Budaya Kerja Baru: Menghapus Empati Palsu dan Glorifikasi Hustle
ORBITINDONESIA.COM – Di tengah kritik tajam terhadap budaya perusahaan, para profesional HR juga menyerukan perubahan signifikan. Mereka ingin mengakhiri empati palsu dan glorifikasi budaya kerja keras yang melelahkan.
Budaya perusahaan sering menjadi sasaran cemoohan, terutama karena norma kerja yang dianggap usang. Meski profesional HR sering diasosiasikan dengan budaya kantor yang kikuk, mereka justru mendambakan pembaruan. Kritik utama termasuk empati palsu dari pemimpin dan glorifikasi budaya kerja keras.
Empati palsu dari perusahaan sering kali tidak diikuti dengan tindakan nyata, seperti survei burnout. Kultus kerja keras mengarah pada stres dan keputusan buruk. Obsesinya pada 'teater produktivitas' mengalihkan dari hasil nyata. Para ahli HR menyarankan fokus pada hasil dan fleksibilitas kerja.
Haruskah kita terus mendukung karyawan untuk membawa 'diri seutuhnya' ke tempat kerja? Sementara ini bisa membangun kepercayaan, tidak realistis untuk selalu mengekspresikan seluruh aspek diri kita. Profesional harus fokus pada kekuatan mereka dan tetap terbuka untuk belajar dan berkembang.
Perubahan menuju budaya kerja yang lebih otentik dan fleksibel sangat dibutuhkan. Ini tidak hanya membangun kepercayaan, tetapi juga meningkatkan inovasi. Apakah perusahaan siap untuk beralih dari norma usang dan mendukung karyawan mereka secara lebih berarti?
(Orbit dari berbagai sumber, 21 Agustus 2025)