Catatan Denny JA: Sejarah Minyak yang Berputar di Abu Dhabi

Menghadiri Eksibisi dan Konferensi Minyak Internasional ADIPEC, 3–6 November 2025 (2)

Oleh Denny JA

ORBITINDONESIA.COM - Berkali-kali saya baca berita itu: PR Newswire (7 Nov 2024).

Judulnya: ADIPEC 2024 memecahkan banyak rekor.

Inilah konferensi dengan jumlah pembicara terbanyak! Seberapa banyak? 1.800 pembicara! Lama saya merenung: bagaimanakah pola konferensi dengan 1.800 pembicara?

Tepatnya, banyak rekor konferensi internasional yang pecah di Abu Dhabi.

ADIPEC 2024 mencatat kehadiran lebih dari 205.000 peserta dari 172 negara. Ia tak hanya konferensi energi terbesar dan paling berpengaruh di dunia, tapi juga konferensi lintas profesi terbesar di planet ini.

Acara itu dihadiri oleh para pemimpin industri, menteri, CEO global, profesional energi, dan pakar teknologi. Hadir pula lebih dari 40 menteri dari berbagai negara.

Saya mencoba menelusuri, apa yang membuat konferensi ini begitu diminati?

Sudah berdiri lebih dari 40 tahun, ADIPEC menjelma menjadi sarana networking dan kemitraan berskala global bagi seluruh ekosistem energi.

ADIPEC juga menjadi forum strategis untuk membahas masa depan energi, inovasi, teknologi AI, dan keberlanjutan.

Ia bukan sekadar pameran, melainkan laboratorium peradaban energi.

Di tahun 2024, tercatat transaksi bisnis lebih dari US$10 miliar, setara dengan 160 triliun rupiah!

-000-

Sejarah industri minyak berputar di konferensi dan eksibisi di Abu Dhabi.

Selama 41 tahun terselenggara, tiga isu besar inilah yang pernah menjadi tren dan penentu arah industri minyak dunia.

Pertama: Security dalam Industri Minyak (2016)

Pada malam yang hangat di bulan November 2016, angin gurun menyapu tenang di tepian Teluk Persia.

Di Abu Dhabi National Exhibition Centre, ribuan lampu menyalakan langit malam seperti gugusan bintang baru.

Di tengah gemerlap itu, layar raksasa memancarkan kalimat yang menggema ke seluruh dunia energi:

“Security in Energy.”

Saat itu, industri minyak dan gas sedang bergetar. Dunia baru saja menyaksikan serangkaian serangan siber terhadap jaringan perusahaan energi global.

Data eksplorasi dicuri, fasilitas produksi terganggu, dan ketakutan merambat dari Houston ke Riyadh, dari Stavanger ke Jakarta.

Namun malam itu, Abu Dhabi mengambil langkah yang tak disangka: bukan menutup diri, melainkan membuka diri untuk belajar, berkolaborasi, dan berinovasi.

Peluncuran sektor Security in Energy di ADIPEC 2016 bukan sekadar simbol. Ia menjadi pernyataan moral: bahwa minyak tidak hanya soal produksi, tapi juga soal perlindungan terhadap dunia yang semakin rapuh.

Di balik layar kaca yang menyala, para insinyur, diplomat, dan pemimpin industri duduk berdampingan. Mereka sadar, dunia energi kini berada di perbatasan baru: antara kemakmuran dan kehancuran digital.

-000-

Kedua: Transisi Energi (2023)

Tujuh tahun kemudian, di tempat yang sama, udara terasa berbeda.

Bukan lagi ketakutan yang menggantung, tetapi harapan.

ADIPEC 2023 berubah menjadi panggung sejarah saat seluruh industri energi—dari ExxonMobil hingga ADNOC, dari TotalEnergies hingga Pertamina—berdiri bersama dan berbicara dalam satu bahasa baru: dekarbonisasi.

Panggung konferensi dipenuhi wajah muda, ilmuwan, dan aktivis lingkungan. Abu Dhabi, yang dahulu identik dengan minyak mentah, kini memimpin percakapan tentang masa depan rendah karbon.

Di setiap panel, terdengar kata-kata yang dulu terasa asing di dunia migas: sustainability, circular economy, green hydrogen, carbon capture.

Dunia seakan belajar dari Abu Dhabi bahwa perubahan bukanlah ancaman, tetapi jalan pulang bagi kemanusiaan.

Di bawah bendera “Net Zero by 2050”, kota ini mengubah sejarah: dari pengeboran minyak menjadi pengeboran ide, dari ekstraksi sumber daya menuju ekstraksi nilai moral.

