DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pepih Nugraha: Sambo dan Runtuhnya Kebanggaan Subjektif Kami

image
Pepih Nugraha

ORBITINDONESIA - Kolumnis Pepih Nugraha, dalam tulisannya yang disebar di medsos, 14 Agustus 2022, menyataklan: Mungkin terlalu jauh mengaitkan jatuhnya seorang Ferdy Sambo, jenderal polisi bintang dua yang tiba-tiba menjadi pesakitan dengan Donna Haraway.

"Tentu bukan membandingkan sosok mereka yang pasti tidak "nyambung" -satu polisi berpangkat, satunya lagi ilmuwan ternama- melainkan pendapat yang pernah dikemukakan profesor Amerika Serikat yang banyak mengkaji manusia dan perkembangan teknologi itu," tulis Pepih Nugraha.

Dalam buku "When Species Meet" Haraway mengemukakan tentang jatuhnya kebanggaan subjektif manusia, "di mana intinya manusia yang semula menganggap diri sebagai makhluk paling super di jagat ini, ternyata tidak ada apa-apanya," lanjut Pepih Nugraha.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Baca Juga: Prinsip Kehidupan: Kita Seperti Kupu Kupu yang Tak Tahu Warna Sayapnya Sendiri

Doktrin manusia sebagai "superhuman" ("Ubermensch" menurut istilah Friedrich Nietzsche) dalam filsafat maupun agama (keyakinan), ternyata makhluk yang sedemikian lemah, bahkan tak berdaya menghadapi apa yang disebut Haraway sebagai "Cyborg", mesin yang memiliki artificial intelligence super.

Runtuhnya kebanggaan subjektif manusia dimulai dengan Nicolaus Copernicus yang menyingkirkan anggapan bahwa Bumi tempat manusia berpijak adalah pusat semesta (kosmos) dan tata surya.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Keyakinan usang yang sempat diyakini penguasa keyakinan (agamawan) saat itu "mrotol" dengan hadirnya Copernicus dengan segala konsekuensi yang harus ditanggungnya.

Penyebab runtuhnya kebanggaan subjektif manusia berikutnya adalah hadirnya Charles Darwin dengan teori evolusinya.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Laga Usai, Manchester United Jadi Penghuni Dasar Klasemen, Brentford Naik Peringkat 3

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

Semula, anggapan bahwa manusia makhluk paling mulia di dunia ini, ternyata di mata Darwin manusia adalah makhluk yang sama-sama pernah pernah mengalami evolusi yang sama dengan primata lainnya.

Jangankan dengan kera, dengan kadal pun manusia pernah senasib sepenanggungan. Maka jangan menghina kadal, mana tahu mereka "saudara"-mu juga!

Jadi, silakan tersenyum dikulum kalau ada yang sengit mengatakan bahwa Charles Darwin berpendapat manusia itu berasal dari monyet, kemudian melecehkan ilmuwan itu di gereja atau vihara.

Baca Juga: Piala AFF U19: Kalahkan Filipina 5-1, Peluang Indonesia ke Semifinal Tetap Terbuka

Penyebab runtuhnya kebanggaan subyektif manusia lainnya adalah hadirnya Sigmund Freud dengan pisau psikoanalisis-nya.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Lawan Brentford, Manchester United Babak Belur di Babak Pertama

Manusia yang katanya makhluk berkesadaran paling jempolan, rasional, terukur dan terkendali, ternyata sebagian besar hidupnya digerakkan justru oleh alam bawah sadar, oleh ketidaksadaran mereka. Apa bedanya dengan mabuk, epilepsi atau halusinasi?

Baca Juga: Piala Dunia U20: Uruguay dan Korea Selatan Amankan Tiket Semifinal

Terakhir Haraway sendiri mengemukakan jatuhnya kebanggaan subyektif manusia oleh kehadiran "Cyborg", ketika mesin yang memiliki kecerdasan buatan mampu mengalahkan manusia dalam sejumlah hal; kecepatan, kepintaran, kekuatan dan seterusnya.

Paparan Haraway sesungguhnya mengajak kita semua, yang merasa diri manusia, untuk sejenak merenung apa iya kita makhluk yang paling mulia dan berkuasa di dunia ini.

Pemimpin Irak Saddam Hussein yang berkuasa penuh tak ubahnya ikan jambal roti yang digantung saat dijemur.

Baca Juga: Prediksi Dampak El Nino di Indonesia, Produktivitas Panen Padi Berkurang 5 Juta Ton

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Pemuncak Klasemen Manchester City Kalahkan Bournemouth 4 Gol Tanpa Balas

Lihatlah Manuel Noriega, pemimpin militer Panama yang dilucuti Amerika Serikat, yang semula gagah dengan seragam penuh lencana dan tanda kepangkatan, menjadi sekadar narapidana biasa ketika fotonya tersebar ke seluruh dunia sebagai pesakitan yang tak ubahnya maling ayam.

Demikian juga pemimpin Libya Moammar Khadafy yang tewas di jalanan oleh rakyatnya sendiri, digelandang sampai tak ubahnya maling kelas coro.

Baca Juga: SEA Games 2023: Prediksi dan Link Streaming Indonesia Melawan Myanmar, Waktunya Raih Puncak Klasemen

Sekarang sejenak bayangkan seorang Ferdy Sambo yang bulan lalu masih gagah, perkasa, berkuasa, dan berwibawa dengan dua bintang bertengger di pundak, kini menjadi orang yang tidak lebih terhormat dari polisi berpangkat brigadir atau bhayangkara dua tetapi tidak kriminal.

Semua kehormatan telah dilucuti, termasuk jabatan mentereng yang pernah digenggamnya, Kadiv Propam.

Baca Juga: Dr KH Amidhan Shaberah: Setelah Ayman Al Zawahiri Tewas, Waspada dan Hati hati

Baca Juga: Survei Charta Politika: Bobby Nasution Ungguli Edy Rahmayadi di Sumatra Utara

Sambo telah menjadi pesakitan atas perbuatannya melakukan pembunuh terencana yang menewaskan ajudannya sendiri, Brigadir J. Bahkan yang paling mengerikan, hukuman mati telah menantinya di ujung lorong pengadilan.

Jadi, apa lagi yang akan kalian bangga-banggakan, duhai manusia? (Pepih Nugraha) ***

Berita Terkait