Ismed Ardianyah, ASN yang Menjadi Food Vlogger untuk Kebangkitan UMKM di Kendari
ORBITINDONESIA.COM — Di balik kamera ponselnya, Ismed Ardiansyah melihat lebih dari sekadar sepiring nasi goreng atau semangkuk bakso. Ia melihat harapan. Harapan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjuang di sudut-sudut kota dan pelosok Sulawesi Tenggara.
Lahir di Kendari, Sulawesi Tenggara, Ismed menjalani keseharian sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun sejak Ramadhan 2023, ia menemukan panggilan lain, yang lahir bukan dari ambisi, melainkan dari kegemaran sederhana: berburu kuliner. “Awalnya cuma suka cari makan enak di warung kecil, terus share ke teman-teman biar ngiler. Eh, ternyata banyak yang suka, bahkan makin hari makin banyak yang follow,” kisahnya.
Apa yang dimulai dengan kamera seadanya dan pengikut Instagram sekitar 400 orang, kini menjelma menjadi akun dengan lebih dari 18 ribu pengikut setia. Pertumbuhan ini terjadi tanpa iklan berbayar, tanpa kolaborasi besar, murni organik. Karena orang percaya pada gaya Ismed yang natural, jujur, dan apa adanya.
Namun yang membuat perjalanan Ismed berbeda adalah misinya. Ia tidak hanya makan dan mereview, tapi menjadikan kontennya sebagai alat pemberdayaan UMKM. Banyak warung kecil yang sebelumnya sepi, tiba-tiba diserbu pembeli setelah videonya diunggah. “Saya selalu percaya, warung yang sepi belum tentu nggak enak. Kadang mereka hanya kurang terekspos. Nah, tugas kita untuk membantu mengenalkan,” ujarnya.
Lebih dari sekadar food vlogger, Ismed telah menjadi jembatan rezeki bagi para pelaku UMKM. Ia menegaskan tiga pesan penting dari pengalamannya. Pertama, warung makan yang tersembunyi bukan berarti tak layak. Justru sering kali, di sanalah cita rasa terbaik ditemukan. Kedua, membantu UMKM tak selalu dengan modal besar. Satu postingan jujur di media sosial bisa menjadi iklan gratis yang mendatangkan pelanggan. Ketiga, UMKM harus siap sebelum terekspos. Produk dan layanan yang optimal adalah kunci. Review positif akan memancing ekspektasi tinggi, jadi kualitas harus lebih dulu terjamin.
Ismed tahu betul, tidak semua orang bisa memborong dagangan UMKM. Tapi setiap orang bisa berkontribusi dengan caranya masing-masing. Ia sendiri memilih jalan lewat kamera dan cerita. “Kalau ternyata rasanya enak dan kita sebarkan, itu jadi pintu rejeki untuk mereka. Kalau pun tidak sesuai, paling tidak kita sudah sedekah dengan membeli,” katanya tulus.
Perannya sebagai ASN membuat langkah Ismed semakin bernilai. Ia membuktikan bahwa birokrat pun bisa berkontribusi nyata bagi masyarakat, dengan cara kreatif yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Di saat banyak orang sibuk mengejar popularitas, Ismed memilih menjadi saksi perjuangan UMKM yang butuh dukungan nyata.
Perjalanan Ismed adalah cerminan kekuatan era digital. Food vlogger bukan sekadar profesi baru, melainkan salah satu motor kebangkitan ekonomi rakyat. Di Kendari, ia sudah membuktikan dampaknya.
Pertanyaannya kini: bagaimana jika semakin banyak orang mengikuti jejaknya? Bagaimana jika setiap daerah punya “Ismed” mereka sendiri? Mungkin, kebangkitan UMKM Indonesia bukan hanya wacana, tapi kenyataan yang lahir dari sendok, piring, dan kamera sederhana.***