DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

SMRC: Belum Ada Bacawapres yang Membuat Ganjar Lebih Kompetitif dalam Pilpres

image
Cawapres Ganjar Pranowo menurut survei SMRC belum punya bacawapres yang bisa betul betul memperkuatnya dalam Pilpres.

ORBITINDONESIA.COM - Belum ada bakal calon wakil presiden (bacawapres) yang bisa membuat Ganjar Pranowo lebih kompetitif dalam pemilihan presiden (pilpres). Demikian temuan survei SMRC atau Saiful Mujani Research and Consulting.

Temuan itu disampaikan Prof. Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Siapa Cawapres Ganjar Pranowo?” yang tayang di kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 6 Juli 2023.

Dalam survei nasional SMRC pada Mei 2023, dilakukan simulasi beberapa tokoh yang kemungkinan menjadi bacawapres Ganjar.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Lonjakan Kasus Obesitas Meningkat di Indonesia: Tantangan Kesehatan Masyarakat

Saiful menjelaskan bahwa di antara nama-nama bakal calon presiden, Ganjar sekarang lebih definitif karena didukung satu partai (PDIP) yang bisa mengajukan calon sendiri.

Prabowo, di survei cukup kompetitif, tapi belum definitif karena partai yang mendukungnya masih membutuhkan partai lain. Demikian juga Anies Baswedan. Karena itu dipertimbangkan siapa bakal calon wakil untuk Ganjar yang paling bisa membantu dia mengalahkan lawan-lawannya.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Lawannya adalah pasangan yang banyak dibicarakan dan sudah menjadi anggota Koalisi Perubahan dan Koalisi Gerindra dengan PKB. Saiful menyatakan walaupun belum diputuskan, tapi aspirasi yang sangat logis dari PKB bahwa mereka menginginkan Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil Prabowo.

Demikian pula Demokrat, mereka menginginkan Agus Harimurti Yudhoyono menjadi wakil Anies. Jika posisinya seperti ini, kira-kira kekuatan elektabilitas Ganjar seperti apa ketika dipasangkan dengan Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Khofifah Indar Parawansah, Mahfud MD, Sandiaga Uno, Said Aqil Siroj, dan Yahya Cholil Tsaquf.

Baca Juga: Inilah Perbedaan Threads dan Twitter yang Wajib Kamu Tahu sebelum Download Aplikasi Media Sosial yang Viral

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Saiful menjelaskan, Airlangga logis dipertimbangkan menjadi bacawapres Ganjar karena merupakan ketua partai terbesar kedua di parlemen, yaitu Golkar. Amanat partai Golkar adalah agar ketua umumnya, Airlangga, setidak-tidaknya menjadi calon wakil presiden.

Sementara Erick sudah dibicarakan akan menjadi calon wakil Ganjar atau dengan Prabowo. Khofifah juga dipertimbangkan karena posisinya sebagai gubernur Jawa Timur dan Ganjar perlu menang di Jawa Timur secara meyakinkan jika ingin menang di pilpres ini karena ini adalah provinsi terbesar kedua setelah Jawa Barat.

Mahfud juga banyak dibicarakan oleh para elit politik dan media. Setahun terakhir Mahfud juga cukup menonjok karena berbagai kasus yang dia respons berkaitan dengan penegakan hukum dalam posisinya sebagai menteri senior.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Sementara Sandiaga sudah bergabung dengan PPP dan partai tersebut mengharapkan Sandiaga menjadi calon wakil Ganjar.

Baca Juga: Sidang WIPO ke-64 di Jenewa, Menkumham Yasonna H Laoly: Indonesia Dukung Pemajuan Kekayaan Intelektual Global

Said adalah mantan ketua PBNU. Posisi ini penting dipertimbangkan mengingat kebiasaan atau tradisi rekrutmen politik yang dilakukan PDIP dalam pemilihan presiden. Yahya juga demikian, dia adalah tokoh atau Ketua PBNU sekarang.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Bagaimana respons masyarakat terhadap simulasi ini? Kalau Ganjar berpasangan dengan Airlangga melawan Prabowo-Muhaimin dan Anies-AHY, Ganjar-Airlangga mendapatkan suara 33,2 persen; Anies-AHY 23,3 persen; Prabowo-Muhaimin 31,1 persen; dan tidak jawab 12,4 persen.

Saiful menjelaskan bahwa jika berpasangan dengan Airlangga, suara Ganjar seimbang dengan Prabowo-Muhaimin. Perbedaannya dalam rentang margin of error (3,1 persen). Karena itu, lanjut Saiful, kedua pasangan ini seimbang. Sementara suara Ganjar-Airlangga dengan Anies-AHY memiliki selisih signifikan, sekitar 10 persen atau di atas dua kali margin of error.

Baca Juga: Viral, Seorang Ayah di Tangerang Menyimpan Jasad Bayi di Kulkas, Alasannya Bikin Menyayat Hati

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Jika berpasangan dengan Erick, Ganjar mendapatkan suara 32,9 persen; Anies-AHY 22,4 persen; Prabowo-Muhaimin 32,4 persen; dan tidak tahu 12,2 persen.

