Bom Natal di Gereja Eben Haezer: Pahlawan Kemanusiaan Itu Bernama Riyanto, Martir Toleransi yang Terlupakan

ORBITINDONESIA.COM - Pada 25 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 24 Desember tahun 2000, bersama empat sahabat lainnya, Riyanto mendapatkan tugas menjaga Gereja Eben Haezer, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Riyanto bukanlah anggota polisi atau tentara, tapi ia adalah anggota Banser NU, satuan koordinasi cabang Kabupaten Mojokerto.

Saat itu malam pukul 20.30 WIB. Perjalanan ibadah baru separuhnya berjalan. Tiba-tiba ada yang menyampaikan kabar bahwa di depan pintu gereja ada bungkusan hitam yang mencurigakan.  

Mendengar hal itu, tangkas dan tanpa ragu khas Banser, Riyanto membuka bungkusan tersebut. Ternyata isinya kabel yang terhubung dengan rangkaian yang memercikkan api.  

Mungkin saat itu, Riyanto tahu bahwa itu adalah bom. Mungkin ia punya kesempatan untuk kabur sesegera mungkin untuk menyelamatkan diri.

Namun ia tidak begitu. Ia malah berteriak "tiarap" sambil lari sekencang-kencangnya, mendekap memeluk bungkusan tersebut menjauh keluar dari dalam gereja yang di dalamnya terdapat ratusan jemaat yang sedang beribadah. 

Bunyi “Dhuar…“ (Bunyi Bom Meledak) sesuatu meledak di dekapan Riyanto. Tubuhnya terpental hingga seratus meter lebih. Kuatnya daya ledak bom tersebut, merobohkan pagar beton gereja. Jari tangan dan muka Riyanto hancur. 

Riyanto wafat untuk menyelamatkan banyak nyawa jemaat gereja tersebut.  

Pada saat kejadian, Riyanto baru berusia 25 tahun, tetapi keberaniannya patut diacungi jempol. Ia rela berkorban untuk orang banyak, meski berbeda agama.

Atas pengorbanan Riyanto, Gus Dur berujar, "Riyanto telah menunjukkan diri sebagai umat beragama yang kaya nilai kemanusiaan. Semoga dia mendapatkan imbalan sesuai pengorbanannya." ***