DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Lima Menit Pidato Bung Karno di Lapangan Ikeda

image
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar

Oleh: Dr. Indra Iskandar, Sekretaris Jenderal DPR RI

ORBITINDONESIA - Pada 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang sangat sederhana.

Pukul 13.45 WIB, Soekarno membuka Sidang PPKI dengan acara Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Soekarno meminta pengesahan Pasal III, Aturan Peralihan UUD 1945 -- bahwa untuk pertama kali, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dipilih oleh PPKI.

Baca Juga: Hamid Awaludin: Hamas Minta Mantan Wapres RI Jusuf Kalla Memediasi Upaya Akhiri Konflik di Palestina

Soekarno berkata: “Bagaimana tuan-tuan, setuju? Kalau setuju, maka sekarang saya masuk acara pemilihan Presiden. Saya minta Zimukyoku (wakil Pemerintah Jepang) membagikan stembiljet (kartu suara).”

Baca Juga: HUT ke-60 Goethe Institut, Adakan Festival Alur Bunyi yang Tampilkan Musik Lintas Genre

Sebelum kartu suara dibagikan, anggota PPKI Oto Iskandardinata, mengatakan: “Berhubung dengan keadaan waktu, saya harap supaya pemilihan Presiden diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri.”

Baca Juga: KAMPUZ, Komite Aliansi Mahasiswa Anti Amerika dan Israel Ajak Semua Civitas Academica Dukung Palestina

Pernyataan ini disambut tepuk tangan meriah oleh peserta sidang. Mereka secara aklamasi menyetujui pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Soekarno menyambut pernyataan itu dengan mengucapkan terima kasih karena secara bulat memercayainya menjadi Presiden.

Semua anggota PPKI berdiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah itu, peserta sidang secara koor mengumandangkan kata magis dengan semangat kemerdekaan: “Hidup Bung Karno -- Hidup Bung Karno -- Hidup Bung Karno”.

Baca Juga: PBB Kecam Pelanggaran Kebebasan Pers oleh Israel Terkait Penutupan Kantor Lokal Al Jazeera di Yerusalem

Baca Juga: Fuji Jodohkan Nathalie Holscher dengan Seorang Pria, Siapa?

Tiga suku kata Hidup Bung Karno tersebut menggelegar di ruang sidang, seperti halilintar yang membangkitkan gelegar guntur.

Proses pemilihan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden juga berlangsung secara aklamasi dengan cara yang persis sama. Setelah itu, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih secara sah.

Baca Juga: Klasemen Formula 1: Max Verstappen Pimpin Klasemen Usai GP Miami

Sebuah proses pemilihan yang khidmat penuh semangat tanpa mengeluarkan duit dan konflik sebagaimana terjadi di masa kini.

Pengukuhan Presiden/Wakil Presiden pada 18 Agustus 1945 itu, mempunyai makna penting bagi NKRI. Ini karena keduanya kelak menjadi simpul dan simbol dari NKRI.

Baca Juga: Cara Mengatur Uang Ala Orang Jepang dengan Strategi Kakeibo

Baca Juga: Formula 1: Lando Norris Juara GP Miami

Kedua proklamator itu seperti legenda dan maskot. Sehingga selama keduanya masih berada di barisan NKRI, selama itu pula NKRI masih kokoh dan tegak.

Setelah Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, acara dilanjutkan pada pembahasan aturan peralihan Pasal IV UUD 1945. Melalui serangkaian diskusi, akhirnya muncul kesepakatan bahwa:

“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar, semua kewenangannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional.”

Baca Juga: Ahmad Azzam Muhammad, Siswa SMA Labschool Jakarta Diterima di 6 Perguruan Tinggi di Amerika: Terampil Menulis Esai

Sejak saat itulah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk. Secara organisasi dan keanggotaan, KNIP merupakan kelanjutan dari PPKI. Dari segi wewenang, KNIP melaksanakan tugas perbantuan kepada Presiden.

Baca Juga: Hasil Liga 1: Borneo FC Berhasil Menang Atas Persebaya Surabaya Lewat Penalti Telat Matheus Pato

Pada 19 Agustus 1945, Pemerintah Republik Indonesia membentuk 8 provinsi lengkap dengan gubernurnya, yaitu: (1) Jawa Barat dengan Gubernur Sutardjo Kartohadikusumo, (2) Jawa Tengah dengan Gubernur R. Panji Suroso,

Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (4): 50 Tahun Kututup Rahasia Itu Rapat-rapat

(3) Jawa Timur dan Madura dengan Gubernur R.A. Soerjo, (4) Sumatera dengan Gubernur Mr. Teuku Mohammad Hassan, (5) Sulawesi dengan Gubernur Dr. G.S.S.J. Ratulangie,

(6) Sunda Kecil dengan Gubernur Mr. I Gusti Ktut Pudja, (7) Maluku dan Papua dengan Gubernur J. Latuharhay, dan (8) Borneo (Kalimantan) dengan Gubernur Pangeran Mohmmad Noor.

