Menyongsong 2045: Kapal Induk TNI AL dan Peta Ulang Kekuatan di Indo-Pasifik
Oleh Satrio Arismunandar*
ORBITINDONESIA.COM - Bayangkan dua dekade ke depan. Laut Cina Selatan tetap sibuk, Samudra Hindia makin strategis, dan jalur energi dunia berputar melewati Nusantara. Semua negara kini berpacu membangun armada dan pengaruh.
Di tengah pusaran itu, posisi Indonesia akan ditentukan oleh seberapa berani ia memaknai kapal induk bukan sebagai benda, tapi sebagai institusi strategis.
Transformasi Menuju Kekuatan Laut Menengah-Atas
Kapal induk pertama — eks Italia itu — hanyalah jembatan menuju era baru TNI AL. Bila pengoperasiannya berhasil, Indonesia kemungkinan besar akan mengembangkan kapal induk buatan sendiri sekitar 2035–2040, hasil kolaborasi PT PAL dengan industri asing.
Kapal itu tak harus raksasa seperti milik AS atau Tiongkok; versi ringan berkapasitas 30 pesawat sudah cukup untuk proyeksi regional dan penegakan kedaulatan di ZEE.
Dengan dua atau tiga kapal sekelas itu, Indonesia akan beralih dari kekuatan laut pesisir menjadi kekuatan laut menengah-atas (medium power navy). Artinya, tak hanya mampu mempertahankan lautnya, tapi juga menata ulang dinamika keamanan di sekitarnya.
Indo-Pasifik: Dari Arena Persaingan Menjadi Ruang Diplomasi Maritim
Kapal induk memberi Indonesia alat untuk hadir, tapi bukan untuk berperang. Jika dikelola dengan visi 2045, kapal induk Indonesia bisa berfungsi sebagai platform diplomasi maritim: rumah bagi latihan gabungan, operasi kemanusiaan, dan patroli bersama lintas negara.
Bayangkan kapal itu berlabuh di Colombo, Port Blair, atau bahkan Honolulu dalam misi damai — membawa pesan bahwa stabilitas kawasan tak harus bergantung pada blok militer.
Dengan cara itu, Indonesia menegaskan perannya sebagai penengah Indo-Pasifik, bukan pion di papan catur geopolitik.
Perubahan Struktur Kekuatan Kawasan
Kehadiran kapal induk Indonesia juga akan mengubah cara negara-negara lain memandang kawasan:
-
ASEAN akan mulai melihat Indonesia bukan sekadar koordinator, tapi penjamin stabilitas laut — peran yang selama ini kosong.
-
Australia dan India akan cenderung memperkuat kolaborasi keamanan maritim, berbagi data, dan latihan patroli.
-
Tiongkok akan menempatkan Indonesia dalam kategori “negara yang harus dihormati tapi tidak diabaikan.”
-
Amerika Serikat bisa jadi mulai menimbang Indonesia sebagai mitra utama non-sekutu di Asia Tenggara, seperti posisi India di Asia Selatan.
Dalam konfigurasi seperti itu, kapal induk menjadi semacam “faktor penyeimbang baru” yang mencegah dominasi tunggal oleh siapa pun. Bukan dengan konfrontasi, tapi dengan kehadiran yang kredibel.
Ekosistem Pertahanan dan Inovasi Teknologi
Menjelang 2045, kapal induk juga akan menarik rantai industri pertahanan domestik ke tingkat yang belum pernah dicapai.
Kita bicara tentang sistem sensor maritim buatan lokal, drone berbasis kapal induk, dan sistem logistik otomatis antar armada.
PT PAL, Dirgantara Indonesia, dan BUMN pertahanan lainnya akan berperan dalam menciptakan “ekosistem laut terpadu” — bukan hanya kapal dan pesawat, tapi jaringan digital yang mengikat keduanya.