Muncul kesadaran baru: bumi bukan sekadar ladang eksploitasi, melainkan rumah bersama yang harus dijaga.

-000-

Ketiga: Datangnya Era Kecerdasan Buatan (2025)

Kini, menjelang ADIPEC 2025, sejarah kembali berputar di tangan Abu Dhabi.

Tema tahun itu — “Energy. Intelligence. Impact.” — bukan hanya slogan, tapi refleksi zaman: minyak bertemu dengan kecerdasan buatan (AI).

Lebih dari 200.000 orang datang dari 160 negara.

1.800 pembicara berbicara dalam satu irama: bagaimana AI mengubah cara manusia mengelola energi.

Di ruang pameran, terlihat rig pengeboran yang dikendalikan algoritma, peta reservoir yang diperbarui real-time oleh sensor satelit, dan sistem keamanan siber berbasis blockchain yang menjaga jaringan migas global.

Abu Dhabi memamerkan masa depan yang dulu hanya menjadi imajinasi ilmuwan:

kilang yang berpikir, mesin yang belajar, dan energi yang beradaptasi dengan iklim.

Sejarah minyak tidak lagi ditulis dengan darah dan bara, tetapi dengan kode digital dan data karbon.

Dan sekali lagi, dunia menatap Abu Dhabi bukan hanya sebagai penghasil minyak, tetapi sebagai arsitek masa depan energi manusia.

-000-

Tiga Cermin untuk Indonesia

Apa yang dipelajari Indonesia dari aneka eksibisi dan konferensi di Abu Dhabi?

Apa arti semua ini bagi kita, bangsa yang juga berdiri di atas ladang minyak dan cita-cita kemandirian energi?

Cermin Pertama: Keamanan Energi adalah Kedaulatan

Peluncuran Security in Energy mengingatkan Indonesia bahwa energi tanpa keamanan adalah rapuh.

Serangan siber pada infrastruktur migas dapat melumpuhkan ekonomi nasional.

Kita perlu menanamkan kesadaran bahwa sistem energi bukan hanya aset ekonomi, melainkan benteng kedaulatan negara.

Cermin Kedua: Dekarbonisasi adalah Martabat Bangsa

Abu Dhabi menunjukkan bahwa keberanian mengubah arah industri adalah tanda kematangan moral bangsa.

Indonesia juga harus menatap era transisi energi bukan sebagai beban, tetapi sebagai panggilan sejarah untuk menjaga bumi.

Energi hijau bukan sekadar proyek, melainkan warisan spiritual bagi generasi mendatang.

Cermin Ketiga: AI dan Digitalisasi adalah Nafas Baru Migas

Abu Dhabi 2025 menjadi isyarat bahwa masa depan energi tidak hanya digerakkan oleh minyak, tetapi oleh kecerdasan.

Bagi Indonesia, adopsi AI dalam eksplorasi, pemeliharaan aset, hingga optimasi emisi bukan lagi pilihan—itu adalah jalan menuju efisiensi, transparansi, dan daya saing global.

-000-

Indonesia perlu melihat ADIPEC bukan sekadar ajang pameran teknologi, tetapi sebagai laboratorium peradaban energi.

Di sana, nilai kolaborasi global, inovasi, dan keberlanjutan berpadu menjadi strategi kemajuan.

Ketika bangsa belajar dari sinergi dunia, kemandirian energi berubah menjadi kekuatan moral dan diplomasi ekonomi.

Dari 2016 hingga 2025, Abu Dhabi telah mengubah sejarah minyak tiga kali:

Pertama, dengan keberanian menjaga keamanan.

Kedua, dengan kebijaksanaan menata keberlanjutan.

Dan ketiga, dengan visi menghadapi masa depan digital.

Bagi dunia, perubahan ini adalah sinyal.

Bagi Indonesia, ini adalah panggilan.

Sebuah renungan untuk menulis bab berikutnya dari sejarah energi dengan keberanian yang sama, kesadaran yang sama, dan kecerdasan yang sama.

Karena suatu hari nanti, sejarah akan bertanya —

bukan seberapa banyak minyak yang kita hasilkan,

tetapi seberapa bijak kita menjaga bumi tempat minyak itu berasal.*

Jakarta, 1 November 2025

Referensi

1. Daniel Yergin. The Quest: Energy, Security, and the Remaking of the Modern World. Penguin Press, 2011.

2. Vaclav Smil. Energy and Civilization: A History. MIT Press, 2017.

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/p/14LpJQDL6Fz/?mibextid=wwXIfr