Kemenlu Tiongkok, Lin Jian: Dalam Masalah Berprinsip, Jepang Jangan Berkhayal Bisa Lolos dengan Sembunyi

ORBITINDONESIA.COM - Menanggapi serangkaian pernyataan berbelit-belit yang dilontarkan pemimpin Jepang dalam masalah Taiwan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian di depan jumpa pers rutin hari Senin, 1 Desember 2025 menunjukkan, dalam masalah berprinsip, Jepang jangan berkhayal bias lolos dengan sembunyi.

Tiongkok mendesak Jepang belajar dari sejarah, melakukan introspeksi, dengan serius menanggapi tuntutan pihak Tiongkok, sungguh-sungguh menarik kembali pernyataan keliru dan mengambil langkah praktis untuk memenuhi komitmen politiknya kepada Tiongkok.

Dikabarkan, Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi baru-baru ini mengatakan, berdasarkan “Perjanjian Perdamaian San Francisco”, Jepang telah meninggalkan semua hak, dan “tidak dapat mengonfirmasi status hukum Taiwan”.

Pada 28 November, ketika ditanya apakah ini berarti “Jepang tidak mengakui kedaulatan Tiongkok atas Taiwan”, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi mengulangi isi terkait yang tercantum dalam “Perjanjian Perdamaian San Francisco”, dan mengatakan bahwa posisi dasar pemerintah Jepang mengenai Taiwan sesuai dengan Pernyataan Bersama Tiongkok-Jepang tahun 1972, tidak lebih dan tidak kurang.

Menanggapi hal tersebut, Lin Jian menyatakan, Jepang selalu bersikap ambigu pada posisinya dalam masalah Taiwan, sengaja menghindari Deklarasi Kairo, Proklamasi Potsdam dan Surat Penyerahan Jepang yang semuanya mengonfirmasi pengembalian Taiwan kepada Tiongkok, menghindari empat dokumen politik yang menjadi dasar politik hubungan Tiongkok-Jepang. 

Serta menghindari komitmen politik pemerintah Jepang terkait prinsip Satu Tiongkok, berulang kali mengklaim apa yang disebut “pendiriannya tidak berubah”, bahkan tidak pernah menjelaskan posisinya dengan utuh. Apa yang dihindari pihak Jepang, mungkin tidak hanyalah posisinya pada masalah Taiwan.

“Hari ini bertepatan peringatan 82 tahun perilisan Deklarasi Kairo. Dokumen ini beserta serangkaian dokumen hukum internasional lainnya, menetapkan kedaulatan Tiongkok atas Taiwan, yang merupakan hasil penting dari Perang Anti-Fasis Dunia dan menjadi bagian tak terpisahkan dari tatanan internasional pascaperang. Berdasarkan hukum internasional, Jepang berkewajiban untuk mematuhi dokumen-dokumen tersebut, yang menjadi prasyarat bagi Jepang untuk diterima kembali ke dalam komunitas internasional setelah perang.”

Lin Jian menunjukkan, dalam beberapa tahun terakhir, Jepang secara besar-besaran menyesuaikan kembali kebijakan pertahanan dan keamanan nasional, meningkatkan anggaran pertahanan dari tahun ke tahun, serta berupaya merevisi “Tiga Prinsip Non-Nuklir”nya.

Sejumlah kekuatan di Jepang berusaha keras melepaskan diri dari Konstitusi Damai dan kewajiban hukum Jepang sebagai negara yang kalah dalam Perang Dunia II.***