DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Ganjar dan Mahfud MD: Kita Butuh Pasangan Pemimpin Pendobrak Sistem

image
Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bisa jadi pasangan pendobrak sistem di negara ini.

ORBITINDONESIA.COM - Tidak bisa dimunafikan bahwa revolusi mental yang digadang-gadang 2 periode, telah gagal mendobrak sistem. Pengelolaan negara hasilnya masih lebih menguntungkan segolongan kelas elite yang bersekongkol dengan pedang kekuasaan.

Mengelola negara telah gagal menguntungkan negara. Potensi SDA yang melimpah yang dikelola melalui sistem kolusi, menjadikan negara juga gagal mensejahterakan 270 juta kepala secara merata dan berkeadilan.

Negara gagal memelihara orang-orang miskin dan terlantar seperti tercantum dalam UUD yang menjadi tanggung jawab pengelola negara.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Brighton vs Man United: Siapa Paling Pantas Jadi Lawan Man City di Final Piala FA, Simak Prediksi Pertandingan

Sistem kolusi sukses mempertahankan dirinya dari upaya berkeadilan bagi semua pihak. Para penentu dan pelaksana kebijakan dalam kekuasaannya masih belum sepakat mengakhiri modus penjarahan besar-besaran di lumbung padi sendiri.

Rakyat sekedar menjadi penonton pertunjukan akrobat perampokan, tanpa bisa protes apalagi menantang perubahan.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Apa yang dilakukan Mahfud MD di depan anggota dewan wakil rakyat, sudah diperhitungkan dampaknya. Hanya menjadi teriakkan serak di tengah riuh pasar para penjilat.

Yang dihadapi oleh Mahfud MD sebuah tebalnya tembok sistem. Yang dilawan hanya oknum pelaksana sistem. Siapapun orangnya sepanjang sistem kolusi masih berlaku hanya bergiliran pelakunya. Pengelolaan negara diatur atas dasar kepentingan dari dan untuk golongan.

Baca Juga: Hattrick Riyad Mahrez ke Gawang Sheffield United Sukses Antarkan Man City Melaju ke Final Piala FA

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Ratusan triliun uang kolusi yang diungkap Mahmud MD, seolah diamini para dewan dengan menyiratkan pesan: jangan sekali kali mencoba merubah sistem, kami para penjaganya akan mempertahankannya sampai akhir masa jabatan, sebelum kemudian diwariskan.

Mahfud dengan "kacamata kudanya" berusaha lurus memandang persoalan hitam dan putih. Menyampaikan secara telanjang rahasia umum yang dianggap tabu, menjadi bentuk ancaman serius bagi mereka.

Mahfud MD hanya bisa berteriak, tapi tidak bisa menebang batang besi. Mahfud yang sedang berharap hikmah dengan memukul batang besi, suaranya beresonansi jauh ke pelosok. Lalu kita tersadar tentang sebuah kesalahan besar yang paling mendasar.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Bahwa setiap orang Indonesia bisa mendapatkan uang Rp 20 juta setiap bulan tanpa kerja termasuk bayi yang baru lahir dianggap mimpi. Mengutip pernyataan mantan Ketua KPK, Abraham Samad, Mahfud sedang berhitung seandainya saja celah korupsi bidang pertambangan bisa ditutup, itu bukan lagi mimpi.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Liverpool Sukses Klaim Kemenangan Atas Nottingham Forest di Anfield Stadium

Jika korupsi bisa diantisipasi, keadilan ekonomi bukan lagi halusinasi. Namun siapa yang sudi menghapus satu celah korupsi yang sudah tersistem secara masif itu? Mustahil dilakukan oleh para pembuat sekaligus pelaku sistem tersebut.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Apa yang dipikirkan, disampaikan didobrak Mahfud MD sudah benar bagi sebagian besar rakyat sebagai penonton, tetapi tidak bagi para elitenya.

Sumber Daya Alam yang melimpah sejatinya bukan milik negara seutuhnya, namun milik kekuasaan. Milik para pemilik modal yang berusaha melipatgandakan kerakusannya.

Bagaimana cara merebut hak keadilan yang dirampok mereka , setidaknya harus dimulai dengan memilih pemimpin dan wakil rakyat yang benar. Jokowi menjadi pemimpin 2 periode adalah kecelakaan terbesar para penyamun, tetapi menjadi keberuntungan bagi perindu keadilan.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Saiful Huda Ems: Ganjar yang Mendapat Ganjarannya

Meski tidak lantas menghentikan aksi perampokan, setidaknya Jokowi sudah menanamkan kesadaran akan perjuangan hak keadilan. Jangan makan sendiri menu pesta lalu menyisakan sedikit kepada rakyat agar tetap bertahan hidup.

Kita butuh pemimpin yang paham kesulitan rakyat, bukan pemimpin yang melayani pesta para elitenya. Jokowi baru bisa peduli dengan sebagian kecil bisa dilakukannya. Berbagi kepada rakyat di tengah kepungan pembagian porsi yang sadis bagi keadilan.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Jokowi tanpa sungkan mengumpulkan butiran nasi sisa pesta yang tercecer, untuk dibagikan kepada rakyat penonton di sekeliling acara pesta. Jokowi yang belum mampu mengajak masuk para jelata di ruang pesta.

Kita butuh penerus Jokowi yang berkarakter pendobrak ugal-ugalannya sistem. Mahfud MD sudah menyiratkan karakter perlawanan pada bobroknya fundamental, sebagai syarat memperbaiki sistem.

Baca Juga: VIRAL, Ibu Ini Curhat Bayinya Takut Kena Penyakit karena Dipegang dan Dicium Orang ketika Lebaran, Waduh...

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Mahfud sedang mewakili suara lirih buruh, petani, pemilik lahan. Tangis para pencari kerja dan isak ibu-ibu yang gagal menyehatkan balitanya dengan vitamin. Bukan karena mereka yang tidak melakukan apa-apa, tetapi mereka yang dirampas hak ekonominya dianggap hal biasa.

Memberi kepercayaan kepada Mahfud untuk menjadi pemimpin adalah suara perlawanan pada sistem. Syarat menjadi penerus Jokowi sudah satu bab terpenuhi.

Lalu bagaimana dengan Ganjar? Dia pendobrak kebrutalan intoleransi yang terjadi karena Jokowi berkuasa membela toleransi.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Ganjar dan Mahfud MD, pasangan pemimpin yang memuakkan bagi para perompak negara, tapi menyejukkan bagi penghuni negeri yang capek dikadalin para elitnya.

Gitu aja dulu

(Oleh: Dahono Prasetyo)

Berita Terkait