DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Karto Bugel: BLT yang Untuk Mengimbangi Kenaikan Harga BBM Bukan Produk Asli Cikeas

image
AHY, Ketum Demokrat, SBY tentang BLT dan harga BBM

ORBITINDONESIA - Tiba-tiba AHY, Ketum Demokrat itu berungkap galau atas harga BBM yang dinaikkan oleh pemerintah. Dia seperti berusaha tak mau mengerti apa itu esensi memerintah. Padahal, 10 tahun sudah bapaknya pernah menjadi orang nomor 1 di negeri ini.

"Saya ulangi turunkan kembali harga BBM kita, jangan sebaliknya. Jangan sebaliknya ketika harga minyak dunia turun kok harga BBM malah dinaikkan?" demikian kata AHY saat Rapimnas.

Di sisi lain, AHY pun menyinggung bahwa program BLT, yang untuk mengimbangi kenaikan harga BBM, adalah program milik bapak nya. Program itu kurang lebih adalah ide jenius dari sang ayah saat jadi Presiden dan kini diadopsi oleh Jokowi.

Baca Juga: Pilkada Jawa Tengah: Partai Golkar Godok Raffi Ahmad, Pengamat Teguh Yuwono Bilang Menarik

Baca Juga: Keppres Sudah Terbit, Jordi Amat dan Sandy Walsh Segera Diambil Sumpah Secara Visual

"BLT produk kebijakan Presiden SBY yang dulu ditentang oleh sebagian kalangan justru sekarang ditiru dan menjadi penyangga utama daya beli masyarakat," ungkapnya.
Benarkah?

Yang jelas, bila pak Jokowi hanya peduli pada reputasi dirinya belaka, mudah baginya untuk tidak menaikkan harga BBM itu. Bukankah waktu pemerintahannya hanya tinggal 2 tahun saja? Dia benar - benar bisa melakukan hal itu bila sikap egois adalah pilihannya.

Baca Juga: Kabar Duka, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana Meninggal

Bila beliau mau ndableg, dengan mudah subsidi itu akan dia berikan. Tak ada yang mampu melarangnya.

Bahwa kemudian muncul potensi terjadinya kekacauan pada ruang fiskal yang kelak akan dinikmati oleh Presiden berikutnya yakni sang terpilih pilpres 2024, dia bisa saja berkilah bahwa itu bukan urusannya.

Baca Juga: Dorna Sports Berminat Masukkan India dalam Kalender MotoGP

Baca Juga: Pilkada Kota Semarang: Hevearita Gunaryanti Rahayu Diperintah Megawati Maju Bertarung

Bisa jadi, hal seperti itulah yang justru terjadi pada saat ayahnya menjadi Presiden pada jabatan ke duanya. Bisa jadi, dalam benak pak SBY muncul bisikan 'bukan urusannya' saat beliau tahu akan ada akibat fatal kelak atas putusannya hari ini.

Harga minyak dunia yang tinggi melambung di akhir masa jabatannya, tak membuat SBY menaikan harga BBM. Subsidi super besar itu tetap diberikan tanpa pikir panjang hanya karena beliau tahu bahwa pada 2014 nanti dirinya sudah bukan lagi sebagai Presiden.

Baginya, yang penting adalah citra dirinya terus terlihat baik, kerusakan fiskal presiden berikutnya adalah bukan urusannya. Dan itu makin masuk akal manakala dia memang tak memiliki penerima estafet.

Baca Juga: Pilkada Jakarta, Didik J Rachbini: Gagasan Pasangkan Anies Baswedan dan Ahok adalah Eksperimen Berani

Dia terlihat tak mau ambil pusing selama itu bukan urusannya. Dan benar, Jokowi sebagai presiden terpilih langsung dibuat pusing. APBN miliknya kacau balau.

Baca Juga: Menpora Akhirnya Bolehkan Timnas Indonesia Pakai GBK Usai Ketua Umum PSSI Curhat ke Presiden Jokowi

Merasa tak ada pilihan, tak ada cara lain selain satu itu, Jokowi pun menaikkan harga BBM sesaat setelah dia dilantik. Faktanya, tak ada rakyat yang marah atas keputusannya tersebut.

