai usia pakai alutsista yang digunakan oleh pasukannya.

"Saya menyayangkan komentar Mas Hasto yang justru mengurangi esensi deterrent dari alutsista Indonesia yang dibangun hingga saat ini," ujarnya.

Baca Juga: Anthony Leong: PKS akan Ikuti Nasdem Bergabung dengan Pemerintahan Prabowo

Pada zaman Bung Karno, menurut Imanuel, tidak pernah ada debat alutsista bekas atau baru, karena Bung Karno paham bangsa Indonesia juga butuh deterrence sebagai strategi militer dalam mempertahankan Irian Barat pada saat itu.

"Maka, yang ditonjolkan adalah kuantitas dan kualitasnya. Pada tahun 1960-an, sudah memiliki puluhan Mig-17 (bekas), Mig-19, Mig-21, Tu-16 made in Soviet. Belum termasuk yang diterima angkatan laut dan darat," katanya.

Selain itu, narasi tentang alutsista Indonesia harusnya berbicara tentang substansi pertahanan dan deterrence-nya. Bung Karno saat mempertahankan Irian Barat menggunakan perpaduan alutsista baru dan bekas untuk mempertahankan kedaulatan NKRI.

Baca Juga: Muhaimin Iskandar: PKB Siap Mendukung Pemerintahan Prabowo-Gibran 2024-2029

Imanuel berpendapat, isu terkait dengan pengadaan alutsista Indonesia harus dalam keadaan baru (bukan bekas) belum memiliki urgensi yang mendesak dalam strategi pertahanan Indonesia.

Dalam hal pertahanan negara, kata Imanuel, untuk menjaga kedaulatan wilayah dengan lanskap kepulauan seperti Indonesia, justru membutuhkan banyak sekali alutsista, khususnya wilayah air dan udara.

"Untuk memenuhi hal tersebut, patut menjadi pertanyaan apakah dimungkinkan dengan postur anggaran saat ini? Belum lagi soal kendala teknis dan skala prioritas dalam penggunaan anggaran kita," katanya.***

Sumber: Antara

Berita Terkait