Perolehan suara Ganjar berpasangan dengan Airlangga maupun berpasangan dengan Erick tidak berbeda signifikan. Saiful menyimpulkan bahwa dilihat dari preferensi pemilih, berpasangan dengan Airlangga atau Erick tidak ada bedanya untuk Ganjar.

Jika dipasangkan dengan Khofifah, Ganjar mendapatkan 31,2 persen; Anies-AHY 23,9 persen; Prabowo-Muhaimin 32,8 persen; dan tidak tahu 12 persen. Berpasangan dengan Mahfud, suara Ganjar menjadi 33,3 persen; Anies-AHY 24,5 persen; Prabowo-Muhaimin 30,1 persen; dan tidak tahu 12,2 persen.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Saiful menegaskan bahwa walaupun hasil survei ini menunjukkan perolehan suara atau angka absolut misalnya Ganjar-Mahfud lebih besar dibanding Prabowo-Muhaimin, namun perbedaan tersebut hanya sekita 3,2 persen.

Baca Juga: Perbedaan One Piece Live Action dengan versi Manga Eiichiro Oda dan yang akan tayang di Streaming Netflix

Angka tersebut kurang dari dua kali margin of error. Karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa Ganjar-Mahfud unggul melawan Prabowo-Muhaimin. Secara statistik, yang harus dikatakan, menurut Saiful, adalah tidak ada perbedaan suara signifikan terhadap dua pasangan ini.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Hal yang sama terjadi pada simulasi Ganjar dengan tokoh lain. Jika dipasangkan dengan Sandiaga, suara Ganjar menjadi 33,9 persen; Anies-AHY 23,1 persen; Prabowo-Muhaimin 30,7 persen; dan tidak tahu 12,3 persen.

Dipasangkan dengan Said, dukungan pada Ganjar menjadi 30,5 persen; Anies-AHY 23,7 persen; Prabowo-Muhaimin 32,7 persen; dan tidak tahu 13,1 persen. Sementara jika berpasangan dengan Yahya, suara Ganjar menjadi 29,9 persen; Anies-AHY 24,4 persen; Prabowo-Muhaimin 33,3 persen; dan tidak tahu 12,4 persen.

Dalam semua simulasi pasangan Ganjar ini, tidak terdapat perbedaan suara yang signifikan secara statistik dengan perolehan suara Prabowo-Muhaimin, tidak ada perbedaan suara di atas 6,2 persen atau dua kali margin of error.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Baca Juga: Belajar dari Kasus Konser Dewa 19, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi Setuju Renovasi JIS

“Kalau mempertimbangkan preferensi pemilih atas tokoh mana yang terbaik untuk berpasangan dengan Ganjar agar dia menjadi lebih kompetitif untuk berhadapan dengan Prabowo-Muhaimin, tidak ada perbedaan antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya,” kata pendiri SMRC tersebut.

Karena itu, lanjut Saiful, kalau tokoh-tokoh ini yang harus dipertimbangkan, maka pertimbangannya bukan dari aspirasi pemilih, tapi pertimbangan yang lain, misalnya, pertimbangan dari orang yang benar-benar tahu tentang tokoh-tokoh tersebut. Mereka yang tahu tentang tokoh-tokoh itu memberi penilaian objektif tentang plus dan minus mereka.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

“Antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya (yang diuji) untuk berpasangan dengan Ganjar tidak berbeda signifikan. Dari sisi publik atau rakyat, tokoh-tokoh tersebut tidak ada bedanya. Karena itu, kata Saiful, untuk menentukan siapa yang terbaik untuk menjadi pasangan Ganjar bukan berdasarkan preferensi rakyat, tapi pada hal lain seperti penilaian para ahli,” tegas Saiful.

Baca Juga: Yuk Berkunjung ke Taman Nasional Ujung Kulon, Ada Apa Saja di Sana, Ini Daftar Keindahan Alamnya

Namun demikian, Saiful menambahkan, bahwa ada hal yang dimiliki oleh satu tokoh tapi tidak dimiliki oleh tokoh lain. Kalau mempertimbangkan partai, maka Airlangga berbeda dengan tokoh lain karena dia adalah ketua umum partai Golkar, Sandiaga karena anggota PPP, dan Erick bergabung dengan PAN.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Sementara tokoh-tokoh lain tidak punya partai. Namun karena partai yang mendukung Ganjar sudah cukup untuk mendukung, lanjut Saiful, maka partai bukan segala-galanya.

Karena itu, Ganjar bisa lebih leluasa mempertimbangkan hal lain di luar partai. Sementara jika faktor NU penting, ada beberapa tokoh yang bisa masuk kriteria, seperti Said, Yahya, Mahfud, dan Khofifah.***

 

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

 

 

Berita Terkait