PM Jepang Sanae Takaichi Berjanji Tingkatkan Anggaran Pertahanan Hingga 2 Persen dari PDB pada Maret
ORBITINDONESIA.COM -- Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi, dalam pidato kebijakan pertamanya di parlemen pada hari Jumat, 24 Oktober 2025, mengumumkan rencana untuk meningkatkan anggaran pertahanan Jepang ke tingkat yang setara dengan 2% dari produk domestik bruto pada tahun fiskal berjalan yang berakhir Maret 2026, sekaligus menguraikan daftar tujuan ekonomi yang menurutnya dapat dicapai tanpa menaikkan pajak.
Berita tentang PM Jepang Sanae Takaichi yang berjanji menaikkan anggaran pertahanan hingga 2% dari PDB menandai langkah besar dalam perubahan orientasi keamanan nasional Jepang — sesuatu yang selama beberapa dekade dihindari karena batasan konstitusi pascaperang. Langkah ini juga punya dimensi geopolitik dan domestik yang kuat.
Target 2% dari PDB ini berarti Jepang akan meningkatkan belanja militernya sekitar ¥15–17 triliun per tahun (sekitar USD 100–110 miliar), menjadikannya anggaran pertahanan terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok.
Sebelumnya, di era PM Fumio Kishida, target 2% PDB dijadwalkan tercapai pada tahun 2027, tetapi Takaichi mempercepat dua tahun lebih awal — menjadi Maret 2025.
Langkah percepatan ini disebut-sebut untuk menunjukkan keseriusan Jepang menghadapi ancaman regional, terutama dari Tiongkok, Korea Utara, dan Rusia. Juga, untuk menyambut kunjungan Donald Trump, yang kemungkinan akan kembali menekan sekutu-sekutu AS agar “membayar lebih” untuk pertahanan kolektif, jika terpilih kembali sebagai Presiden AS.
Sanae Takaichi — yang dikenal sebagai politisi konservatif kuat dalam Partai Demokrat Liberal (LDP) — adalah tokoh yang dekat dengan ideologi nasionalis dan garis keras pertahanan. Ia pernah menyatakan bahwa Jepang harus memiliki kemampuan serangan balik (counterstrike capability), termasuk menyerang pangkalan musuh jika ada ancaman langsung.
Keputusan mempercepat peningkatan anggaran ini datang di tengah ketegangan Laut China Timur, terutama di sekitar Kepulauan Senkaku/Diaoyu yang diperebutkan dengan Beijing. Lalu, uji coba rudal Korea Utara yang semakin sering melewati wilayah udara Jepang. Juga, kekhawatiran akan agresi Rusia di Asia Timur Laut, terutama sejak Moskow memperkuat kerja sama militernya dengan Beijing.
Secara simbolik, target 2% PDB menandakan Jepang benar-benar keluar dari bayang-bayang “pasifisme” pascaperang.
Langkah Takaichi ini memperkuat posisi Jepang sebagai pilar utama dalam aliansi keamanan Indo-Pasifik, sekaligus membuka babak baru dalam kebijakan luar negerinya: lebih tegas, lebih mandiri, tapi juga lebih berisiko.
Jika tren ini berlanjut, maka pada 2026 Jepang akan membelanjakan lebih dari dua kali lipat dibanding 2021, dan secara de facto menjadi kekuatan militer global dengan kemampuan proyeksi kekuatan regional penuh — sebuah perubahan besar bagi negara yang selama hampir 80 tahun dikenal hanya sebagai “kekuatan ekonomi damai.” ***