DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Sang Raja Buah Berpadu dalam Kain: Batik Durian Lubuklinggau Mendunia Merajut Tradisi Ciptakan Hal Fantastis

image
Koleksi JYK menggunakan Batik Durian Lubuklinggau di Milan Fashion Week 2021. (Instagram/JYK_fashionlabel)

ORBITINDONESIA.COM- Meski baru berumur 10 tahun, sejak ditemukan pada 2013, batik durian Lubuklinggau cukup digemari berbagai kalangan, kepopulerannya pun melesat begitu cepat hingga taraf dunia.

Batik durian Lubuklinggau berhasil menebarkan pesonanya pada Milan Fashion Week 2021 dan 2022 di Milan, Italia.

Pada ajang fesyen bergengsi dunia itu, jenama busana lokal, JYK, memanfaatkan batik durian Lubuklinggau untuk daya tarik koleksinya bertema “Revolutionary Hope”, memadukannya dengan gaya punk era ’70-an untuk menjamah pasar generasi muda.

Baca Juga: Prediksi Skor Pertandingan Persikabo 1973 vs PSIS Semarang: Head to Head dan Perkiraan Susunan Pemain



“Ini merupakan koleksi perdana JYK, mengekspos keunikan kreasi motif buah durian dan bunganya yang menjadi hak paten dari batik tulis modern, batik durian Lubuklinggau,” ujar desainer dan pendiri JYK Jenny Yohana Kansil, beberapa waktu lalu.

Batik durian Lubuklinggau beranjak dengan sederhana dan tidak muluk-muluk. Hal yang utama adalah eksis dan berkembang.

Saat itu, Yetti belum sampai terpikir untuk dapat tampil di panggung pekan mode internasional dan diminati publik hingga luar negeri.

Baca Juga: Benny Ramdani Minta Kejaksaan Negeri Kota Tangerang Hukum Pegawai BP2MI yang Terlibat Pungutan Liar

"Batik durian dengan kesederhanaannya tampil cantik dan memberi warna yang berbeda pada kain khazanah Nusantara. Setelah satu dekade, kini kami makin percaya diri. Apalagi nyawa batik durian sudah ada dan tidak mudah direplika oleh orang lain,” kata Yetti.

Menariknya, tanggapan publik terhadap keberadaan motif durian pada batik ternyata cukup positif dan besar. Durian digambarkan sedemikian rupa dalam kain tetap kelihatan cantik.

Sebuah ide yang mungkin sederhana tapi dengan eksekusi yang tepat bisa membuatnya mempesona.

Baru usai Milan Fashion Week, pesanan kain batik durian Lubuklinggau melonjak hingga lebih dari 1.500 lembar, tiga kali lipat dari jumlah rata-rata pesanan biasanya.

“Tidak hanya orang Indonesia, tapi juga masyarakat dunia menyukainya,” imbuh Yetti.

Baca Juga: Inilah Cara Kurohige Dapatkan Duplikat Buah Iblis di Manga One Piece, Salah Satunya Kekuatan Shirohige

Asal-usul

Ide motif durian muncul satu dekade lalu, ketika Yetti yang juga istri Wali Kota Lubuklinggau periode 2013-2018 dan 2018-2023 Prana Putra Sohe, tengah mencari suatu ciri khas yang bisa dijadikan ikon kota itu.

“Ini muncul karena Lubuklinggau sebelumnya tidak punya ciri khas khusus, sementara menurut saya, sebuah kota atau kabupaten harus punya ciri khas yang menjadi kebanggaan, atau sesuatu yang akan dicari orang ketika datang ke tempat kita,” imbuh Yetti.

Yetti menjelaskan, Kota Lubuklinggau dikenal dengan sebutan "Kota Transit" karena berada persis di persimpangan jalan lintas tengah Sumatera. Dalam perkembangannya, jasa adalah salah satu sektor penyokong ekonomi terbesar kota itu.

Baca Juga: Joe Biden Mengatakan Bukan Israel yang Bertanggung Jawab Atas Ledakan Rumah Sakit di Gaza

Alasan itu lah yang menurut Yetti, membuat Lubuklinggau tidak memiliki sesuatu yang dapat menjadi ciri khas.

Ia pun akhirnya berinovasi dengan menggunakan durian sebagai motif andalan wastra untuk daerahnya.

“Saya tidak mau terperangkap pada yang namanya filosofi khusus, karena saya pikir ini Lubuklinggau adalah kota baru, kota yang baru dibekalkan, jadi, kain kita pun bisa jadi kain yang baru, tanpa harus terjebak dengan filosofi khusus,” kata dia.

“Jadi memang saya bebaskan desainnya seperti itu, dibantu beberapa pengrajin dari Pekalongan pada awalnya,” Yetti menambahkan.

