DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Alimatul Qibtiyah: Pemakaian Jilbab Menguat Lewat Gerakan Hijrah yang Berciri Eksklusif dan Kearab araban

image
Alimatul Qibtiyah tentang hijab dan gerakan Hijrah

ORBITINDONESIA – Pemakaian hijab atau jilbab di Indonesia saat ini semakin menguat dengan adanya gerakan “hijrah.” Gerakan ini cenderung mempunyai penafsiran tunggal, terbiasa dengan cara berpikir hitam putih, eksklusif, tekstual dan kearab-araban. Hal itu diungkapkan Alimatul Qibtiyah.

Alimatul Qibtiyah adalah Komisioner Komnas Perempuan. Ia bicara dalam Webinar di Jakarta, dan siaran persnya disampaikan ke media pada Jumat malam, 16 September 2022. Webinar itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.

Diskusi yang menghadirkan Alimatul Qibtiyah sebagai narasumber itu membahas topik “Youtuber dan Upaya Merawat Ruang Publik.” Pemandu diskusi adalah Anick HT dan Amelia Fitriani.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Karim Benzema Dikabarkan Absen di Derby Madrid

Alimatul berpendapat, meyakini tafsir tunggal sebagai sebuah kebenaran dan dipaksakan pada orang lain, berisiko mencederai keragaman pengalaman perempuan, dan banyaknya kasus menyakitkan.

Perempuan merasa terteror, merasa terendahkan, dan merasa menjadi perempuan yang tidak sempurna.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Menurut Alimatul, bagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagai takdir dan sunnatullah. Ia tidak diminta, tetapi pemberian Tuhan Yang Maha Pencipta, bukan untuk ditawar tetapi untuk diterima (taken for granted).

Keragaman dalam berbusana bagi perempuan adalah kekayaan. “Keragaman cara penafsiran berbusana bagi umat Islam juga sebuah keniscayaan dan perlu disikapi sebagai rahmat,” lanjut Alimatul.

Baca Juga: Fabio Capello Imbau Juventus Tak Pecat Allegri

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Kalau mengukur kesalehan perempuan dari selembar kain yang ada di kepalanya, lantas bagaimana mengukur kesalehan seorang laki-laki?

“Ini kan nggak fair juga. Kenapa yang selalu diukur adalah kesalehan perempuan, dan bukan kesalehan laki-laki?” tanya Alimatul.

Alimatul menuturkan, sejarah mencatat bahwa budaya pemakaian hijab di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak abad ke-17.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Walaupun ada perbedaan penafsiran tentang wajib-tidaknya hijab di Indonesia, pemakaian hijab menjadi lebih populer sejak tiga dekade pasca revolusi Iran 1974.

Baca Juga: BLACKPINK Resmi Rilis Full Album Born Pink 16 September 2022

“Itu dengan beragam motivasi: sebagai kebenaran, menuruti tuntutan anak, sebagai pakaian formal, untuk keamanan, dan kepentingan bisnis,” ujarnya.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Alimatul menyatakan, tidak ada data pasti pemakaian hijab/jilbab di Indonesia.

Tapi survei 2014 melaporkan, ada 63,58 persen dari 626 responden perempuan muslim, yang mengatakan bahwa mereka telah memakai dan akan memakai hijab. Hanya sekitar 4,31 persen dari mereka yang tidak akan memakai hijab.

Gatra melaporkan, Jumlah hijaber di Indonesia pada tahun 2012 sekitar 47 persen, kemudian pada tahun 2018 melonjak menjadi 72 persen.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Sempat Dipulangkan, MAH Hacker Bjorka Dibawa ke Mabes Polri usai Jumatan Bikin Orangtua Bingung

Tren peningkatan pemakaian hijab ini menjadi peluang bisnis pakaian yang sangat menggiurkan.

Salah satu pasar hijab di Bandung, Jawa Barat, melaporkan bahwa peluang bisnis meningkat lima kali lipat dari Rp 3 miliar pada tahun 2012 menjadi Rp 15 miliar pada 2018.***

Berita Terkait