Guru Besar USK Mukhlis Yunus: Aceh Harus Mandiri Setelah 20 Tahun Perdamaian

ORBITINDONESIA.COM - Guru Besar Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Mukhlis Yunus mengingatkan, Aceh harus lebih mandiri secara ekonomi setelah perjalanan 20 tahun perdamaian, dan tidak lagi bergantung dari dana otonomi khusus (otsus).

"Aceh harus mengurangi ketergantungan pada dana otsus yang bakal berakhir pada 2027, dan harus mulai mengembangkan ekonomi yang mandiri," kata Prof Mukhlis Yunus, di Banda Aceh, Selasa, 5 Agustus 2025.

Tepat 15 Agustus 2025, Aceh telah mencapai 20 tahun perdamaian pascakonflik berkepanjangan. Perdamaian ini ditandai dengan penandatanganan MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), di Helsinki Finlandia pada 15 Agustus 2005.

Pascadamai, Aceh mendapatkan dana otsus sejak 2008 hingga 2027 nanti, besaran awal (2008-2022) sebanyak dua persen dari DAU nasional, dan kini (2023-2027) tinggal satu persen dari DAU nasional. Sejauh ini, Aceh sudah menerima sekitar Rp116,6 triliun.

Menurut Prof Mukhlis, dalam rangka peningkatan ekonomi setelah 20 tahun damai agar tidak lagi bergantung pada otsus, maka dalam hal ini Pemerintah Aceh harus melakukan beberapa langkah penting.

Pertama, meningkatkan investasi dalam pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten dan siap bersaing di pasar kerja. "Fokus pada pengembangan pendidikan yang berbasis pada kebutuhan industri dan masyarakat," ujarnya.

Kemudian, lanjut Prof Mukhlis, pemberdayaan ekonomi lokal. Di mana, perlu mengembangkan ekonomi berbasis masyarakat, seperti industri kreatif, pertanian, dan pariwisata, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Seperti, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Lalu, memperkuat tata kelola pemerintahan dan memperketat pengawasan terhadap praktik korupsi guna meningkatkan efektivitas pemerintahan, sehingga mampu membangun kepercayaan masyarakat. "Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam dan keuangan daerah," katanya.

Selanjutnya, mengembangkan potensi pariwisata Aceh, seperti keindahan alam dan budaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan mempromosikan budaya Aceh.

"Salah satu yang bisa dilakukan adalah meningkatkan infrastruktur pariwisata dan promosi yang kuat guna menarik wisatawan berkunjung ke Aceh," ujar Prof Mukhlis.

Lalu, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan menguntungkan masyarakat lokal. Misalnya, meningkatkan kontribusi sektor energi terhadap perekonomian lokal.

"Langkah ini bisa menghilangkan ketergantungan pada dana otsus. Apalagi, sesuai UU Pemerintahan Aceh, Aceh bisa mendapatkan 70 persen hasil migas di bawah 12 mil laut dan 30 persen di atas 12 mil nya," katanya.

Prof Mukhlis menyampaikan, agar kemandirian ekonomi tercipta, maka perlu adanya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran untuk mengurangi korupsi dan inefisiensi.

Selain perlu meningkatkan iklim investasi yang kondusif dengan memperbaiki berbagai regulasi serta mengurangi ketidakpastian hukum di Aceh, serta, penguatan kerja sama regional guna meningkatkan perekonomian dan keamanan daerah.

Prof Mukhlis juga menambahkan, 20 tahun perdamaian Aceh ini juga menjadi momentum penting mengevaluasi kemajuan dan menjawab tantangan untuk masa depan Aceh yang lebih baik.

"20 tahun perdamaian Aceh merupakan kesempatan untuk memikirkan peluang-peluang baru yang prospektif untuk masa depan Aceh lebih baik dari sekarang," demikian Prof Mukhlis Yunus.***