DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kisah Ersis Warmansyah Abbas yang Sudah Menulis 150 Buku

image
Ersis Warmansyah Abbas

ORBITINDONESIA.COM - Ersis Warmansyah Abbas (Ewa) menulis sekitar 150 buku, tetapi tidak mendapat hadiah. Hal tersebut menandakan apa yang ditulis tidak bermutu.

Menulis doang. Sekadar menulis. Kira-kira begitu ungkapan bak peluru yang ditembakkan tanpa ampun. Benar juga. Saya tidak mendapat hadiah. Begitu kenyataannya, begitu adanya.

Ketika seseorang mendapat penghargaan sebagai penulis buku terbanyak, ada yang “mengompori”. Saya tertawa saja. Saya paham hak saya dan hak pemberi hadiah. Bahkan, ketika orang-orang rekor MURI menghubungi, tidak tertarik.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Baca Juga: Sinopsis film The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes: Kisah Epik Masa Muda Coriolanus Snow

Ketika itu MURI ke ULM memberi penghargaan, eit Rektor ULM, Prof. Sutarto Hadi menyodorkan nama saya, MURI bersetuju. Saya tidak he he.

Anti penghargaan? Tentu tidak. Bisa jadi belum waktunya. Tetapi, kalau ada pembaca yang memberi penghargaan, apalagi ada cuannya, beberapa milyar, eman-eman ditolak. Bagaimanapun tentu ada penghargaan didapat. Pastilah.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Penghargaan terbesar diundang untuk sharing, pelatihan, workshop, atau apalah namanya sebagai nara sumber. Jangankan hal-hal formal. Saya diplototi kasir ketika membayar tagihan: “Bill Bapak sudah dibayarkan oleh yang berbaju putih”.

Sepengalaman saya, berpuluh kota didatangi memenuhi undangan dari berbagai instansi atau lembaga, bukankah penghargaan? Apalagi, transportasi, akomodasi, konsumsi sampai honor disediakan, apakah bukan penghargaan?

Baca Juga: Spoiler Drakor Castaway Diva Episode 8, Identitas Jang Ki Ho Terbongkar, Akankah Ayahnya yang Jahat Menemukannya?

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

Tidak terpungkiri, manakala ke luar daerah dijemput dan disahabati banyak pihak. Hebat. Karena tulisan. Ya, kebanyakan membaca tulisan saya.

Masalah ada yang menilai saya “Penulis Kacangan” atau penulis tidak bermutu, ya silakan saja. Diundang ke luar negeri dikarenakan menulis, bukankah penghargaan? Saya malah sedih ketika diundang, misalnya ke India atau negara lain, tidak dapat menunaikan dikarenakan berbagai hal. Hal tersebut tentu kurang berkenan di perasaan.

Tidak salah kiranya bila kunciannya, menulis ya menulis, mengekpresikan diri dan tugas diri. Manakala demikian, pastilah hal menyenangkan. Apalagi, tandemnya berbagi.

Baca Juga: Piala AFF U19: Kalahkan Filipina 5-1, Peluang Indonesia ke Semifinal Tetap Terbuka

Menulis berbagi? Ya, iyalah. Dipastikan saya tidak mampu berbagi sembako, misalnya sekali lima tahun, kepada banyak orang. Berbagi sembako tentu bagus sesuai niat baik, akan tetapi, saya tidak sanggup. Untuk itu, berbagi sesuai kemampuan, ya melalui tulisan. Berbagi melalui tulisan.

Baca Juga: Israel Hanya Izinkan Setengah Bantuan Bahan Bakar Masuk ke Gaza

Sejelek atau sekuno apapun pola pikir atau tulisan saya, Insya Allah adalah hal-hal baik, hal-hal bermanfaat sebagai muatannya. Manakala nyambung dengan kemanfaatan bagi pembaca, bukankah hal tidak kalah hebat dibanding penghargaan?

Penghargaan dilakukan oleh mereka atau lembaga berdasarkan kriteria tertuntu. Baik menurut penilaian mereka. Hak mereka menentukan.

Baca Juga: Piala Dunia U20: Uruguay dan Korea Selatan Amankan Tiket Semifinal

Pembaca cerdas dan budiman. Bukan hendak bersombong-songng atau membangun pencitraan, saya banyak menyalin jejaring dikarenakan menulis, dibeking tulisan.

Jejaring penting dalam mendayung kehidupan dan berkomunikasi dengan beragam dan berbagai orang dan pihak tanpa harus bersua. Tanpa bertemu tidak pernah berjabat tangan, tetapi menjadi sahabat. Duh, seru.

Tulisan adalah wakil diri melalui tulisan. Manakala kurang membaca, tulisan cerminannya. Bila intelektual pada level tertentu, menulis selevel intelektualitasnya. Penulis penyiksa diri akan menulis agar orang lain tersiksa. Mustahil meminta tulisan nasehat kepada orang yang mendidik dirinya berghiba atau menghina.

Baca Juga: Prediksi Dampak El Nino di Indonesia, Produktivitas Panen Padi Berkurang 5 Juta Ton

Baca Juga: Shin Tae Yong Ingatkan Pemain Timnas Indonesia Tak Ulangi Kesalahan Individu Ketika Melawan Filipina di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia

Yaps. Para penulis ecek-ecek hanya akan menghargai penulis ecek-ecek sekolamnya. Mustahil berpindah ke kolam lebih jernih. Lagi pula, pembelajar menulis lebih konsern kepada membelajarkan diri, belajar menulis. Mustahil menghebohkan diri dengan karya tulis orang lain. Penulis adalah mereka yang paham pikirannya.

Sebagai pembelajar menulis tulisan adalah hasil aktivitas menulis. Tulisan tidak perlu diposisikan sebagai kebenaran, sebab tulisan terbuka untuk diperdebatkan sampai dicaci.

Baca Juga: SEA Games 2023: Prediksi dan Link Streaming Indonesia Melawan Myanmar, Waktunya Raih Puncak Klasemen

Silakan pembaca menjadi hakim sesuai diri masing-masing. Menulis ya menulis saja mengacu niat baik. Dari menulis belajar, membelajarkan diri.

Salam menulis salam selamat bagi yang mendapat penghargaan karena kualitas tulisan. Selamat kepada yang selalu memposisikan diri sebagai pembelajar, pembelajar menulis.

Saya menulis tulisan ini sembari bergiat PPG Daljab. Semoga bermanfaat dan berkah. Aamiin.

Baca Juga: Survei Charta Politika: Bobby Nasution Ungguli Edy Rahmayadi di Sumatra Utara

(Oleh: Ersis Warmansyah Abbas) ***

Berita Terkait