DECEMBER 9, 2022
Nusantara

Yaksindo Sebut Kesimpulan Audit Sampah Plastik oleh Sungai Watch Tidak Fair    

image
Ilustrasi sampah dan limbah plastik (Foto: Universitas Airlangga)

ORBITINDONESIA.COM - Yayasan Kelola Sampah Indonesia atau Yaksindo menilai, audit sampah plastik yang dilakukan Sungai Watch di sungai-sungai di Bali dan Banyuwangi tidak fair. Pasalnya, pengumpulan sampahnya hanya dilakukan di hilir sungai saja.

"Tidak bisa diambil sebuah kesimpulan terhadap keberadaan sampah plastik itu kalau hanya dilakukan di bagian hilir sungai saja,” ujar Ketua Yaksindo, Nara Ahirullah.

Menurutnya, audit yang benar itu tidak hanya dilakukan di bagian hilir sungai, tapi juga di bagian tengah dan hulu sungai. Dia mengatakan hulu itu di pabrik, tengah itu ada di masyarakat.

Baca Juga: Mayora Termasuk Lima Besar Produsen Pencemar Sampah Plastik di Indonesia

“Kalau mereka memang mau mengaudit, audit yang benar itu harus dilakukan menyeluruh. Jadi, harus dilihat dari pabrik itu keluar produknya misalnya 10 ribu pieces, kemudian di tengah atau di tingkat penjualan di masyarakat misalnya ada 5.000 pieces, dan yang ditemukan di sungai misalnya ada 2.000 pieces," tuturnya.

"Itu berarti yang 2.000 pieces inilah yang seharusnya yang dinilai tidak terkelola dengan baik sehingga jatuh ke badan air ke sungai,” lanjut Nara.

Sementara, lanjutnya, pada audit sampah yang dilakukan Sungai Watch itu hanya pengumpulan atau perhitungan di bagian hilir sungainya saja. Misalnya, ditemukan ada 2.000 kemasan yang menjadi sampah. Sementara, yang keluar dari pabrik sebanyak 10 ribu kemasan.

Baca Juga: Penggunaan Galon Sekali Pakai Menyebabkan Sampah Makin Menggunung

“Hal-hal seperti itu justru bisa dipakai oleh produsen polutan untuk berasumsi bahwa 8.000 kemasannya sudah terkelola dengan baik. Itu kan tidak fair. Padahal mungkin saja pengelolaan sampah mereka justru lebih buruk dari yang sampah-sampahnya banyak terjaring. Tapi, karena yang dihitung hanya di hilir sungai saja, seolah-olah sampah mereka dikelola dengan baik,” ucapnya. 

Dia menuturkan bahwa audit sampah yang didasarkan dari penjaringan yang dilakukan di bagian hilir sungai juga tidak selalu konsisten.

Apalagi, lanjutnya, sampah-sampah plastik yang mereka tracking itu dihitung berdasarkan rata-rata dari panjangnya sungai.

Baca Juga: Mau Tahu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau PLTSa, Lihat Contohnya di Bantar Gebang, Bekasi

“Berarti,  kalau ditemukan 2.000 pieces sampah plastik tertentu, kemudian sungai ini panjangnya misalnya 10 kilometer dan dirata-ratakan per kilometernya kan 200 pieces sampah. Nah, terus mereka berasumsi bahwa setiap ada sungai, per kilometernya pasti ada sampah tersebut sebanyak 200 pieces. Ini kan nggak fair,” tandasnya. 

Dia pun melihat audit-audit sampah seperti ini seringkali digunakan para produsen polutan tertentu sebagai greenwashing. “Ini tidak adil bagi para peodusen yang memang benar-benar mengelola sampah mereka dengan baik,” tukasnya. 

Jadi, menurutnya, yang terpenting itu adalah edukasi mengenai pengelolaan sampah ke masyarakat. Hal itu penting setiap saat dilakukan ke masyarakat supaya mereka mau mengelola sampah yang mereka gunakan. 

Baca Juga: Bikin Sampah Plastik Menggunung, Tanggung Jawab Produsen Galon Sekali Pakai Dipertanyakan

Dia menjelaskan, sampah itu harus dikelola dan bukan hanya ditangani. Yang namanya sampah dikelola itu adalah penanganan dan pengolahan.

Sedang penanganan itu hanya evakuasi sampah saja dari sumber timbulan sampah ke titik pengolahan, seperti yang dilakukan pada audit sampah itu.

”Nah, kalau tidak ada sistemnya pasti hanya ditangani saja, dievakuasi, terus ditaruh di satu tempat. Kalau pengelolaan, di masyarakat dibikin sistem, di tengah dibikin sistem terus kemudian di tempat pengelolaannya dibikin sistem, jadi arahnya ke daur ulang semua,” katanya.

Baca Juga: Suami Istri Imam Pesuwaryantoro dan Anjar Ningtias Ubah Sampah Pemilu 2024 Jadi Produk Kreatif

Sebelumnya, Sungai Watch, dalam audit sampah yang dilakukan hanya di sungai-sungai di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur, dan dirangkum dalam sebuah laporan berjudul 'Sungai Watch Impact Report 2023' menyimpulkan, ada 10 pencemar terbesar di sungai-sungai yang ada di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur.

Bali dan Banyuwangi sendiri hanya sebagian kecil saja dari wilayah Indonesia yang sangat luas, jadi tidak dapat merepresentasikan hasil kondisi sampah plastik di Indonesia.    

Selain itu, Sungai Watch juga mencatat 10 besar pencemaran sampah sachet. Di antaranya ada yang berasal dari perusahaan Wings, Unilever, PT Santos Jaya Abadi, Indofood, Siantar Top, Mayora Indah, Ajinomoto, P&G, Mama Lemon, dan Forisa.***

Berita Terkait