Pada 19 Agustus 1945, sekitar 200 ribu rakyat Indonesia berkumpul di Lapangan Ikada (kawasan terbuka di sekitar Gambir dan Medan Merdeka sekarang), untuk sebuah rapat akbar guna menyatakan kebulatan tekad mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga: Piala Thomas 2024: Indonesia Runner Up

Baca Juga: Ini Alasan Putri Candrawathi Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Penembakan Brigadir J

Ratusan ribu massa datang dengan membawa bambu runcing, golok, klewang, dan lain sebagainya ke lapangan Ikeda. Hal itu menandakan bahwa mereka siap mengorbankan nyawa untuk NKRI.

Jepang yang menerima perintah dari Sekutu (pemenang Perang Dunia Kedua) untuk menyerahkan kekuasaan kepada Sekutu, bukan kepada Soekarno-Hatta, berusaha mencegah rapat akbar dengan tank-tank dan mobil bersenjata.

Baca Juga: Liga Belanda Eredivisie: PSV Eindhoven Juara

Tentara Jepang juga sudah menyusun rencana untuk menangkap Bung Karno dan Bung Hatta.

Tapi, apa yang terjadi? Melihat massa yang datang sangat besar, dua ratusan ribu, sehingga lapangan Ikada yang sangat luas penuh sesak dengan rakyat, Jepang mengurungkan niatnya.

Baca Juga: Geger! Luis Milla Jadi Pelatih Persib Bandung, Wilujeng Sumping

Baca Juga: Pemain Timnas Jay Idzes Bawa Venezia Menang untuk Dekati Promosi ke Serie A

Sementara Bung Karno yang semula "direncanakan" para pemuda republikan untuk berpidato secara heroik tentang pentingnya kemerdekaan dan semangat perjuangan sampai titik darah terakhir, memilih untuk berpidato secara moderat (tanpa kobaran api semangat seperti biasanya bila berada di depan massa) dalam tempo 5 menit saja.

Hal ini dilakukan Bung Karno untuk mencegah terjadinya benturan fisik dan perang antara massa rakyat dan pasukan Jepang yang sudah berhadap-hadapan secara frontal di lapangan Ikeda.

“Percayalah kepada Pemerintah Republik Indonesia. Walaupun dada kami dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan negara Republik Indonesia,” demikian salah satu isi dari pidato Bung Karno yang diucapkan tanpa pekik tinggi seperti biasanya.

Baca Juga: M Haris: Peserta MITA Tingkat Nasional Diminta Perkenalkan Wisata Bangka ke Masyarakat dan Dunia Internasional

Bung Karno kemudian menghimbau ratusan ribu massa untuk pulang ke rumah masing-masing dengan tenang dan damai.

Baca Juga: Fernando Rodriguez Bawa Kemenangan Perdana Persis Solo, Suporter: Mantab Sis

Imbauan Bung Karno dituruti dengan baik, meskipun mereka sudah menunggu sekitar 10 jam dalam suasana yang panas.

Baca Juga: Lenovo Perkenalkan LISSA, Solusi AI Berkelanjutan Dalam Teknologi Informasi, Termasuk Kurangi Jejak Karbon

Ternyata peristiwa di atas menggetarkan perasaan tentara Jepang; Juga Sekutu dan Belanda yang memantau dari luar lapangan Ikeda. Mereka kagum karena seorang diri, Bung Karno dapat memengaruhi sekitar 200 ribu massa dalam tempo 5 menit saja.

Bagi Sekutu dan Belanda, peristiwa itu memberikan peringatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia bukan hanya kehendak Soekarno-Hatta dan elit politik saja. Tapi juga kehendak takyat.

Bagi masyarakat Indonesia, peristiwa di atas juga bermakna bahwa Soekarno-Hatta mempunyai legitimasi secara de jure dan de facto untuk mengatasnamakan Indonesia.

Baca Juga: Ketum PKB Muhaimin Iskandar Kumpulkan 230 Bakal Calon Kepala Daerah yang Akan Diusung di Makassar

Baca Juga: Inilah Daftar Nama Enam Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J dan Perannya Masing-Masing

Modal legitimasi itu kelak sangat berguna untuk mengarahkan negara-negara bagian agar kembali ke haribaan NKRI.

Sekaligus menjadi modal dalam diplomasi internasional bahwa kemerdekaan Indonesia adalah kehendak rakyat dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Rote.

Baca Juga: Muhammadiyah Kabupaten Kediri Jawa Timur Tak Ingin Pilkada 2024 Hanya Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong

Lima menit pidato Bung Karno yang moderat di lapangan Ikeda yang mampu mendinginkan suasana panas massa rakyat, sungguh luar biasa hasilnya.

Terbukti, Amerika dan PBB kemudian simpati kepada perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda! ***

Berita Terkait