DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Simak Pengertian Sistem Pembuktian Terbalik yang Diambil KPK terhadap Lukas Enembe, Serta Cara Kerjanya

image
Ilustrasi sistem pembuktian terbalik yang akan diberlakukan KPK terhadap Lukas Enembe.

ORBITINDONESIA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sinyal akan memberlakukan sistem pembuktian terbalik terhadap tersangka kasus dugaan gratifikasi Gubernur Papua Lukas Enembe.

KPK memberlakukan sistem pembuktian terbalik itu setelah Lukas Enembe berkelit soal duit yang Rp1 miliar Rupiah yang diterimanya bukan bentuk gratifikasi, melainkan uang pribadi.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Langkah KPK untuk membuka sistem pembuktian terbalik terhadap Lukas Enembe disambut positif sejumlah pihak.

Baca Juga: MUI Dukung KPK Terapkan Sistem Pembuktian Terbalik terhadap Lukas Enembe

Lantas, apa dan bagaimana sistem pembuktian terbalik dalam kasus gratifikasi tersebut?

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Dilansir dari jurnal Sistem Pembuktian Terbalik Dalam Pembuktian Perkara Gratifikasi dari Universitas Sebelas Maret yang diterbitkan tahun 2014, sistem pembuktian terbalik merupakan suatu jenis pembuktian yang berbeda dengan hukum acara pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Jenis pembuktian ini mewajibkan Terdakwa untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau membuktikan secara negatif (sebaliknya) terhadap dakwaan Penuntut Umum.

Baca Juga: Heboh di Media Spanyol, Xavi Hernandez Dikabarkan Tak Harmonis dengan Pemain Belakang Barcelona

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Walaupun Terdakwa dibebani beban pembuktian tetapi tidak menghapuskan kewajiban Penuntut Umum Pula sesuai dengan Pasal 66 KUHAP yaitu juga untuk membuktikan mengingat sifat “berimbang” dari Pembuktian Terbalik di Indonesia.

Sistem pembuktian terbalik sudah lama diterapkan di beberapa negara di Asia dan salah satunya adalah negara tetangga yaitu Malaysia.

Di Malaysia dalam Anti Corruption Act (ACA) pada Pasal 42 dinyatakan bahwa semua gratification kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap kecuali dibuktikan sebaliknya oleh Terdakwa.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Baca Juga: Pernikahan Reza Arap dan Wendy Walters Cuma Konten, Young Lex Ungkap Rahasia Dibalik Layar

Maksud ketentuan ini bahwa Jaksa Penuntut Umum hanya membuktikan satu bagian inti delik yaitu adanya pemberian (gratification), selebihnya dianggap dengan sendirinya kecuali dibuktikan sebaliknya oleh terdakwa, yaitu pertama, pemberian itu berkaitan dengan jabatannya (in zijn bediening), kedua adalah berlawanan dengan kewajibannya (in strijd met zijn pliejht). (M. Akil Mochtar, 2006: 29).

Sistem pembuktian terbalik di Indonesia dapat dikatakan merupakan sistem pembuktian semi terbalik karena Jaksa Penuntut Umum maupun Terdakwa/ Penasehat Hukum Terdakwa berusaha membuktikan dakwaan maupun membuktikan secara negatif dakwaan tersebut.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Jika Terdakwa tidak dapat membuktikan sebaliknya maka ketidakmampuan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti Jaksa.

Baca Juga: Reza Arap Dituding Selingkuh Hingga Jadi Trending Twitter, Penyanyi Rossa Jadi Sasarannya

Sistem pembuktian terbalik ini hanya berlaku pada: pertama, tindak pidana korupsi suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp10 juta atau lebih (Pasal 12 B ayat (1) huruf a) dan yang kedua adalah mengenai harta benda yang belum didakwakan, tetapi diduga ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi (Pasal 38 B). (Adami Chazawi, 2008: 112).***

Berita Terkait