Baca Juga: Pilkada Depok: PKS dan Golkar Sepakat Gotong Royong Usung Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi Arafiq

Keputusannya dalam menaikkan harga BBM itu pun serta merta memberi lega ruang fiskal miliknya yang kemarin berantakan. Serta merta dia pun memiliki anggaran dan kemudian mampu membangun infrastruktur negara ini dengan cepat.

"Bagaimana dengan BLT yang adalah ide bapaknya yang kini ditiru oleh Jokowi?"

Program BLT dilakukan pertama kali adalah pada tahun 2005. Dia berlanjut pada tahun 2009 dan kemudian di 2013 dia berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Baca Juga: InJourney Airports Siapkan 13 Bandara untuk Embarkasi dan Debarkasi Layani Angkutan Haji 2024

Baca Juga: Piala AFF 2022, Calon Lawan Timnas Indonesia Rekrut Pelatih Baru dari Eropa

Bila melihat tahunnya, itu memang tahun dimana pak SBY sedang berkuasa. Namun benarkah itu berarti adalah juga sama dengan ide pak SBY?

Pada tahun 2004 harga minyak dunia naik. Pemerintah pun memutuskan memotong subsidi minyak. Sama dengan alasan hari ini, hal ini dilakukan dengan alasan BBM bersubsidi lebih ternyata banyak digunakan oleh orang-orang dari kalangan industri dan berstatus mampu.

Baca Juga: Bagus Ahmad Rizaldi: Klub Presiden untuk Wujudkan Angan Seabad Negeri, Belajar dari Tradisi Politik di AS

Lalu, setelah pendataan lebih lanjut, didapatlah fakta bahwa dari tahun 1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan bakar bersubsidi telah salah digunakan sebanyak 75 persen.

Karena harga minyak dunia terus naik, lalu dibuatlah pemotongan subsidi dan terus terjadi hingga tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 50 persen dari harga awal. Akibatnya, harga bahan-bahan pokok pun ikut naik.

Baca Juga: Deretan Kiprah Anne Ratna Mustika, Bupati Purwakarta yang Gugat Cerai Dedi Mulyadi

Baca Juga: Belgia, Denmark, dan Spanyol Menyambut Resolusi tentang Keanggotaan Palestina di Majelis Umum PBB

Dan maka, demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin dan terdampak langsung, pemerintah memperkenalkan program BLT kepada masyarakat. Dan untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 2005.

Menurut catatan yang ada, ternyata, program ini pertama kali justru dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia pada tahun 2004.

Akhirnya, berdasarkan instruksi presiden nomor 12, digalakanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.

Baca Juga: Mesir, Arab Saudi, dan Irak Sambut Resolusi Majelis Umum PBB tentang Keanggotaan Palestina

Lalu, karena harga minyak dunia sekali lagi kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008. Dia dihidupkan dengan instrumen Inpres nomor 3 tahun 2008, dia hidup kembali.

Baca Juga: Ini Makna Filosofis di Balik Iket Sunda yang Dipakai Dedi Mulyadi Setiap Hari

"Jadi bukan ide pak SBY gitu?"

Baca Juga: Andi Sulaiman Bersama Relawan Mengantar Formulir Bakal Calon Gubernur Kalimantan Utara ke DPC PPP

Pada tahun 2013, saat pak JK sudah bukan jadi Wapresnya, pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru, Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Bisa jadi AHY saja yang lupa bahwa ide BLT bukan dari bapaknya. Mungkin juga dia lupa bahwa ide bapaknya itu bernama BLSM yang entah kenapa justru tertukar nama dengan BLT hanya karena nama itu masih dipakai oleh Jokowi.

Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya.

Baca Juga: Puluhan Siswi SMA Terpadu Wira Bhakti Gorontalo Lari dari Asrama Sekolah Karena Tak Tahan Dirundung Senior

Baca Juga: Mengenal Iket Sunda yang Dipakai Dedi Mulyadi serta Jenisnya

"Tapi benar dong BLT adalah murni ide yang lahir dari pemerintahan SBY?"

