Resensi Buku Creative Evolution Karya Henri Bergson: Antara Mekanisme Darwin dan Spirit Vitalisme Modern
ORBITINDONESIA.COM- Creative Evolution (1907) karya filsuf besar Prancis, Henri Bergson, pertama kali diterbitkan pada tahun 1907 oleh penerbit Félix Alcan. Buku ini menjadi salah satu karya monumental dalam sejarah filsafat abad ke-20 yang menandai pergeseran besar dalam cara manusia memahami evolusi, kehidupan, dan kesadaran.
Bergson menulis buku ini di tengah dominasi Darwinisme mekanistik dan positivisme ilmiah di Eropa. Ia menolak pandangan bahwa kehidupan hanyalah hasil kebetulan biologis yang tunduk pada hukum sebab-akibat mekanis.
Sebaliknya, Bergson menghadirkan konsep baru: “évolution créatrice” atau evolusi kreatif, sebuah prinsip yang menegaskan bahwa kehidupan adalah proses spontan dan kreatif yang digerakkan oleh kekuatan spiritual — bukan hanya material.
Melalui karya ini, Bergson tidak sekadar berdebat dengan para ilmuwan, tetapi juga menawarkan sintesis antara sains dan metafisika. Ia mencoba menjembatani dunia empiris dan dunia kesadaran, menghadirkan pandangan hidup yang lebih organis, dinamis, dan spiritual.
Isi dan Struktur Buku: Dari Mekanisme ke Vitalisme
Buku Creative Evolution terdiri dari empat bagian utama, yang saling membangun seperti tangga menuju puncak pemikiran Bergson tentang kehidupan dan kesadaran.
Pertama, Bergson memulai dengan kritik terhadap teori evolusi Darwin dan Lamarck. Menurutnya, kedua teori itu benar dalam pengamatan biologis, tetapi keliru dalam menganggap kehidupan sebagai proses otomatis tanpa arah batin. Evolusi, bagi Bergson, bukanlah hasil “adaptasi mekanis”, melainkan dorongan batin yang terus mencipta — “élan vital” atau daya hidup.
Konsep élan vital menjadi kunci seluruh buku: sebuah kekuatan spiritual yang mengalir melalui seluruh makhluk hidup, menembus bentuk-bentuk biologis, dan terus mendorong kehidupan untuk menemukan bentuk-bentuk baru. Dengan demikian, evolusi bukan semata survival, tetapi juga ekspresi dari kreativitas kosmis.
Kedua, Bergson menganalisis waktu dan kesadaran sebagai inti kehidupan. Ia memperkenalkan istilah “durée réelle” (durasi nyata), yaitu waktu batin yang dirasakan secara subjektif, berbeda dari waktu mekanis yang diukur jam. Dalam pandangan Bergson, makhluk hidup — terutama manusia — hidup dalam waktu yang mengalir, bukan waktu yang terpotong-potong seperti pada sains.
Oleh karena itu, kesadaran dan kehidupan tidak dapat direduksi menjadi rangkaian sebab-akibat fisik. Hidup adalah proses yang terus mencipta dirinya sendiri, bukan sekadar kumpulan atom yang bergerak dalam ruang.
Ketiga, Bergson menggambarkan perbandingan antara intuisi dan intelek. Ia menyebut intelek sebagai alat analisis yang berguna untuk memahami dunia benda mati, tetapi tidak memadai untuk menangkap esensi kehidupan.
Untuk itu, manusia membutuhkan intuisi, yaitu kemampuan langsung untuk menyelami aliran kehidupan, merasakan energi kreatif yang tak terukur oleh logika. Intuisi, bagi Bergson, bukan sekadar perasaan, melainkan bentuk pengetahuan tertinggi — semacam “penglihatan batin” terhadap realitas hidup.
Keempat, Bergson mengembangkan sintesis antara metafisika dan biologi, menolak dikotomi lama antara roh dan materi. Ia menegaskan bahwa kehidupan bukan “materi plus roh”, melainkan gerak spiritual yang menjelma dalam materi. Di sinilah Bergson menegakkan filsafatnya sebagai vitalisme modern, yang menempatkan kesadaran dan kreativitas sebagai inti realitas.
