Reaksi Publik Terhadap Perceraian Tasya Farasya: Cermin Sosial dan Patriarki

ORBITINDONESIA.COM – Ketika kabar perceraian Tasya Farasya mencuat, publik terpecah antara rasa empati dan schadenfreude, membuka diskusi tajam tentang budaya nyinyir dan standar ganda patriarki di Indonesia.

Fenomena schadenfreude menjadi sorotan ketika kehidupan pribadi selebriti seperti Tasya Farasya menjadi konsumsi publik. Perceraian ini tidak hanya menyingkap sisi gelap budaya media sosial, tetapi juga mengungkapkan standar ganda patriarki yang masih kuat mencengkeram masyarakat kita.

Publik sering merasa terlibat secara emosional dengan kehidupan figur publik, terutama ketika kehidupan mereka dipamerkan sebagai konten media sosial. Namun, fenomena ini menimbulkan ilusi bahwa audiens memiliki hak untuk mengatur narasi kehidupan mereka. Ini diperparah dengan standar ganda patriarki yang cenderung menyalahkan perempuan dalam kasus perceraian, berbeda dengan simpati yang sering diterima oleh laki-laki.

Media daring sering memperburuk situasi ini dengan memancing klik menggunakan judul sensasional yang membakar rasa schadenfreude. Alih-alih menawarkan ruang untuk memahami perceraian sebagai bagian dari dinamika hidup, mereka malah menjual drama dan gosip murahan. Ini mencerminkan ketidakmampuan kita menerima perceraian sebagai kenyataan sosial yang normal, bukan kegagalan.

Perceraian tidak harus dilihat sebagai kegagalan, melainkan sebagai akhir dari sebuah bab dalam kehidupan. Mungkin, daripada menertawakan penderitaan orang lain, kita perlu merenungkan kerapuhan hidup kita sendiri. Biarkan Tasya Farasya menjalani hidupnya tanpa penghakiman publik, sebagaimana kita ingin menjalani kisah kita sendiri dengan damai.

(Orbit dari berbagai sumber, 28 September 2025)