DECEMBER 9, 2022
Kolom

Entang Sastraatmadja: Menggoreng Isu Beras

image
Ilustrasi beras (Foto: Antara)

ORBITINDONESIA.COM - Secara sederhana isu diartikan sebagai sebuah persoalan, atau isu dapat juga dikatakan sebagai sebuah masalah, sesuatu yang sedang menjadi perhatian, yang terlintas kabar, desas desus atau banyak lagi peristilahan lain.

Isu adalah hal-hal yang belum tentu kebenarannya, hanya gosip, kabar angin, maupun kabar burung. Apabila isu ini dibiarkan berkembang dalam masyarakat akan menjadi masalah besar. Kata isu juga disebut dengan istilah desas-desus.

Sudah beberapa bulan, beras jadi pusat perhatian. Mulai dari Presiden hingga ke emak-emak membahasnya. Hebat nian posisi beras di negeri ini. Beras, bukan hanya sebuah misteri, tapi seringkali membuat heboh dalam melakoni kehidupan.

Baca Juga: Ironi di Negara Agraris, Warga Riau Pilih Beli Beras dari Thailand karena Lebih Murah

Jadi wajar, kalau Pemerintah memvonis, beras merupakan komoditas politis dan strategis. Meminjam istilah Proklamator Bung Karno, urusan beras di negara kita boleh jadi bakal terkait dengan mati hidupnya suatu bangsa.

Dicermati dari pokok soal yang dihadapi, paling tidak ada tiga hal yang sering berurusan dengan beras, sehingga mengedepan menjadi masalah serius dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Ketiga hal tadi, umumnya akan berkaitan dengan sisi produksi, sisi harga dan sisi konsumsi masyarakat. 

Baca Juga: Membagi Beras dan Stiker, Calon Anggota Legislatif di Kota Mataram NTB Ditetapkan Jadi Tersangka

Bagi para penggoreng isu, terutama mereka yang berseberangan dengan penguasa, beras memang cukup efektif dan sangat sexy. Salah satu alasannya, karena beras selalu dihubungkan dengan nyawa kehidupan manusia.

Tanpa beras, seolah-oleh tidak ada kehidupan. Masyarakat sendiri, terekam seperti yang sudah kecanduan dengan nasi, sehingga sangat sulit melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap nasi.

Budaya yang namanya makan harus nasi, sepertinya sangat sulit untuk diubah. Sejak 65 tahun lalu, sebetulnya Pemerintah telah menerapkan kebijakan untuk meragamkan pola makan rakyat, agar tidak hanya menggantungkan diri terhadap satu jenis bahan pangan karbohidrat sebagai makanan pokoknya.

Baca Juga: Bayu Krisnamurthi: Impor Beras oleh Bulog untuk Penuhi Bantuan Pangan, Stabilisasi Pasokan dan Harga

Hasilnya, belum banyak berubah. Padahal, di negeri ini, masih banyak tersedia bahan pangan non beras, termasuk keberadaan pangan lokal sendiri.

Pertama, beras akan muncul menjadi isu politik, sekiranya produksi anjlok. Turunnya produksi beras di dalam negeri, sering dituding sebagai salah satu kegagalan Pemerintah dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, khususnya untuk mencukupi konsumsi.

Itu sebabnya, tatkala El Nino menyergap, otomatis produksi beras turun cukup signifikan. Pemerintah sendiri tampak tak berdaya menghadapinya. 

Baca Juga: Syam Arjayanti: Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta Tidak Perlu Panik Soal Persediaan Beras

Akibatnya, kran impor beras pun dibuka lebar-lebar, sebagai upaya jangka pendek guna menjawab "darurat beras". Produksi beras yang melorot, membuat ketersediaan beras menjadi berkurang, sehingga isu kelangkaan beras pun tampil menjadi isi yang menggairahkan untuk dijadikan bahan diskusi.

Lebih gawat lagi, ketika harga beras di pasaran melejit cukup ugal-ugalan, membuat emak-emak berteriak agar Pemerintah segera menormalkan kembali harga beras.

Kedua, naiknya harga beras yang tak terkendali dengan baik oleh Pemerintah, tentu saja melahirkan kehebohan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Baca Juga: Bayu Krisnamurthi: Bulog Komitmen Penuhi Kebutuhan Beras Masyarakat Hingga Lebaran

Dihadapkan pada hal demikian, Pemerintah tampil dengan beragam langkah untuk mengendalikan harga beras. Operasi Pasar Beras Murah digelar di hampir seluruh Kabupaten/Kota. Penggelontoran beras impor dilakukan di berbagai pasar berskala besar. Sayang, langkah ini belum mampu menurunkan harga beras secara signifikan.

