David Van Reybrouck dan Peluncuran Terjemahan Indonesia atas Buku "Revolusi di Jakarta"

Oleh David Van Reybrouck
·

ORBITINDONESIA.COM - Tak terlupakan! Peluncuran terjemahan bahasa Indonesia Revolusi di Jakarta tadi malam adalah pengalaman sekali seumur hidup. Saya belum pernah merasakan betapa sebuah buku bisa benar-benar pulang.

Meskipun hujan deras dan badai petir, hampir 700 orang hadir di Teater Besar, beberapa di antaranya basah kuyup, karena mereka datang dengan sepeda motor. Penontonnya ternyata masih muda dan energik. Tempat pertunjukan terpaksa diubah minggu lalu karena jumlah pendaftar jauh lebih banyak dari yang diperkirakan semula.

Terjemahan bahasa Indonesianya baru saja terbit minggu lalu, tetapi terjemahan bahasa Inggrisnya sudah banyak dibaca.

Dari panggung, saya melihat putri-putri Soekarno dan Hatta di antara penonton, presiden dan wakil presiden pertama Indonesia; sebelumnya pada hari itu saya makan siang bersama putri Soetan Sjahrir, perdana menteri pertama.

Setelah itu, saya mengetahui bahwa Wakil Gubernur Jakarta, politisi dan diplomat nasional juga hadir di sana, begitu pula putri Pramoedya Ananta Toer, penulis besar Indonesia yang seharusnya memenangkan Hadiah Nobel.

Malam itu dimulai dengan paduan suara perempuan yang sangat mengharukan, sekelompok perempuan lanjut usia yang semuanya telah kehilangan ayah mereka dalam pembantaian tahun 1965. Mereka menyanyikan lagu-lagu Konferensi Asia-Afrika Bandung tahun 1955, momen awal harapan dan persaudaraan universal.

Rekaman sejarah dari tahun 1940-an dan 50-an diproyeksikan di layar besar di belakang mereka dan masa lalu terasa begitu dekat dan nyata. Malam yang luar biasa ini diselenggarakan oleh Historia.id bersama Bonnie Triyana yang brilian.

Saya diwawancarai di atas panggung oleh Hilmar Farid, salah satu intelektual terkemuka Indonesia. Namun, pertanyaan-pertanyaan dari para peserta muda di akhir acaralah yang menekankan kesinambungan antara masa lalu dan masa kini.

Pemuda Indonesia sekali lagi berada di garis depan gerakan protes global melawan otokrasi dan gerontokrasi yang korup. Mereka membela demokrasi ketika sedang terancam. Bendera bajak laut mereka yang lucu, yang diambil dari manga Jepang, telah menginspirasi gerakan serupa di Nepal, Madagaskar, dan Maroko.

Selagi acara penandatanganan buku berlangsung hampir dua jam setelahnya (dan ya, swafoto dan pemotretan yang tak terhitung jumlahnya juga menjadi bagiannya), saya mengetahui bahwa ketika anak-anak muda turun ke jalan di Jakarta beberapa bulan yang lalu, mereka melakukannya dengan buku di tangan mereka—sebagai simbol kebebasan, kebenaran, dan kemerdekaan.

Revolusi tidak akan disiarkan di televisi, tidak. Revolusi akan dipublikasikan. Terima kasih banyak, pemuda Indonesia.

(Dikutip dari FB