Supriyanto Martosuwito: Nonton Film Paling Menggetarkan Tahun Ini, "The Voice of Hind Rajab"
Oleh Supriyanto Martosuwito, wartawan senior
ORBITINDONESIA.COM - Saya datang ke CGV Cinemas, Grand Indonesia lantai 8, Jakarta, dengan kepala kosong. Percaya saja pada pengundangnya, Shandy Gasela, jurnalis Gen Z, kritikus film mumpuni, bercitarasa tingi, yang beberapa hari sebelumnya mengirim undangan via WA. Saya mengira akan nonton film 'art' dari India. Ada nama Hind Rajab di situ. Nama yang berbau India. "Bukan Mas ini film Tunisia, memenangkan Golden Lion di Venesia tahun lalu, " katanya.
Ceritanya tentang apa? Saya bertanya. "Tentang anak 6 tahun yang terjebak di tengah konflik Gaza. Mobil yang ditumpangi keluarganya ditembaki tentara Israel, " kata Shandy sembari menyambut teman teman jurnalis lain.
Lalu lintas sekitar Dukuh Atas dan sekitar Bunderan HI, padat merayap, Jumat petang itu, 21 November 2025 membuat saya tiba di lokasi mepet waktu, dan segera masuk gedung teater duduk manis di bioskop luks dan sejuk itu.
Tak disangka tak diduga, 89 menit berikutnya, saya tercekam oleh adegan film yang tersaji di layar. Rasanya mata tak sekejap pun melewati layar. Dada berdetak keras, perut mulas, dan pandangan kerap kabur karena air mata terasa mengambang.
Usai pertunjukan film "The Voice of Hind Rajab" itu, dengan terhuyung huyung, keluar pintu, saya menyusun kata kata di kepala untuk ditulis di postingan ini:
"Ini film terbaik tahun ini, ini film yang sangat mengggugah. Anda semua, majelis Fesbukiah di mana saja berada, wajib nonton film ini! Wajib hukumnya, wajib ain!"
"The Voice of Hind Rajab" bukan film hiburan. Ini film yang yang menggores hati, menggugah jiwa dan menguji nurani. Tak peduli Anda manusia terbuat dari apa dan hidup di mana, Anda akan terguncang oleh film ini.
Kaouther Ben Hania, wanita sineas Tunisia, yang lihai memadukan kisah nyata dengan film drama, sengaja menggunakan suara asli dari percakapan sang bocah sebagai bagian adegan utama film ini. Membuat penonton tercekam tanpa jeda.
Ben Hania, 48, yang juga penulis skenarionya, menelusuri jam-jam yang menegangkan dan menyiksa dari kisah nyata pada 29 Januari 2024 lalu, ketika para relawan Bulan Sabit Merah Palestina di Tepi Barat mencoba menenangkan seorang gadis berusia 6 tahun yang ketakutan dan memanggil pertolongan kantor Bulan Sabit di Gaza.
Ketegangan dimulai, ketika Omar, petugas Bulan Sabit - menerima telepon dari seorang pria di Jerman, yang melaporkan bahwa satu mobil penuh kerabatnya ditembaki ketika mereka berusaha mengevakuasi lingkungan mereka di Gaza utara. Kendaraan mereka terparkir di sebuah pom bensin seperempat mil dari rumah mereka, dan tidak semuanya tewas. Tapi ada anak di sana yang bisa dihubungi.
Di Pusat Panggilan Darurat Bulan Sabit Merah di kota Ramallah, Tepi Barat itulah, kisah dan ketegangannya di mulai, menyusup ke tempat kerja yang teratur. Omar, seorang petuas di sana, menelepon anak itu, dan mendapati suara anak perempuan.
Saat tersambung, terdengar suaranya. "Mereka menembaki kami!" kata gadis itu di balik handphone. Kemudian terdengar jeritan, diikuti oleh keheningan. "Tolong datang ke sini " - "tolong jemput saya". "Saya takut". Dalam tanya jawab berikutnya, dia ada di dalam mobil bibi, paman, dan empat sepupunya, tapi semuanya sudah tewas!
"Kemari, jemput aku!" rengek Hind Rajab, nama anak itu. Petugas Bulan Sabid menjanjikan pertolongan, segera datang, segera menjemput. "Tetap tenang di sana. Saya temani sampai jemputan datang" kata Omar.
Pada kenyataannya tidak semudah itu. Meski hanya 8 menit perjalanan ambulans, setiap jengkal tanah dijaga militer Israel dengan senapan otomatisnya, menembaki semua benda bergerak. Penanggung jawab pusat panggilan harus menelon ke Doha, ke Jerman dan entah mana lagi untuk koordinasi lewat satelit dengan komandan pasukan di lapangan, agar dibukakan jalan, membiarkan ambulan masuk dan bisa memberikan pertolongan.
Omar lama lama jengkel. Koordinasi dengan Mahdi M. Aljamal, atasannya, tidak mudah. Selain koordinasi dengan palang merah internasional, Mahdi harus memikirkan tenaga ambulan yang melakukan penjemputan. Sudah puluhan anggotanya yang tewas dalam tindakan evakuasi.