Isu beras ini semakin menghangat ketika media sosial memviralkan terjadinya antri beras di berbagai tempat. Orang-orang lalu membandingkan kejadian antri beras ini dengan yang terjadi di masa lalu.

Pertanyaan, "kok hari gini masih antri beras", terekam berseliweran di medsos. Serunya lagi, banyak anak bangsa yang mempertanyakan, kemana saja Pemerintah ini? 

Baca Juga: Kepala Wilayah Bulog Ahmad Mustari: Baru 24 Persen Beras Bantuan Pangan Tersalurkan di Tanah Papua

Ketiga, tentu saja terkait dengan impor beras, terutama munculnya analisis, impor beras sekarang telah menjadi kebutuhan dan bukan lagi sebagai pelengkap.

Betul, soal impor atau ekspor merupakan hal biasa dalam perdagangan internasional. Hanya, apakah tidak merasa salah, jika negara yang telah mempu meraih atribut dua kali swasembada beras (1984 dan 2022), kini harus mengimpor beras dengan angka yang cukup tinggi? Ada apa sebetulnya dengan Tata Kelola Sistem Perberasan di Tanah Merdeka ini?

 Impor beras sekitar 3 juta ton, betul-betul menggambarkan produksi beras yang dihasilkan para petani di dalam negeri, sudah tidak nampu lagi kebutuhan beras yang kian meningkat.

Baca Juga: Untuk Stabilkan Harga, Bulog Karawang Sebar Beras SPHP Hingga Menjelang Lebaran 2024

Walau sergapan El Nino dianggap sebagai biang kerok turunnya produksi, namun dengan semakin menurunnya jumlah surplus beras yang dihasilkan, hal ini mengindikasikan perlunya segera dilahirkan terobosan cerdas dalam menggenjot produksi dan produktivitas beras secara nasional.

Gaya dan model lama meningkatkan produksi sudah seharusnya lebih disempurnakan dengan menerapkan teknologi budidaya pertanian yang modern. Inovasi di bidang perbenihan penting terus dicari dan dikembangkan.

Penggunaan pupuk berimbang perlu terus digalakkan. Sistim irigasi yang terbengkalai penting untuk direvitalisasi. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman yang semakin efektif dan efisien, penting digarap. Bahkan Penyuluhan Pertanian pun penting diberi "darah baru" dalam penyelenggaraannya di lapangan.

Baca Juga: Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan Jamin Stok Beras Aman Hingga Lebaran 2024

Terlepas dari penggorengan isu beras yang cukup menghebohkan ini, keseriusan Pemerintah untuk menangani dan mencarikan jalan keluar terbaiknya, benar-benar sangat dimintakan.

Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional, dituntut untuk dapat meningkatkan sinergitas dan kolaborasi dalam melahirkan regulasi terkait Tata Kelola Sistem Perberasan yang lebih berkualitas.

Sekalipun dalam beberapa bulan belakangan, para Menteri yang bertanggungjawab atas Kementeriannya, terlihat sibuk menangani urusan politik, namun jangan lupa mereka pun telah diberi kehormatan dan tanggung-jawab oleh negara guna "menjaga" beras, agar tidak menjadi "bola liar" dalam panggung pembangunan yang dilakoni.

Baca Juga: Tentang Beras, Duta Besar Santo Darmosumarto Bangun Kerja Sama dengan Kamboja: Ingin Impor Beras

Fenomena sulitnya menurunkan harga beras, ada baiknya dijadikan proses pembelajaran untuk lima tahun ke depan.

Beras memang sexy. Bukan saja bagi sebagian besar warga bangsa, beras merupakan sumber kehidupan dan sumber penghidupan, namun harga beras pun menjadi salah satu faktor penentu angka inflasi dalam perekonomian nasional.

Sadar akan hal demikian, para penentu kebijakan perberasan, ada baiknya cukup serius dalam penanganannya. Ke arah sanalah sebaiknya kita melangkah.

Baca Juga: Di Tengah Hujan, Ibu Rumah Tangga Antre Bahan Pangan Murah di DKI Jakarta: Hemat Rp35 Ribu

(Oleh: Entang SastraatmadjaKetua Harian DPD HKTI Jawa Barat) ***.

Sumber: Medsos WhatsApp@generasi paska'45 jatengf

Berita Terkait