Menyusuri Kearifan Pesantren: Review Buku "Bilik-Bilik Pesantren" Karya Cak Nur

ORBITINDONESIA.COM - Buku Bilik-Bilik Pesantren karya Nurcholish Madjid adalah sebuah refleksi yang membawa kita masuk ke dalam dunia pesantren, bukan hanya sebagai institusi pendidikan agama, tetapi sebagai ruang kebudayaan, spiritualitas, dan kebijaksanaan hidup.

Cak Nur, yang tumbuh dalam tradisi pesantren sekaligus dikenal sebagai intelektual Muslim modernis, menulis buku ini dengan bahasa yang hangat, jernih, dan penuh pengalaman personal.

Dari judulnya saja, “bilik-bilik” memberi kesan intim, seakan mengajak pembaca menyusuri ruang-ruang kecil tempat santri belajar, merenung, dan membentuk diri.

Ide penting dalam buku ini adalah bahwa pesantren bukan sekadar tempat menghafal kitab kuning, melainkan laboratorium kehidupan.

Cak Nur menggambarkan pesantren sebagai ruang pembentukan karakter, di mana santri dilatih hidup sederhana, mandiri, serta penuh kedisiplinan.

Dari bilik-bilik kecil itu lahir kebijaksanaan besar yang kelak membentuk banyak tokoh bangsa.

Baginya, pesantren adalah akar dari Islam Indonesia yang khas: ramah, inklusif, dan berakar pada nilai tradisi.

Cak Nur juga menyoroti peran pesantren dalam membangun keseimbangan antara ilmu dan akhlak.

Di tengah modernitas yang sering menekankan aspek teknis dan material, pesantren tetap menjaga dimensi moral dan spiritual.

Pesantren melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beradab.

Menurut Cak Nur, kekuatan pesantren ada pada ketulusannya dalam menjaga keikhlasan niat belajar, mengabdi, dan mengamalkan ilmu.

Inilah yang membedakan pesantren dari banyak institusi pendidikan lain.

Hal menarik dari buku ini adalah bagaimana Cak Nur membongkar mitos bahwa pesantren itu kolot dan tertutup.

Justru ia menegaskan bahwa pesantren adalah ruang yang sangat terbuka terhadap pembaruan, meski tetap menjaga akar tradisinya.

Keterbukaan ini tampak dari cara pesantren menerima berbagai corak kitab, pemikiran, bahkan praktik budaya lokal yang kemudian diislamkan.

Pesantren tidak pernah hidup dalam ruang steril, tetapi berinteraksi dengan masyarakat, mengajarkan nilai toleransi, sekaligus menjaga keaslian spiritualitas Islam.

Selain itu, Cak Nur menekankan bahwa pesantren adalah pusat lahirnya Islam yang damai dan bersahaja di Indonesia.

Dari pesantren tumbuh nilai ukhuwah (persaudaraan), tasamuh (toleransi), dan tawadhu (kerendahan hati). Nilai-nilai ini yang kemudian membentuk wajah Islam Nusantara yang jauh dari kekerasan dan sikap eksklusif.

Dalam refleksinya, Cak Nur mengingatkan agar pesantren tidak kehilangan jati diri di tengah arus globalisasi. Modernisasi boleh masuk, tetapi jangan sampai menghilangkan ruh keikhlasan dan kesederhanaan.

Pesan paling menyentuh dalam Bilik-Bilik Pesantren adalah tentang bagaimana pendidikan seharusnya tidak hanya mencetak manusia pintar, tetapi juga manusia yang berjiwa besar.

Pesantren, dengan segala keterbatasannya, justru menunjukkan bahwa pendidikan sejati lahir dari kesungguhan, kebersamaan, dan ketulusan.

Dari bilik-bilik sempit, lahir pandangan luas tentang kemanusiaan dan keimanan.

Buku ini bukan sekadar nostalgia, melainkan ajakan untuk menghargai pesantren sebagai bagian penting dari peradaban Islam di Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa kekuatan bangsa ini bisa tumbuh dari ruang-ruang sederhana yang penuh nilai luhur. Bilik-Bilik Pesantren adalah karya yang meneguhkan bahwa pesantren bukan hanya masa lalu, tetapi juga masa depan.***