Menurut catatan, bantuan langsung tunai, pertama kali justru diciptakan di Brasil pada tahun 1990-an dengan nama Bolsa Escola dan kelak berganti nama menjadi Bolsa Familia.

Baca Juga: Brigade Al Qassam Sergap Tentara Israel di Gaza Selatan

Program ini sifatnya adalah bantuan langsung tunai bersyarat yang diprakarsai oleh Luiz Inácio Lula da Silva, presiden Brasil ke-35. Konon Bolsa Familia masih bertahan hingga saat ini sebagai bantuan langsung tunai bersyarat terbesar di dunia, dan telah berhasil menolong sekitar 26 persen penduduk miskin di Brasil hingga tahun 2011.

Untuk itulah sehingga program tersebut kemudian ditiru oleh negara-negara lain dan Indonesia adalah salah satunya.

Baca Juga: Derby Manchester United dan Manchester City dan Jadwal Lengkap Pertandingan Pekan ke 9 Liga Inggris 2022/2023

Baca Juga: Liga Champions Asia: Hernan Crespo dan Harry Kewell akan Berhadapan di Leg Pertama Final

Di Turki dia bernama ?artl? Nakit Transferi, di Mesir dengan nama Program Minhet El-Osra, di Malaysia disebut Bantuan Rakyat 1 Malaysia (BR1M), di India bernama Janani Suraksha Yojana dan banyak negara yang lain di dunia memggunakan skema yang sama.

"Trus kalau emang begitu, ngapain AHY ributin terus?"

Seolah tak mau kalah dengan anaknya sendiri, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono pun berungkap galak. Kali ini terkait dengan Pemilu 2024.

Baca Juga: Gol Jay Idzes tidak Cukup Bawa Venezia Promosi Otomatis ke Serie A Liga Italia

Dia menduga ada upaya agar Pilpres 2024 nanti diatur hanya akan diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres.

Baca Juga: Hindari Bentrok, Polisi Larang The Jakmania Datang ke Bandung

Dugaan SBY itu pun ternyata juga disampaikan saat Rapimnas Partai Demokrat 2022 di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Piala Asia Putri U17: Jepang ke Semifinal

"Para kader mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024, saya mendengar mengetahui bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil," kata SBY seperti dilihat detikcom di akun Tiktok @pdemokrat.sumut.

Dari sini kita jadi makin tahu, apapun bunyi yang keluar dari dalam tembok keluarga itu, itu pasti tentang rasa galau. Apapun masalah yang sedang akan mereka sampaikan, itu terkait erat dengan galau keluarga itu terlalu sulit ikut Pilpres 2024 nanti.

Paling tidak, AHY sang Ketum dan sekaligus sang Pangeran Putra Mahkota itu pun kini sedang tak tahu ikut siapa pada pilpres 2024 nanti.

Baca Juga: Mikel Arteta dan Arsenal Hingga Update Klasemen Sementara Liga Inggris 2022/2023

Baca Juga: Kylian Mbappe Umumkan Tak Perpanjang Kontrak dengan Paris Saint-Germain

Presidential Threshold, aturan yang muncul saat bapaknya berkuasa dan saat partai milik bapaknya juga masih jadi raksasa, kini justru muncul menjadi penjegal.

Diri dan partainya saat ini telah menjadi mungil bila tak mau disebut liliput . Partainya hanya memiliki 7,7 persen suara saja dan maka butuh lebih dari satu teman bila ingin untuk ikut dalam kontestasi yang butuh syarat 20 peraen tersebut.

Sialnya, jangankan dua teman, satu partai sebagai partner saja akan menjadi terlalu sulit manakala bersyarat AHY sebagai Capres.

Baca Juga: Pakar Politik Keamanan Unpad, Muradi: Beli Alutsista untuk Tangani Papua Harus Sesuai Karakter Wilayah

Bahkan, bisa jadi, itu pun masih sangat sulit dan masih sangat mahal meski bersyarat Cawapres sekalipun. Jadi tahu kan kenapa keluarga itu jadi terlihat sensi akhir-akhir ini?

RAHAYU
Karto Bugel ***

Berita Terkait