DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Azyumardi Azra dan Perhatiannya Pada Civil Society

image
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra meninggal dunia pada Minggu 18 September 2022./ Instagram/ @prof.azyumardi

ORBITINDONESIA - Wafatnya cendekiawan publik Prof Dr Azyumardi Azra, CBE di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia, pada Minggu siang, 18 September 2022, adalah kehilangan besar bagi dunia akademis dan keilmuan Indonesia.

Sangat langka, keberadaan cendekiawan yang seperti Azyumardi Azra, yang mantan Rektor UIN Jakarta ini.

Azyumardi Azra meninggal akibat acute inferior myocardial infarction atau serangan jantung. Yakni, kondisi darurat medis saat otot jantung mulai mati karena tidak mendapatkan aliran darah yang cukup.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Baca Juga: Bakat Bukanlah Takdir Dari Lahir, Inilah Kata Psikolog Cara Untuk Memunculkan Minat Anak

Kondisi Azyumardi Azra ini biasanya disebabkan oleh penyumbatan di arteri yang memasok darah ke organ jantung. Jika aliran darah tidak segera kembali normal, serangan jantung dapat menyebabkan kerusakan jantung permanen bahkan kematian.

Pada saat mendapat serangan jantung, Azyumardi rencananya akan menyampaikan presentasi ilmiah di Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam, yang dijadwalkan dilaksanakan di Selangor pada Sabtu, 17 September 2022. Sayangnya, niat itu tak kesampaian sampai akhir hayatnya.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Tulisan singkat ini merupakan apresiasi atas sumbangsih Azyumardi Azra yang besar bagi dunia ilmiah dan keilmuan Indonesia. Tulisan ini ingin membahas pemikiran beliau.

Namun, karena begitu luasnya cakupan pemikiran Azyumardi, maka tulisan ini ingin membahas salah satu aspek saja dari pemikirannya.

Baca Juga: Mom, Ingat Saat Anak Tidak mau Makan Bukan Susu Solusinya

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

Yakni, pandangan Azyumardi tentang civil society, yang merupakan salah satu unsur penting dalam negara demokrasi. Dalam tulisan-tulisannya, Azyumardi menggunakan istilah “masyarakat madani” sebagai pengganti civil society.

Ada banyak karya Azyumardi Azra yang menyinggung atau membahas serius tentang masyarakat Madani. Antara lain: 1) Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan;

2) Reposisi hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat; 3) Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekontruksi dan Demokratisasi; 4) Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas;

Baca Juga: Piala AFF U19: Kalahkan Filipina 5-1, Peluang Indonesia ke Semifinal Tetap Terbuka

5) Transformasi Politik Islam: Radikalisme, Khilafatisme, dan Demokrasi; 6) Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam.

Baca Juga: UEFA Nations League 2022/2023: Pelatih Inggris Tak Gentar Hasil Pertemuan Akhir Melawan Italia

Masyarakat madani merupakan konsep masyarakat yang erat kaitannya dengan konsep civil society yang berkembang di Eropa.

Baca Juga: Piala Dunia U20: Uruguay dan Korea Selatan Amankan Tiket Semifinal

Civil society awalnya merupakan konsep tentang masyarakat yang beradab, sebagai tahap perkembangan masyarakat dari keadaan alaminya.

Mengutip studi Rian Budiarto (2019), masyarakat yang beradab merupakan masyarakat yang taat pada aturan hukum.

Aturan ini disepakati melalui perjanjian masyarakat atau dalam istilah lain disebut kontrak sosial (social contract), yang mengatur tata kehidupan bermasyarakat.

Baca Juga: Prediksi Dampak El Nino di Indonesia, Produktivitas Panen Padi Berkurang 5 Juta Ton

Baca Juga: Keren, Kini Spotify Rilis Fitur Baru Buat Playlist Musik Sesuai Style Baju yang Kamu Pakai

Dalam perkembangannya kontrak sosial diwujudkan dalam konsepsi negara, lembaga yang melindungi hak-hak dan menjamin kebebasan warganya.

Pada dasarnya, masyarakatlah yang melegitimasi keberadaan negara. Maka legitimasi kekuasaan negara adalah didasarkan keinginan masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama.

Baca Juga: SEA Games 2023: Prediksi dan Link Streaming Indonesia Melawan Myanmar, Waktunya Raih Puncak Klasemen

Namun, keinginan atas kebebasan dalam masyarakat madani itu sendiri juga akan menimbulkan pertentangan. Dalam perspektif lain, negaralah yang akan mengontrol dan mensubornisasi masyarakat madani.

Di sisi lain, setiap kekuasaan yang menyimpang akan melahirkan despotisme. Maka muncul pandangan tentang kedaulatan rakyat atas negara, yang melahirkan konsep pemisahan antara masyarakat madani dengan negara, sekaligus penciptaan dan demokrasi (Budiarto, 2019).

Baca Juga: Mengenal Curacao, Negara Liliput Calon Lawan Timnas Indonesia

Baca Juga: Survei Charta Politika: Bobby Nasution Ungguli Edy Rahmayadi di Sumatra Utara

Wacana masyarakat madani mulai berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru, sekaligus menjadi diskursus dalam wacana politik Indonesia.

Wacana ini berkembang terutama di kalangan intelektual muslim atau yang sering disebut “Muslim Tranformatif.”

Mereka terlibat dalam kelompok maupun lembaga, yang memiliki visi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Baca Juga: Thailand Open 2023: Lanny Ribka Tumbang, Ganda Putri Indonesia Ambyar

Azyumardi Azra adalah salah satu cendekiawan muslim yang secara gencar membahas masyarakat madani dalam konteks Indonesia.

Baca Juga: Mulai Move On, Wika Salim Go Publik dan Mohon Doanya

Setelah jatuhnya Soeharto dan ambruknya rezim Orde Baru, wacana masyarakat madani mulai mengemuka kembali.

Baca Juga: Unik, Polda Jatim Luncurkan Aplikasi Ilmu Semeru untuk Cari Motor yang Hilang Akibat Dicuri

Konsep masyarakat madani dikembangkan, sebagai pencarian format konsep masyarakat yang ingin dibangun di Indonesia, sebagai bagian dari agenda reformasi.

Ini penting, karena agenda utama reformasi berkaitan erat dengan transisi Indonesia dari sistem otoritarian di bawah Soearto menuju demokrasi.

Menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani bukan sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Pandangan ini didasari atas kenyataan bahwa demokrasi di Indonesia masih menunjukkan nilai-nilai yang tidak demokratis atau kurang demokratis.

Baca Juga: 10 Fakta Kasus Oknum Paspampres Culik dan Aniaya Warga Bireuen Aceh hingga Tewas

Baca Juga: MotoGP Jepang, Espargaro Tak Remehkan Bastianini dalam Perburuan Gelar

Maka, demokrasi berkeadaban haruslah ditanamkan melalui pendidikan kewargaan sekaligus untuk mengembangkan budaya politik.

Hal ini karena masyarakat madani –menurut Azyumardi-- adalah masyarakat yang berkualitas dan bertamadun atau berkeadaban.

Baca Juga: 5 Kabupaten dengan Penduduk Paling Miskin di Jawa Barat, Ini Penyebabnya

Ini sebagaimana masyarakat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW, yang digambarkan oleh Azyumardi Azra sebagai masyarakat yang plural, toleran, dan dapat hidup berdampingan secara damai dengan umat-umat lain.***

 

 

Berita Terkait