DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kemen PPPA: RUU Perlindungan PRT Perlu Segera Disahkan

image
Jokowi minta RUU terkait PRT segera disahkan

ORBITINDONESIA - Para pekerja rumah tangga  atau PRT, khususnya perempuan, rentan mengalami perlakuan diskriminatif dan kekerasan.

Fakta ini mendorong pemerintah untuk menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT) yang saat ini masuk dalam RUU Prioritas 2023 untuk dapat segera disahkan.

Ratna Susianawati selaku Deputi Perlindungan Hak Perempuan (Kemen PPPA) mengatakan, RUU Perlindungan PRT sangat penting untuk melindungi baik pekerja, pemberi pekerja juga penyalur kerja. Saat ini, lanjut dia, regulasi terkait pekerja rumah tangga masih setingkat kementerian.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Kisah Protes Soekarno dengan Petinggi Muhammadiyah Tentang Tabir yang Belenggu Perempuan

Menurut Ratna, regulasi untuk meletakkan legal standing yang tinggi setingkat UU sangat dibutuhkan.

"Ini penting bila  melihat data dan fakta ada kecenderungan pekerja rumah tangga yang sebagian besar perempuan dan termasuk di dalamnya ada anak-anak," kata Retna dalam diskusi FMB9- yang digelar secara daring, Senin 30 Januari 2023.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

"Ini yang menjadi perhatian kita semua. Esensi  yang akan diusung dari RUU ini yang pertama adalah memberikan pengakuan dan perlindungan kepada pekerja, pemberi kerja dan juga penyalur,” tambahnya.

Saat ini, para pekerja yang notabene perempuan masih rentan mengalami diskriminasi, kekerasan dan bahkan eksploitasi. Regulasi setingkat UU, lanjutnya, juga untuk  memastikan bagaimana hal itu tidak terjadi.

Baca Juga: Langkah Mudah Mendaftar Kartu Prakerja Gelombang 48 Tahun 2023, Berikut Deretan Syarat yang Harus Terpenuhi

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

"Ini yang menjadi suport kami di Kementerian PPPA sebagai kementerian yang dimandatkan agar negara hadir menyusun berbagai kebijakan  terutama untuk memberikan perlindungan kepada perempuan khususnya pekerja rumah tangga," bebernya.

Lebih lanjut, Ratna menyampaikan bahwa lima tahun ke depan Kemen PPPA berkomitmen untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi.

"Ini yang terus kita dorong bagaimana memastikan berbagai aturan perundangan. Karena kalau kita lihat saat ini,  masih rentan kekerasan rumah tangga, terkait perdagangan orang, perlakuan diskriminatif."

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

"Kemen PPPA berkomitmen untuk memastikan ruang-ruang dan juga aksesibilitas korban kekersan utamanya pekerja rumah agar mendapatkan pendampingan hukum dan layanan sesuai kepentingan hak-hak yang harus dipenuhinya," papar Ratna.

Baca Juga: Guru yang Diduga Berbuat CABUL kepada Siswanya di Trenggalek Jawa Timur Dinonaktifkan

Selain  itu, Kemen PPPA juga terus melakukan kampanye secara masif mendorong para pekerja rumah tangga agar berani bersuara ketika mengalami kekersan.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

"Saat ini yang terus kita dorong adalah kampanye-kampanye yang masif agar perempuan bisa bersuara ketika mengalami diskriminasi dan kekerasan," ujarnya.

Sebap itu, tambahnya, pihaknya juga melakukan pelatihan dan pemberdayaan serta pendampingan, supaya pekerja rumah tangga tidak hanya bekerja di dalam negeri.

"Ini yang kami lakukan secara masif dan tentunya kami berkolaborasi dengan lembaga yang lainnya," imbuhnya.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Kapan Ramadan 2023 Tanggal Berapa, Ini Ketetapan Hasil Hisap Versi Muhammadiyah

Lanjutnya, RUU PPRT akan mencakup regulasi terkait antara lain jaminan kerja, jam kerja, cuti, jaminan kesehatan.

"Hal- hal yang menjadi titik kerentanan harus dipastikan. Misalnya, skil. Ini penyebabnya antara pemberi kerja dan pekerja harus ada kontrak kerja. Siapa berbuat apa siapa melakukan apa. Ini untuk menghindari terjadinya salah pengertian yang berujung kepada perlakuan kekersan," pungkasnya.***

Berita Terkait