Analisis Filsafat dan Relevansi Pemikiran Bergson
Bergson menawarkan sesuatu yang luar biasa pada zamannya: cara berpikir non-linear. Ia menolak pandangan mekanistik Descartes dan Newton yang melihat alam sebagai mesin besar. Sebaliknya, dunia bagi Bergson adalah organisme hidup yang tumbuh, berubah, dan mencipta.
Melalui Creative Evolution, ia mengembalikan spirit pada alam semesta — bukan dalam arti mistik, tetapi dalam arti metafisik yang rasional. Konsep élan vital menjelaskan mengapa kehidupan mampu menembus batas-batas fisik dan menciptakan bentuk-bentuk baru yang tak terduga, dari sel sederhana hingga kesadaran manusia.
Dalam konteks sejarah pemikiran, Creative Evolution menandai perlawanan terhadap positivisme ilmiah abad ke-19. Bergson menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan, dengan semua kehebatannya, tetap terbatas karena hanya memahami “permukaan realitas”.
Filsafat, menurutnya, harus turun ke dalam kedalaman waktu dan kesadaran, di mana kehidupan benar-benar berdenyut. Pemikirannya ini kelak memengaruhi tokoh-tokoh besar seperti William James, Alfred North Whitehead, Pierre Teilhard de Chardin, bahkan Jean-Paul Sartre dan Gilles Deleuze.
Konteks Historis dan Pengaruh Intelektual
Ketika Creative Evolution terbit pada 1907, Eropa tengah dilanda euforia ilmiah — dari Darwinisme hingga materialisme. Namun pada saat yang sama, muncul juga krisis spiritual: manusia mulai kehilangan makna dalam dunia yang serba mekanistik.
Dalam konteks itu, Bergson hadir sebagai juru bicara humanisme spiritual baru. Ia bukan menolak sains, tetapi mengingatkan bahwa sains tanpa intuisi kehilangan jiwanya. Pandangannya kemudian menjadi inspirasi bagi gerakan eksistensialisme, fenomenologi, dan bahkan teologi proses di abad ke-20.
Bergson sendiri menerima Hadiah Nobel Sastra pada tahun 1927, bukan karena ia menulis fiksi, tetapi karena keindahan dan kedalaman filosofis dari gaya tulisnya — membuktikan bahwa bahasa filsafat bisa seindah puisi jika ia lahir dari renungan yang hidup.
Relevansi bagi Dunia Modern
Lebih dari seabad setelah diterbitkan, Creative Evolution tetap relevan di tengah perdebatan tentang AI, kesadaran buatan, dan bioetika.
Ketika sains modern berusaha menciptakan kecerdasan yang meniru manusia, Bergson mengingatkan bahwa kesadaran sejati bukan hasil perhitungan algoritmis, melainkan arus hidup yang kreatif dan tak terduga.
Ia seakan menantang dunia digital hari ini: apakah kita masih hidup secara “kreatif”, atau hanya mengikuti pola mekanis buatan mesin?
Dengan demikian, Creative Evolution bukan hanya teks filsafat, tetapi juga manifesto spiritual yang mengajarkan manusia untuk menghargai misteri kehidupan dan keberlanjutan ciptaan yang tak pernah selesai.
Penutup: Kehidupan sebagai Gerak yang Tak Pernah Usai
Henri Bergson, melalui Creative Evolution, menghadirkan sebuah visi kosmos yang hidup. Ia menunjukkan bahwa realitas sejati bukan benda, melainkan proses — dan bahwa hidup, dalam segala bentuknya, adalah tarian abadi antara keteraturan dan kebebasan. Dengan bahasa yang puitis sekaligus konseptual, Bergson menolak dualisme lama antara sains dan spiritualitas.
Ia mengajarkan bahwa memahami kehidupan berarti ikut mengalir bersama arusnya, bukan membedahnya dengan pisau analisis semata.
Karya ini tetap menjadi tonggak filsafat modern, mengingatkan bahwa di balik setiap teori evolusi dan teknologi, ada sesuatu yang tak dapat direduksi: daya hidup yang mencipta, mencintai, dan terus berkembang.***