Baca Juga: Skandal Terheboh: Britney Spears Ungkap Aborsi dalam Hubungannya dengan Justin Timberlake

Sumber kehidupan ibu rumah tangga

Seperti diketahui, kota dengan jumlah penduduk sekitar 240 ribu jiwa itu bukan merupakan penghasil wastra atau kerajinan lainnya, sama sekali tidak ada pengrajin wastra di sana.

Namun itu dulu. Sedikit demi sedikit, kini telah hadir lebih dari 50 pengrajin lokal menuangkan kreasinya pada batik durian Lubuklinggau, memproduksi sekitar 350 lembar kain per bulannya.

Tidak hanya berkreasi, puluhan pengrajin yang kebanyakan terdiri dari ibu rumah tangga itu juga menjadikan kain demi kain sebagai sumber kehidupan bagi mereka.

Berbagai pelatihan ilmu membatik pun terus diberikan, dengan melibatkan pengrajin batik dari Pulau Jawa yang telah lebih dulu mahir pada bidang ini. Awalnya, mereka yang tak biasa menggunakan canting (alat membatik) dan malam (lilin batik) pun kini telah mahir dan mampu melahirkan batik dengan kecantikan tersendiri.

“Dulu mereka sering kesulitan, ‘bagaimana ini ibu? Kenapa hasilnya jelek?’ Saya akan katakan lagi ke mereka, ‘yang katakan jelek siapa? Ini tidak jelek kok, sebuah hasil karya seni itu tidak ada yang salah, yang salah itu karena kamu menciptakan target sendiri,” kata Yetti.

“Kemudian, latihan-latihan itu justru itu membuat pengrajin di Lubuklinggau menjadi lebih cerdas dan fleksibel,” tambahnya.

Baca Juga: The Girl Fest Lanjut Ke Bandung Bareng Nagita Slavina hingga Chelsea Islan Menutup Roadshow Terakhir Di 2023

Wastra ramah lingkungan

Penting untuk memperhatikan produk-produk wastra ramah lingkungan dan mendukung produsen yang berkomitmen pada praktik-produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Ini yang juga dilakukan para pengrajin batik durian Lubuklinggau. Kain yang dijual pada kisaran harga Rp250 ribu hingga Rp3,5 juta itu menggunakan pewarna alam seperti jengkol, pinang, indigo, hingga kayu tangi.

Hal itu membantu mendukung lingkungan dan mendorong industri tekstil menuju arah yang lebih berkelanjutan. Selain itu, pasar internasional kini juga telah condong memilih produk-produk ramah lingkungan.

Kami hanya akan pakai yang ramah lingkungan, 100 persen katun dan sutra murni, kami juga sudah belajar teknik pembuangan limbah yang cukup ramah lingkungan seperti tidak langsung membuang kain sisa, tapi mencelup kembali warnanya dengan kain lain,” Yetti menjelaskan.???????

Baca Juga: BRI dan FishLog Jalin Kerja Sama, Mudahkan Akses Keuangan Digital bagi Pelaku Usaha Perikanan di Sambas Kalima

Diabadikan dalam buku

Diluncurkan di Jakarta, Minggu (15/10), Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui TP-PKK dan Dekranasda Lubuklinggau merilis buku “Batik Durian Lubuklinggau” untuk memperkaya khazanah batik Nusantara.

“Buku ini semoga bisa jadi awal untuk mengenalkan dan membuka mata agar publik dapat memahami keberadaan batik durian Lubuklinggau di antara batik-batik Nusantara," kata Yetti.

Buku berjenis coffee table book itu menceritakan satu dekade perjalanan batik bermotif durian yang kini menjadi ciri khas Lubuklinggau.

Terdiri dari 13 bab, buku ini diharapkan tidak hanya membuat pembaca mengenal lebih dalam tentang batik durian Lubuklinggau, namun juga turut bangga akan batik Nusantara yang semakin kaya dan beragam, termasuk kisah di baliknya.

Baca Juga: Shafira, Ciccio, Ganta, dan Vonzy Seru-seruan di Funmatch ANC 2023
Penulis buku Rai Rahman Indra mengatakan bahwa buku ini diluncurkan tidak hanya sekedar mengenalkan wastra yang tergolong baru di antara batik khas daerah lainnya, namun juga menjadi literasi terhadap kekayaan intelektual milik Indonesia.

“Batik diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari Indonesia, namun hingga saat ini kalau kita cari buku tentang batik, itu sangat sedikit sekali, kita bangga dengan batik, tapi kita tidak punya literasi tentang batik yang cukup,” kata Rai.

“Semoga buku ini bisa menjadi penggugah bagi setiap daerah yang memiliki batik untuk lakukan hal serupa,” ujar mantan jurnalis tersebut menambahkan.

Seperti keinginan penemunya dan penulis buku "Batik Durian Lubuklinggau", kisah inspiratif perjalanan penciptaan hingga dikenalnya batik durian ke mancanegara ini diharapkan bisa memicu tumbuhnya kreativitas-kreativitas baru di bidang fesyen di Indonesia, yang pada gilirannya memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.***

Berita Terkait