IKOHI: Film "Yang Tak Pernah Hilang" Bentuk Memorialisasi Perjuangan Demokrasi di Indonesia
ORBITINDONESIA.COM - Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) pusat Dandik Katjasungkana mengatakan bahwa pemutaran film dokumenter berjudul "Yang (Tak Pernah) Hilang" di Universitas Jember (Unej) merupakan bentuk memorialisasi perjuangan demokrasi di Indonesia.
IKOHI bersama GMNI Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unej menggelar nonton bareng (nobar) film "Yang (Tak Pernah) Hilang" di aula FIB kampus setempat, Selasa, 30 September 2025.
"Kami keliling di beberapa tempat, universitas dan komunitas untuk memutar film dokumenter itu, mendapat respon yang sangat baik dari kalangan anak muda, bahkan sangat mengapresiasi," kata Ketua IKOHI pusat Dandik Katjasungkana di aula Fakultas Ilmu Budaya Unej.
Film yang berdurasi 2 jam tersebut sebagai bentuk perjuangan demokrasi di Indonesia yang mengisahkan perjuangan dua aktivis 98 yakni Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.
"Film itu juga menjadi salah satu upaya agar pemerintah menuntaskan kasus penghilangan belasan aktivis yang kini belum diketahui nasibnya apakah sudah meninggal atau masih hidup yang menjadi pelanggaran HAM berat," katanya.
Dandik menjelaskan, film tersebut juga bisa menjadi penyambung lidah bagi para generasi di masa depan sehingga peristiwa kejahatan hak asasi manusia (HAM) serupa tak terulang di masa depan.
"Kami ingin agar generasi di masa depan bisa mengingat sejarah dan mencegah tragedi pelanggaran HAM berat tersebut kembali terulang," ujarnya.
Film itu merekonstruksi tak hanya kisah hidup Herman dan Bima sejak kecil di mata keluarga, tapi juga kisah perjuangan mereka melawan rezim Orde Baru hingga detik-detik terakhir menjelang hilang.
Sebanyak 35 narasumber yang mengetahui sosok diwawancarai, mulai dari orang tua, saudara, kerabat, kawan sekolah, teman organisasi, dosen, hingga aktivis partai politik.
Herman dan Bima adalah mahasiswa aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) yang menjadi musuh Soeharto menjelang runtuhnya Rezim Orde Baru pada Mei 1998. Mereka ditangkap di lokasi yang berbeda dan sampai saat ini hilang bersama 11 orang aktivis lainnya.***