"Ini ayah empat anak, ini isterinya sedang hamil, ini belum menikah, " dia menunjuk para petugas yang foto fotonya terpampang di papan putih, kepada Omar, memberi alasan, mengapa begitu banyak pertimbangan sebelum mengirimkan ambulan menyelamatkan si Hind.
Omar menjadi frustrasi, setiap kali mendengar perkembangan terbaru dari Hind di balik telepon dan diwarnai pertengkaran hebat dengan atasannya, menggebrak meja, membanting handphone. Hinga atasannya mengamankan diri ke toilet. "Nanti dibuka kalau sudah dapat 'jalur hijau', " katanya. "Jalur hijau" adalah kode bahwa lokasi sudah aman dari tembakan tentara Israel.
Penyelamatan yang seharusnya mudah, ternyata memakan waktu berjam jam. Jalur komunikasi satelit lancar, namun izin ambulan untuk meluncur tak kunjung diberikan.
Rana Hassan Faqih, petugas yang menggantikan Omar, terus membujuk Hindi untuk tetap tenang, menanyakan sekolahnya, cerita tentang ibunya, ayahnya, pamannya. Membimbing membacakan Al Fatihah. Pendeknya terus mengajaknya bicara. Namun tetap saja, merengek, "segera datang ke sini" "jemput saya", "saya takut", "di sini sudah gelap".
Petugas lain Nisreen Jeries Qawas, Omar A. Alqam, juga hilir mudik mengembangkan informasi, memperlajari lokasi, dan terus berupaya menyelamatkan, dengan segala cara. Tapi suara gadis kecil itu tetap meminta, dengan rengekannya, yang menguras emosi.
FILM thriller satu lokasi ini sepanjang adegan hanya menampilkan suasana di kantor pusat Bulan Sabit itu. Dengan berbagai konflik dan ketegangannya. Seluruh bangunan cerita hanya mengambil di ruang itu saja. Dilanjutkan dengan film dokumenter aslinya - di ujung cerita.
Operator dan kepala kantor bergantian mondar mandir, saling koordinasi, juga terlibat pertengkaran, bahkan membanting telepon, karena tak bisa segera memberikan pertolongan pada gadis cilik selalu merengek ingin diselamatkan, sungguh menguras emosi penonton. Suara (asli) si bocah sungguh memilukan: "Tolong aku..." "jemput ke sini" "selamatkan aku".. " ini ada tank di samping"
Merujuk pada kejadian aslinya, komunikasi di antara gadis cilik Hind Rajab petugas Bulan Sabit berlangsung 3 jam, sejak matahari sore hingga hari gelap. Di film, selama satu jam 29 menit penonton dibuat tercekam, terbawa ketegasan lokasi konflik yang eskalasinya semakin naik.
Perang di Gaza memang menggila sejak serangan Hamas Oktober tahun 2023 lalu.
Sutradara Ben Hania berhasil menghidupkan ruang dengan sinematografi Juan Sarmiento G. yang menangkap perubahan fokus di dalam lapisan-lapisan penutup kaca karya desainer produksi Bassem Marzouk.
Para pemain utama di film ini : Motaz Makhees, Saja Kilani, Clara Khoury, dan Amer Hlehel nampak tidak berakting. Mereka tampil alami dengan segala emosinya. "Saat saya membaca skrip awal, saya sudah menangis seperti anak anak, " kata aktor Palestina, Motaz Malhees, pemeran Omar saat diinterview.
PESAN nyata dari film "The Voice of Hind Rajab" sebetulnya, belum berubah: Perang dikobarkan oleh para pria, tapi korban pertamanya adalah wanita, anak anak, dan manula. Lebih dari 70% korban konflik di Gaza adalah anak anak dan perempuan. Lebih dari 43.000 yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan Palestina selama 13 bulan penuh konflik. Mobil yang dinaiki Hind Rajab dan keluarganya diberondong dengan 355 peluru!
Film berbahasa Arab ini ditayangkan perdana di kompetisi utama Festival Film Internasional Venesia ke-82 pada tanggal 3 September 2025. Pada penayangan di sini, "The Voice of Hind Rajab" mendapat aplous selama 23 menit, aplous terpanjang dalam festival film.
Wanita sutradara Ben Hania, sutradara alumni Tunis School of Arts and Cinema ini, sudah menembus Cannes Film Festival dan Academy Award, festival paling bergengsi di dunia. Selain festival Venesia di Italia.
"The Voice of Hind Rajab" ini juga diputar di Festival Film Internasional Toronto 2025 di Kanada, di bagian Presentasi Khusus pada 7 September 2025, yang dihadiri aktor Brad Pitt, Joaquin Phoenix, Rooney Mara, Alfonso Cuarón, Jonathan Glazer, Dede Gardner dan Jeremy Kleiner - sineas Hollywood itu ikut mendanai produksi dan bertindak sebagai produser eksekutif.
Film ini juga menerima pemutaran di bagian Perlak dari Festival Film Internasional San Sebastián ke-73, mendapatkan skor 9,52/10 (nyaris sempurna) - skor tertinggi yang pernah dicapai di festival tersebut. Sedangkan IMDB, situs rujukan kritikus dan sineas dunia, memberikan nilai 8,7/10. ***
PS : Di bioskop mulai tayang 26 November 2025 ini, ya. Jangan lupa. *