DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

AM Hendropriyono: Demonstrasi Massa Hanya Boleh di tempat Tertentu dan Dilarang Pakai Megafon

image
Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. AM Hendropriyono, S.T., S.H., M.H

Oleh: AM Hendropriyono

ORBITINDONESIA - Dalam amanat sebagai Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Mliter pada hari wisuda mahasiswa sarjana STHM angkatan XXIV dan pasca sarjana tahun 2022 ini saya sampaikan, bahwa para wisudawan akan bertugas kembali mengabdi kepada masyarakat di tengah keadaan lingkungan global, regional dan nasional yang penuh dengan berbagai bentuk pelanggaran hukum.

Perang Ruso-Ukraina di Eropa yang berlarut-larut sejak 24 Februari yang lalu merupakan bentuk pelanggaran etika universal dan perbuatan yang tercela.

Perang akan tetap mudah terjadi sepanjang hukum internasional bukan merupakan hukum sebenarnya, yang seharusnya dibentuk oleh suatu Badan Legislatif Internasional yang dapat dipaksakan untuk ditaati oleh para belligrents.

Baca Juga: Tradisi Natal di Jerman, Mulai dari Sankt Nikolaus Tag Hingga Adventkalendar

Perdamaian hanya mungkin diharapkan jika keseimbangan daya tempur yang saling berhadapan-hadapan tercapai, yaitu bilamana Ukraina didukung penuh oleh Amerika Serikat (AS) dan NATO, melawan Rusia yang sendirian tanpa adanya bantuan dari China.

Kemungkinan batuan militer dari China tersebut dan juga ancaman perang nuklir Rusia harus dihindari oleh AS dan NATO, sehingga pergeseran geopolitik dari benua Eropa ke benua Asia merupakan suatu keniscayaan.

Di Asia Tenggara sedang terjadi pelanggaran hukum yang kronis yang negara Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina dan Taiwan saling menuntut perbatasan laut masing-masing, sehingga menjadi suatu sengketa kedaulatan di laut China Selatan (LCS).

Indonesia yang semula tidak terlibat menjadi terlibat, karena mendadak pada 2019 China menuntut mutlak perbatasan lautnya 90% dari wilayah LCS dalam 9 garis putus-putus, sehingga menindih batas ZEE kita dan beririsan dengan perairan Natuna.

Baca Juga: Konflik Primordial Berdarah di Maluku 1999 Sampai2002 dalam Puisi Esai Denny JA

Para provokator politik di Indonesia lantas mendengungkan sikap anti China yang merupakan pancingan, agar paralel dengan provokasi politik AS di Asia Tenggara dan Taiwan.

Kedatangan Wapres AS Kamala Haris pada 22 Nopember 2022 ke pulau Palawan dan kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelocy sebelumnya pada 2 Agustus 2022 merupakan suatu geostrategi, agar China memproyeksikan kekuatan militernya ke Asia Tenggara dan Asia Timur bukan ke Eropa.

Ketegangan yang terjadi akibat pergeseran geopolitik Eropa ke geostrategi di Asia akan selalu naik turun, sesuai dengan sifat kekenyalan dari suatu strategi.

Jika perkembangan keadaan kelak ke arah gelap yang melibatkan Korea Utara, Korea Selatan, Jepang dan Australia, maka perang militer total yang terbuka memaksa kita untuk mempercepat konsolidasi kekuatan armada perang RI.

Baca Juga: 5 Desember, Liga 1 Kembali Bergulir Lagi

Kemenangan perang dalam persepsi intelijen adalah dominasi dari unsur surprise (pendadakan), yang di laut berupa kekuatan dan kemampuan armada kapal-kapal selam modern.

Jika disandingkan dengan Malaysia yang mempunyai 2 armada kapal selam untuk lautnya yang hanya seluas 10.024 km2, Singapore yang memiliki 4 armada kapal selam untuk mengamankan lautnya yang hanya 728 km2,

negara kita yang luas lautnya 3.250.000 km2 ini ternyata hanya memiliki 4 armada kapal selam juga.

Ini karena kita belum mampu untuk menambah armada sehingga harus mencari uang dengan membuatkan kapal-kapal selam di Surabaya dan menjualnya ke Filipina 3 armada kapal selam baru, dalam rangka membangun 16 armada kapal selam pesanan mereka yang harus selesai pada tahun 2028.

Baca Juga: Bongkar Korupsi Pengangkutan Batu Bara, KPK Usut Pencairan Uang PT Siwijaya Mandiri Sumsel ke Pihak Lain

Sejatinya kita sendiri juga sangat membutuhkan paling sedikit 20 armada kapal selam, yang terdiri dari 4 kapal selam yang bergerak mobil untuk melakukan manuver-manuver taktis di Laut Cina Selatan,

kemudian 6 kapal selam untuk digelar di Pos Komando Depan (Poskopan) Armada di kepulauan Natuna yang luas lautnya 262.198 km2

serta 10 armada kapal selam sebagai cadangan yang siaga di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang merupakan daerah penyangga dan daerah belakang pertempuran.

