DECEMBER 9, 2022
Kolom

Dr Abdul Aziz: Buya Syakur dan Reformasi Mazhab

image
Dr. Abdul Aziz. M.Ag (foto: koleksi pribadi)

Oleh: Dr. Abdul Aziz, M.Ag., Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said, Surakarta

ORBITINDONESIA.COM - Inna lilahi wa inna ilaihi raji'un. KH. Syakur Yasin, M.A.,  ulama yang mencerahkan telah meninggalkan kita semua. Rabu, 17 Januari 2024) di Cirebon.

Buya Syakur, panggilan akrab ulama kharismatik ini, wafat dalam usia 75 tahun di RS Mitra Keluarga, Plumbon, Cirebon.

Baca Juga: Syaefudin Simon: Buya Syafii dalam Kahar Muzakir dan Kahar Muzakar

Kepergian Buya meninggalkan legacy yang sangat berharga kepada bangsa Indonesia. Yaitu: studi Islam komprehensif yang  membuka mata umat.

Dalam ceramah dan pengajiannya yang ditayangkankan kanal YouTube TV Wamimma, Buya Syakur membuka kesadaran umat  untuk mempertanyakan kembali Keislamannya. Betulkah Islam yang kini kita jalani sudah sesuai dengan ajaran Rasul Muhammad?

Pertanyaan Buya Syakur ini cukup menghentak. Sebabnya, Buya  Syakur melihat Islam sebagai agama yang dinamis, yang mengikuti zaman. Bukan agama dogma yang berhenti di "tikungan tertentu" sehingga ketinggalan "kereta zaman" yang terus berubah.

Baca Juga: DR HM Amir Uskara: Buya Syafii dan Mbah Moen

Islam, kata Buya Syakur, telah ditelikung fikih, sehingga banyak persoalan umat dalam menghadapi dunia modern ujungnya terjerembab pada kaidah-kaidah irasional yang bersumber dari dogma-dogma kultural Arabiyah.

Secara khusus, Buya Syakur mempersoalkan "pemazhaban" fikih yang kini membelenggu umat Islam. Buya Syakur mempertanyakan apa itu Ahlus Sunah Wal Jamaah? 

Benarkah hanya pengikut Ahlus Sunnah waljamaah yang berhak masuk sorga? Lucunya, belakangan mitologi Ahlus Sunnah itu, makin kuat, karena ada campur tangan politik di beberapa negara "Islam". 

Baca Juga: Perkumpulan Penulis Satupena Akan Diskusikan Pemikiran Islam Cak Nur, Gus Dur, dan Buya Syafii

Sedemikian besarkah pengaruh Ahlu Sunnah Waljamaah dalam masyarakat Islam sehingga hukum-hukum kehidupan modern diframing dalam empat Mazhab -- Maliki, Syafii, Hanafi, dan Hambali?

Dalam salah satu ceramah di kanal YouTube Wamimma TV, Buya mengkritik pengelompokan mazhab empat tersebut. Kenapa mazhab bisa jadi pedoman hukum sebuah negara padahal ia hanya pendapat pribadi? 

Buya menjelaskan apa yang disebut Mazhab Syafi'i adalah kumpulan pendapat hukum atau fikih yang bersumber dari ijtihad Imam Syafi'i.

Baca Juga: Buya Syakur, Ulama NU Berpikiran Progresif, Meninggal Dunia hari Rabu Dinihari

Pendapat hukum Imam Syafi'i ini kemudian disakralkan oleh murid-muridnya, kemudian secara getok tular dinisbahkan sebagai mazhab. 

Tragisnya, tak sedikit negara Islam yang menjadikan pendapat hukum Imam Syafi'i ini menjadi mazhab penguasa. Hal yang hampir sama, terjadi pada pendapat hukum Imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad bin Hambal.

Seperti halnya pendapat hukum Imam Syafi'i, ketiga pendapat hukum ketiga imam tersebut, kemudian disakralkan oleh para murid dan pengikutnya, hingga ujungnya menjadi mazhab.

Jadi, yang disebut Mazhab dalam fikih Islam di atas sebetulnya adalah kumpulan pendapat hukum masing-masing  imam secara pribadi.

Buya Syakur menekankan diksi "pendapat pribadi" untuk mengkritik bagaimana musykilnya pendapat pribadi dijadikan sebuah mazhab dari suatu negara yang penduduknya mengikuti berbagai fatwa ulama dan mursyid di wilayah terkait.

Ada negara Islam, kata Buya Syakur, penduduknya terlibat perang saudara karena perbedaan mazhab. Ini sangat tragis, ujarnya. Terkadang perang antar mazhab ini lebih berdarah ketimbang perang antar agama. 

Di pihak lain,  mazhab yang sebetulnya pendapat pribadi dijadikan "instrumen" menyusun kekuatan politik tertentu. Bayangkan, misalnya, mayoritas umat Islam di Asia Tenggara, terutama di Indonesia,  mengikuti Mazhab Syafi'i.

Lalu, apa yang terjadi pada para pengikut Mazhab non-Syafi'i? Kritik Buya Syakur.

Para pengikut Mazhab Syiah, misalnya, mengalami nasib buruk; dipersekusi dan bahkan diusir dari kampung halamannya di Madura. Ini hanya karena perbedaan mazhab belaka. Sungguh memprihatinkan.

Menurut Buya  Syakur, di Timur Tengah, banyak konflik dan peperangan antar mazhab yang sangat keras. Contoh paling kongkrit adalah "perang" antara Arab Saudi dan Iran.

Arab Saudi mengaku bermazhab ahlus sunnah (untuk mencari simpati negara-negara Islam lain yang mayoritas bermazhab Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan  Hambali -- padahal ia Wahabi) untuk mengecam Iran yang bermazhab Syi'ah. Perseteruan Sunni Syiah ini kini melebar ke mana-mana, dari Yaman, Pakistan, Afganistan sampai Indonesia.

Dari perspektif itulah Buya Syakur mengajak kita umat Islam untuk mereformasi kemazhaban. Reformasi ini, menurut pendapat penulis, harus komprehensif.

Tidak hanya meliputi persoalan fikih,  tapi juga organisasi dan kelembagaan fikih yang integratif dari semua pendapat ulama. 

Dalam hal ini,  semua pendapat mazhab harus melebur dalam sebuah lembaga fikih Islam yang bersifat internasional. Bila ini bisa dilakukan, niscaya pertentangan fikih antarmazhab bisa diselesaikan. Semoga! ***

Sumber: Abdul Aziz

Berita Terkait