DECEMBER 9, 2022
Kesehatan

KPCDI Kecam Kelangkaan Obat Pasien BPJS Kesehatan Pasca-Transplantasi Ginjal di RSCM

image
Aksi KPCDI melakukan protes (Foto: KPCDI)

ORBITINDONESIA.COM - Pasien pasca-transplantasi ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sedang berharap-harap cemas. Sebabnya, sudah beberapa bulan terjadi kelangkaan distribusi obat dari pihak rumah sakit kepada pasien yang berdampak pada potensi rusaknya ginjal baru.

Salah seorang pasien di RSCM, Achwan (50 tahun) menjelaskan, kelangkaan obat ini sudah beberapa bulan terjadi di mana pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan selalu terlambat mendapatkan obat. Bukannya membaik, pada April 2024, pasien sama sekali tidak mendapatkan obat.

“Bulan ini saya belum ada kabar sama sekali dari farmasi Kanigara RSCM untuk mengambil obat,” kata Achwan di Jakarta, Jumat, 26 April 2024.

Baca Juga: Lemon Baik untuk Mengobati Penyakit Batu Ginjal

Berdasarkan hasil penelusuran Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), obat yang rutin kosong adalah jenis Sandimmun, Certican, dan Myfortic. Obat tersebut merupakan obat utama bagi pasien transplantasi organ—yang jika tidak dikonsumsi maka risiko terbesarnya adalah ginjal donor akan mengalami rijeksi atau penolakan.

Oleh karenanya, untuk mengatasi persoalan tersebut, kini para pasien mencari jalan ke luar masing-masing. Alih-alih tidak mengkonsumsi obat, para pasien di RSCM saling mencari pinjaman obat kepada sesama pasien pasca-transplantasi.

“Saya harus pinjam ke rekan sesama pasien transplan maupun beli dengan biaya cukup mahal sehingga sangat memberatkan saya. Saya berharap kelangkaan obat segera diatasi agar pasien tidak mengalami kecemasan secara psikologis,” ujarnya.

Baca Juga: Mengonsumsi Kubis Bagus untuk Kesehatan Ginjal

Senada, Salsa (27 tahun), mengatakan kini banyak pasien yang enggan meminjamkan obatnya karena stok untuk diri sendiri pun kian menipis dan takut obat selanjutnya tidak diberikan. Untuk mengakalinya, ia berusaha membeli obat secara mandiri dengan pengurangan dosis agar harganya lebih murah.

“Saya belum pernah stop minum obat, nggak berani karena ini obat imunosupresan untuk mempertahankan ginjal baru kita nggak diserang sama imun tubuh. Jadi jelas kalau nggak minum obat ini ginjal baru akan diserang dan fungsi ginjal baru pun turun,” jelas Salsa.

Ketua Umum KPCDI Tony Richard Samosir mengecam keras situasi berkelanjutan kelangkaan obat yang terjadi di RSCM yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, yang dapat menimbulkan ancaman serius terhadap pasien transplantasi dan berpotensi merusak kualitas hidup yang mereka harapkan pasca operasi.

Baca Juga: Hari Ginjal Sedunia 2024, KPCDI Tuntut Optimalisasi Layanan Dialisis di Indonesia

“Untuk itu, kami mendesak Komisi IX DPR RI untuk secara proaktif memanggil Direktur Utama RSCM dan Menteri Kesehatan untuk menanggapi isu kritis obat ini dalam RDPU serta rapat kerja. Kami juga akan melaporkan persoalan ini secara paralel kepada Ombudsman” kata Tony.

Ketiadaan obat imunosupresan bagi pasien transplantasi organ merupakan kondisi kritis yang dapat mengancam jiwa bagi pasien. Penundaan dosis obat bisa langsung berujung pada penolakan organ yang fatal. Kami menduga adanya kelalaian berlarut dari RSCM yang mempertaruhkan nyawa pasien tanpa solusi konkret.

KPCDI telah menghubungi Kementerian Kesehatan, Direktur Utama RSCM dan BPJS Kesehatan melalui pesan singkat untuk mendesak penyelesaian masalah kelangkaan obat ini. Namun hingga saat ini belum ada kabar baik dari pihak terkait.

Baca Juga: Dokter Surya Ulhaq: Penderita Ginjal Disarankan Konsultasi Sebelum Minum Obat Antimabuk Ketika Mudik

Lebih lanjut, KPCDI menuntut bahwa tidak ada lagi pembiaran kelangkaan obat untuk peserta BPJS Kesehatan karena kelalaian ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi pasien dan mempertaruhkan nyawa mereka. Tidak adanya obat ini adalah situasi yang tak dapat diterima dan harus segera diatasi untuk melindungi pasien.

Hal ini sejalan dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di mana mengamanatkan setiap orang berhak atas kesehatan yang setinggi-tingginya, hidup sejahtera, lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu. ***

Berita Terkait