DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

image
Denny JA.

ORBITINDONESIA.COM – Sudah waktunya puisi esai masuk ke kampus dan sekolah agar karakter, moral, dan budi pekerti lebih mudah disentuh melalui sastra.

Demikian Denny JA, penggagas puisi esai dalam sambutannya pada pembukaan Festival Puisi Esai, Senin 18 Desember 2023 di PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Festival puisi esai ini akan berlangsung selama dua hari ini, hingga besok 19 Desember 2023.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Menurut Denny JA, puisi esai memiliki potensi untuk mengembangkan karakter siswa dan mahasiswa, karena mengisahkan peristiwa sosial yang sebenarnya, dengan riset dan catatan kaki, dan diperkaya fiksi.

Festival puisi esai ini diikuti penyair ASEAN, dari Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Penyair dari Indonesia datang dari Aceh sampai Papua. Seluruh kursi di aula PDS HB Jassin penuh oleh pengunjung, dan masih banyak yang berdiri.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Dari daftar hadir panitia tercatat lebih 200 orang yang hadir.

Denny JA mengatakan, penulis tidak habis, dan profesi penulis akan tetap tumbuh.

Dia mengutip berita yang mengisahkan kegiatan protes penulis di New York yang berlangsung selama 148 hari berturut-turut.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Jumlah pendemo juga luar biasa banyaknya, 11 ribu penulis, yang tergabung dalam Asosiasi Penulis Amerika. Tuntutan mereka adalah menentang pelaku industri film menggunakan artificial intelligence (AI) untuk menulis skenario film.

Menurut mereka, kalangan industri telah menggunakan artificial intelligence untuk menulis dan mengedit karya mereka selaku penulis.

Penulis tersebut hanya bisa menerima jika AI digunakan sebagai alat pembantu pencari data. Bukan editor dan supervisor karya penulis.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Intinya penulis ini tidak ingin honornya dikurangi, karena sebagian kerja mereka diambil alih oleh AI.

“Sekarang memang era artificial intelligence. Sejak tahun lalu, saya juga sudah menggunakan AI ini,” ujarnya.

Ia bercerita, ia memberi instruksi kepada komputer:  tuliskan soal keindahan alam Indonesia dalam bentuk puisi. Lalu lahirlah puisi, yang bisa dinikmati.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Lalu Denny memberi perintah lagi: Tuliskan kisah Palestina dalam bentuk puisi esai. “Kali ini, AI gagal menulis puisi esai,” kata Denny.

Denny bertanya kepada teman yang ahli AI tentang hal ini. Temannya menjawab dengan bergurau. Menulis puisi esai lebih sulit. Karena harus ada catatan kaki.

“Kita beruntung karena AI belum bisa menulis puisi esai,” katanya.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Menurutnya, seandainya AI sudah bisa menulis puisi esai, itu tetap tak menjadi masalah. Manusia membaca sejarah. Sehebat apapun kemajuan teknologi, dalam sejarah seorang penulis tetap dibutuhkan.

“Teknologi datang dan pergi. Tapi seorang penulis tetap dibutuhkan,” katanya yakin.

Dia memberi alasan bahwa setiap zaman memerlukan narasi. Manusia di mana pun memerlukan penjelasan.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

“Apa yang tengah terjadi? Kita sedang bergerak ke mana? Para narator menjawab kebutuhan itu,” ujarnya.

Narator itu adalah penulis. Mungkin ia filsuf, ilmuwan, sastrawan, agamawan, penyair, termasuk juga penyair puisi esai.

Hal lain yang menurut Denny profesi penulis masih dibutuhkan adalah peristiwa di Finlandia. Tahun 2023 ini, Finlandia terpilih sebagai negara yang memiliki warga negara paling bahagia sedunia. Sudah enam kali berturut- turut negara ini dipilih oleh PBB.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Denny memberi penjelasan bahwa salah satu yang membuat warganya bahagia adalah karena kurikulum pendidikannya.

Di negara itu, untuk mengajarkan budi pekerti, moralitas, imajinasi, mereka menggunakan sastra. Novel, cerita pendek, puisi, menjadi medium untuk membuat anak didik berkembang imajinasinya, merasakan dilema moral lewat lewat kisah-kisah.

Jadi, katanya, sastra di sekolah menjadi masa depan puisi esai. Karena bangunan puisi esai itu memang menggabungkan fakta dan fiksi. Menggabungkan riset dan renungan.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

“Tak ada yang lebih kuat dari fakta, dari kisah sebenarnya, yang menjadi guru kita. Riset diperlukan untuk mengenali fakta itu. Dan ia dicantumkan dalam catatan kaki.”

Gabungan fakta dan fiksi itulah fondasi utama puisi esai.

“Maka kita niatkan. Itulah ruang pengabdian kita selanjutnya. Teman-teman di daerah, di luar negeri, akan kita bantu agar puisi esai goes to campus. Puisi esai goes to school,” katanya. ***

Berita Terkait