DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Erizeli Bandaro Membahas Pernyataan Mahfud MD dan Komaruddin Simanjuntak

image
Menko Polhukam Moh Mahfud MD menilai bahwa jika proses ajuan banding Ferdy Sambo ditolak maka proses pemecatannya bisa cepat

ORBITINDONESIA - Tidak perlu sekolah tinggi untuk tahu bahwa masalah FS ini tidak sederhana. Mengapa? Mahfud MD itu menteri di kabinet pemerintahan Jokowi. Dia orang kepercayaan Jokowi. Tapi perhatikanlah.

Sebagai Menko Polhukam, Mahfud MD tidak leluasa menggunakan instrument kekuasannya terhadap Polri. Dia terpaksa gunakan kekuatan Media massa untuk memaksa Polri mau terbuka. Mudah? Engga juga. Bahkan Presiden RI yang dipilih langsung oleh rakyat, butuh empat kali ngomong baru didengar dan dilaksanakan.

Itupun setelah semua rakyat bersuara keras lewat media massa. Saya rasa hanya Jokowi Presiden di dunia ini yang diperlakukan begitu oleh aparatnya. Anda perhatikan. Mengapa di DPR pak Mahfud MD tidak bicara banyak.

Baca Juga: I Wayan Wiasa: Meski Ada Perang di Ukraina, Turis Rusia dan Ukraina Masih Datang ke Bali

Hanya bicara apa yang sudah dia sampaikan kepada Media massa. Itupun tidak sulit untuk mengetahui alasanya. Apa pasal? Karena dalam konteks kasus ini, Mahfud tidak begitu percaya kepada Anggota DPR.

Kalau DPR minta agar pak Mahfud membuka apa saja yang belum disampaikan kepada media massa. Itu bisa saja jebakan pasal kebohongan publik.

Jelas saja pak Mahfud tidak mau. Karena informasi yang dia terima itu sebagian besar informasi intelijen, yang tidak mungkin bisa divalidasi.

Apa yang dilakukan oleh Pak Mahfud, itu disebut dengan Politik Hukum. Dia mengkontruksi hukum melalui teater panggung politik. Itu cara terindah dalam sistem demokrasi untuk melakukan perubahan terhadap sistem yang sudah terlanjur brengsek.

Baca Juga: Orang yang Betul Berilmu Justru Merasa Bodoh Karena Menyadari Begitu Luasnya Ilmu Allah

Kekuasaan dibenturkan dengan kekuatan ke empat yaitu media massa. Dari proses ini dia bisa mendorong terjadinya perubahan dan menjebol lingkaran konpirasi atas obstruction of justice yang melibatkan 97 perwira polisi. Itu engga mudah loh.

"Anda bayangkan. Seorang Mahfud yang jelas Menko Polhukam masih menggunakan Politik Hukum untuk mendapatkan kebenaran sebagaimana perintah Presiden. Nah apalagi seorang Komaruddin Simanjuntak.

Dia hanya lawyer keluarga Josua. Dia tahu yang dia hadapi tidak sederhana. Lawannya berat. Engga percaya? Seorang FS yang sudah mengaku membunuh, masih berani banding atas pemecatan tidak hormatnya.

Apa artinya? Bahwa di belakang dia ada kekuatan besar dan dia mungkin sangat yakin kekuasaan itu lebih besar dari kekuasaan Presiden RI," kata teman.

Baca Juga: Akaha Taufan Aminudin: Dalam Lipatan Perut Yogyakarta

"Mengapa Komaruddin bicara melebar kemana mana. Soal Taspen lah. Soal dana Pemilu lah. Soal Judi dan lainnya. Mengapa?" tanya saya

“Itu dia bicara tentang contoh kasus yang pernah dia hadapi dan informasi yang bisa dia pertanggung jawabkan kebenarannya. Narasi itu hanya ingin meyakinkan kepada publik bahwa tidak mudah mendapatkan kebenaran di republik ini. Apalagi keadilan.

Kemanapun melapor, akan tabrak tembok tebal. Dan lagi dia tidak bicara kalau tidak ditanya wartawan. Ya itu dia sampaikan sekedar memperkuat argumen bahwa hukum itu sedang dipermainkan,” Kata teman.

Tampa dukungan rakyat luas lewat media massa, tidak mungkin perintah Jokowi bisa dilaksanakan dengan baik. Bisa saja keputusan pengadilan justru meringankan FS dan lainnya. Dan ini akan jadi bad legacy bagi Jokowi.

Baca Juga: Jusuf Mahdi: Bangkit Lebih Kuat, Bukan Hanya Slogan Tanpa Makna

Akan sulit mendapatkan simpati rakyat bila Jokowi mengendorse calon Presiden. Dan saya percaya bahwa apa yang terjadi dalam kasus FS dan POLRI sebenarnya Jokowi sedang melakukan perang mental.

Benar benar perang mental. Tembakannya kemana mana. Dan sekarang semua elite politik deaduck. Tiarap. Berusaha cari selamat.

Maka saat itulah jalan Jokowi melakukan perubahan politik. Setidaknya dia bisa jadi kingmaker secara tidak langsung dan rakyat mendukungnya.

(Oleh: Erizeli Bandaro, beredar di media sosial)

Berita Terkait