Jika langkah ini dijalankan konsisten, Indonesia tak lagi sekadar pembeli teknologi, melainkan perancang arsitektur pertahanan lautnya sendiri.
Dimensi Ideologis: Kedaulatan yang Aktif
Pada akhirnya, kapal induk tidak hanya bicara tentang kekuatan militer. Ia mencerminkan evolusi cara bangsa ini memahami kedaulatan.
Dulu, kedaulatan berarti menjaga batas. Kini, ia berarti menjaga pengaruh dan martabat di tengah lalu lintas dunia.
Dengan kapal induk, Indonesia bisa menegakkan kedaulatan yang aktif — bukan menunggu ancaman datang, tapi memastikan lautnya tak pernah dikuasai narasi negara lain. Kedaulatan yang tidak defensif, tapi partisipatif. Tidak menutup diri, tapi tidak tunduk.
Epilog: Samudra yang Kembali Jadi Cermin
Jika visi ini berjalan sampai 2045, sejarah mungkin akan menulisnya begini:Bahwa pada awal dekade 2020-an, Indonesia pernah membeli kapal induk bekas Italia — dan dari situlah lahir kepercayaan diri baru bangsa kepulauan ini.
Kapal itu mungkin tua, tidak sekuat armada raksasa negara besar. Tapi ia menyalakan gagasan bahwa laut adalah panggung tempat Indonesia harus berdiri tegak, bukan sekadar garis yang dijaga dari pantai.
Sebab bangsa yang menguasai laut, bukan berarti ingin berperang. Ia hanya ingin memastikan arah ombaknya sendiri.
-ooo-
*Dr. Ir. Satrio Arismunandar, M.Si., MBA* adalah penulis buku dan wartawan senior. Saat ini menjabat Pemimpin Redaksi media online OrbitIndonesia.com dan majalah pertahanan/geopolitik/hubungan internasional ARMORY REBORN.
Ia saat ini menjadi Staf Ahli di Biro Pemberitaan Parlemen, Sekretariat Jenderal DPR RI. Juga, Sekjen Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA (sejak Agustus 2021).
Ia pernah menjadi jurnalis di Harian Pelita (1986-1988), Harian Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-2001), Executive Producer di Trans TV (2002-2012), dan beberapa media lain.
Mantan aktivis mahasiswa 1980-an ini pernah menjadi salah satu pimpinan DPP SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) di era Orde Baru pada 1990-an. Ia ikut mendirikan dan lalu menjadi Sekjen AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 1995-1997.
Ia lulus S1 dari Jurusan Elektro Fakultas Teknik UI (1989), S2 Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional UI (2000), S2 Executive MBA dari Asian Institute of Management (AIM), Filipina (2009), dan S3 Filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (2014). Disertasinya tentang perilaku korupsi elite politik di Indonesia dalam perspektif strategi kebudayaan.
Buku yang pernah ditulisnya, antara lain: Perilaku Korupsi Elite Politik di Indonesia: Perspektif Strategi Kebudayaan (2021); Lahirnya Angkatan Puisi Esai (2018); Hari-hari Rawan di Irak (2016); Mereka yang Takluk di Hadapan Korupsi (kumpulan puisi esai, 2015); Bergerak! Peran Pers Mahasiswa dalam Penggulingan Rezim Soeharto (2005); Megawati, Usaha Taklukkan Badai (co-writer, 1999); Di Bawah Langit Jerusalem (1995); Catatan Harian dari Baghdad (1991); Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia (Antologi bersama, 2018); Kapan Nobel Sastra Mampir ke Indonesia? (2022); Direktori Penulis Indonesia 2023 (2023).
Pernah mengajar sebagai dosen tak tetap di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), IISIP, President University, Universitas Bakrie, Sampoerna University, Kwik Kian Gie School of Business, dan lain-lain.
Kontak/WA: 0812 8629 9061. E-mail: sawitriarismunandar@gmail.com ***