DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Syekh Abdul Qadir al Jailani Relakan 40 Kuda Miliknya untuk Mengobati Orang yang Berburuk Sangka Kepadanya

image
Syekh Abdul Qadir al Jailani yang Memperoleh Gelar Raja Beberapa Wali, Karena Baik dan Rendah Hati.

ORBITINDONESIA – Pemuka agama di Bagdhad, Irak Syekh Abdul Qadir al Jailani adalah manusia luar biasa baik hatinya. Ia rela memberikan 4o ekor kudanya untuk mengobati orang yang sakit dan berburuk sangka kepadanya.

Begini cerita hikmahnya. Ada seorang laki-laki datang ke setelah mendengar kemasyhuran Syekh Abdul Qadir al Jailani.

Setibanya di Baghdad, laki-laki itu segera ke rumah Syekh Abdul Qadir al Jailani untuk menemuinya.

Baca Juga: Wanda Hamidah Masuk ke Polda Metro Jaya, Inilah yang Dia Kerjakan

Namun, ia terkejut melihat kemegahan kandang kuda Syekh Abdul Qadir al Jailani. Bagaimana tidak terkejut jika kandang kuda itu dibangun dengan lapisan dari emas dan perak.

Di dalam kandang kudanya, ada 40 ekor kuda yang sangat bagus dan belum pernah ada tandingnya. 

Munculah sangkaan buruk di hati laki-laki tersebut, “Katanya, ini seorang wali Allah, tapi kenyataannya ia seorang pecinta dunia! Masak iya, ada wali sangat cinta kepada dunia seperti ini? Orang semacam ini benar-benar tak layak menjadi wali Allah.”

Akhirnya, laki-laki tersebut tak jadi menemui Syekh Abdul Qadir dan lebih memilih singgah di salah satu rumah penduduk.

Baca Juga: Datangnya Era Melukis dengan Artificial Inteligence

Tak lama berselang, laki-laki itu jatuh sakit yang cukup parah, sehingga dokter pun angkat tangan mengobatinya.  

Beberapa waktu kemudian ada seorang ulama ahli hikmah memberinya saran; “Penyakit ini tidak akan sembuh kecuali diobati dengan hati 40 ekor kuda.”

Ulama itu kemudian menceritakan tentang jenis kuda yang bisa hatinya bisa digunakan untuk mengobati penyakit laki-laki itu.

“Tidak ada yang memiliki kuda seperti itu dan sebanyak itu kecuali Syekh Abdul Qadir. Coba saja temui karena ia seorang yang murah hati dan dermawan,” kata orang-orang setempat.

Baca Juga: Aman Mantap, Heru Budi Hartono Sekarang Sudah Berjaket Loreng Hijau BANSER

Laki-laki itu pun menemui Syekh Abdul Qadir untuk meminta kudanya. Dan hasilnya luar biasa biasa. Syekh memberikan semua kudanya untuk dijadikan obat penyakit si laki-laki tadi.

Maka satu per satu kuda dari Syekh Abdul Qadir itu disembelih untuk diambil hatinya lalu dijadikan obat si laki-laki. Setelah diobati dengan hati kuda,  laki-laki itu sembuh.

Untuk menyampaikan terima kasih, si laki-laki pun datang menghadap Syekh. Kepada si laki-laki, Syekh Abdul Qadir menjelaskan; “Jika engkau tidak tahu, kuda-kuda itu sengaja aku beli untuk mengobati penyakitmu.”

“Kemarin kamu datang ke sini semata-mata karena senang kepadaku. Aku tahu engkau akan jatuh sakit. Dan tidak ada obatnya kecuali hati 40 ekor kuda yang seperti ini sifat-sifatnya. Tapi engkau tidak mengetahuinya. Buktinya, engkau bertamu di rumah orang lain.”

Baca Juga: Denny JA: Ada Dua Arus Besar Cara Beragama, Yaitu Pemurnian Agama dan Sinkretisme

Sejak itu, laki-laki tersebut bertobat dan memperbaiki keyakinan hati.

Dari kisah di atas dapat dipetik beberapa hikmah: 

Syekh Abdul Qadir adalah seorang yang telah mencapai derajat kewalian yang tinggi, sehingga menyandang gelar “Sulthanul-Aulia” alias rajanya para wali.

Karena keluhuran derajatnya, Syekh Abdul Qadir memiliki karamah yang luar biasa. Salah satunya karamah menyelamatkan orang-orang yang mencintainya.

Baca Juga: Denny JA: Negara yang Kuat dan Bersih Butuh Polisi yang Juga Kuat dan Bersih

Hadirnya para wali di majelis-majelis mulia dan nyatanya pertolongan mereka kepada orang-orang yang berwasilah dengan mereka.

Zuhud bukan berarti menolak dunia, melainkan tidak bergantungnya hati pada dunia dan tidak  menjadikan dunia sebagai tujuan hidup. Justru dengan zuhud, dunia menjadi sarana mencapai rida Allah. Sebab, kunci zuhud terletak pada ketidaktertarikan hati pada dunia, bukan pada banyaknya harta.

Betapa murahnya hati Syekh Abdul Qadir, sampai-sampai merelakan 40 ekor kudanya untuk mengobati orang yang mencintainya. Sikap itu sekaligus mementahkan prasangka buruk terhadap dirinya sebagai pecinta dunia yang jauh dari sifat zuhud.

Tidak boleh berburuk sangka kepada sesama manusia, karena boleh jadi ia adalah wali atau kekasih Allah. Wali-wali Allah banyak perkara luar di luar nalar sebagai bentuk karamahnya. Wallahu alam. ***

Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja, Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat. 

Berita Terkait