Hanya tentara yang mempunyai kekuatan cadangan yang kuat yang akan menuai kemenangan di medan tempur manapun.

Baca Juga: KA Blambangan Ekspres Resmi Diluncurkan, Sektor Pariwisata Banyuwangi Terdongkrak

Karenanya maka bagi Indonesia kondisi siaga seluruh komponen sistem pertahanan keamanan rakyat semesta di Natuna Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan seluruh daerah di Indonesia sudah semakin mendesak.

Potensi nasional yang merupakan Conditio Sine Qua Non untuk dapat digalang menjadi kekuatan nyata yang tepat dengan cepat adalah psikologi masyarakat, agar dapat bersatu padu di bawah panji-panji nasionalisme Pancasila yang patriotik dan militan.

Kita boleh bangga karena para wakil rakyat di Komisi 3 DPR telah berhasil menyempurnakan paragraf 2 Buku Kedua Bab I RUU KUHP,

yang semula berbunyi peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila merupakan tindak pidana terhadap ideologi negara, menjadi berbunyi penyebaran dan pengembangan ajaran yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, merupakan tindak pidana terhadap ideologi negara.

Baca Juga: Heru Budi Hartono Tambah 10 Unit Bus TransJakarta Wanita Pink, Netizen Suka Cita

Hal tersebut konsekuen dengan paragraf 1 di atasnya yang berbunyi penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme, merupakan tindak pidana terhadap keamanan negara.

Usaha para wakil rakyat itu karena berpedoman pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, sehingga segenap aturan perundang-undangan di Indonesia harus mengacu kepadanya.

Suatu bentuk yang memberikan Pancasila status sesuai dengan adagium Lex Superior Derogat Legi Inferiori, sehingga pengamalan Pancasila memberi peran sentral kepada Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, agar mampu mengamalkan seluruh sila dalam satu keterpaduan.

Karena itu demonstrasi-demonstrasi massa atau unjuk rasa yang irasional ataupun yang tidak logis selama ini harus segera dihentikan, karena telah mendatangkan kerugian sosial tak ternilai yang memperlemah konsolidasi kekuatan pertahanan keamanan rakyat semesta.

Baca Juga: Penuh Kejutan! Inilah Jadwal Resmi Pertandingan Babak 16 Besar Piala Dunia 2022 Qatar

Kerugian masyarakat karena kemacetan lalu lintas, waktu kerja terlambat, kehilangan momen pertolongan medis bagi mereka yang kritis,

sehingga uang kita yang habis hanya untuk mendanai makan, minum, perlengkapan dan biaya operasi pengamanan polisi, tentara dan satuan pengamanan, rusaknya fasilitas umum dan trauma fisik mereka yang luka dan sakit serta gangguan kejiwaan terhadap para korban.

Rasa ikut mempunyai bangsa Indonesia semakin pudar oleh suara kebencian dari para provokators yang menjijikkan, sehingga menguras kemampuan kita untuk membangun kekuatan militer di laut, selain juga di darat dan udara.

Sudah waktunya kini para alumni STHM dan para ahli hukum nasional mendukung otoritas yang terkait, baik di jajaran Eksekutif, Legislatif maupun Judikatif yang mengatur, agar demonstrasi massa hanya boleh dilakukan di tempat-tempat tertentu saja yang terlokalisir.

Baca Juga: Bikin Tim Samba Keok, Kamerun Tetap Tersingkir Dari Piala Dunia 2022 Qatar

Dan harus dilarang penggunaan megafon atau pengeras suara, seiring dengan larangan menebarkan kebencian melalui hoaks dan simulakra.

Aturan demo di tempat tertentu tetap dapat menjamin tercapainya tujuan demo, untuk menyampaikan perasaan individu maupun kelompoknya.

Namun hukum juga harus melindungi masyarakat dari kerugian yang tidak perlu, sehingga mengatur tentang cara manusia bertindak yang empirik, bukan tujuan dalam pikiran manusia yang abstrak.

Penggunaan pengeras suara adalah hak polisi untuk mengendalikan keadaan agar tidak kacau, bukannya hak kordinator demonstran untuk mengatur pengacauan.

Baca Juga: Enam Fakta Pura Mangkunegaran, Lokasi Pernikahan Kaesang dan Erina

Hampir semua demonstrasi massa cenderung kacau, karena massa memang tidak berpribadi, yang rentan terhadap suatu seruan yang menyesatkan.

Aturan demikian adalah demi menegakkan disiplin sosial masyarakat yang beradab yang bukan berarti membatasi kebebasan individu, tetapi karena kebebasan individu telah melanggar kebebasan masyarakat.

‘Salus Populi Suprema Lex Esto’ bahwa hukum yang tertinggi adalah keselamatan rakyat, demikian pesan legendaris yang terngiang selalu di telinga para ahli hukum.


*Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer.
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara.
Guru Besar Emeritus Universitas Pertahanan RI.***

Berita Terkait