DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Kongres Wanita Indonesia: Aturan Pembagian Harta bersama Dalam Pernikahan Merugikan Kaum Perempuan

image
Tangkapan layar webinar Kowani Judical Review Aturan Pembagian Harta Bersama dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 di Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024. (ANTARA/Indriani)

ORBITINDONESIA.COM - Kongres Wanita Indonesia atau Kowani melakukan pengkajian, untuk mengajukan uji materi terkait Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya terkait aturan pembagian harta bersama yang dinilai merugikan kaum perempuan.

“Konstruksi hukum terkait pembagian harta bersama yang ada di Indonesia, merupakan salah satu bentuk pembauran antara hukum adat, KUHP dan hukum Islam," ujar Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo di Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024.

"Dalam aturan tersebut, diatur apabila terjadi perceraian, maka separuh dari harta dibagi dua masing-masing suami istri. Harta istri dari penghasilan dilebur dan dibagi dua sesuai dengan ketentuan,” lanjut Giwo Rubianto Wiyogo dalam webinar Judical Review Aturan Pembagian Harta Bersama dalam UU Nomor 1 Tahun 1974.

Baca Juga: Penjelasan Gugatan Perkawinan Beda Agama di Indonesia yang Ditolak MK, Apakah Melanggar Hak Asasi Manusia

Padahal dalam praktiknya, terjadi semacam penyimpangan, dan aturan yang ada tidak mampu memenuhi rasa keadilan. Misalnya, banyak pihak istri, yang menyatakan, selama menikah tidak diberikan nafkah dan dengan penghasilan sendiri mampu membeli berbagai aset.

Permasalahan muncul, ketika sang suami meninggal dunia, maka terkadang muncul pihak keluarga suami yang menuntut separuh kekayaan, dengan alasan itu merupakan hak mereka sesuai dengan aturan hukum yang ada.

“Sebagai istri pekerja, memegang beban ganda, melakukan pekerjaan ganda dalam institusi rumah tangga. Sementara di sisi lain, suami tidak memberi nafkah yang menjadi kewajibannya. Sehingga muncul rasa ketidakadilan, ditambah lagi aturan yang ada tidak lagi menjadi sandaran,” ujar Giwo.

Baca Juga: Ramai Gugatan Perkawinan Beda Agama Ditolak, Ternyata Banyak Artis Indonesia yang Menjalani dengan Damai

Melalui webinar tersebut, Giwo berharap dapat memberikan pemahaman pada masyarakat terkait hukum perkawinan, serta membantu sesama perempuan yang mungkin menghadapi persoalan pembagian harta bersama.

Kowani bekerja sama dengan Perhakhi serta YLBH dan MK Kowani melakukan edukasi pada perempuan dan remaja terkait pemahaman hukum.

Ketua Umum DPP Perkumpulan Penasehat dan Konsultan Hukum Indonesia (Perhakhi) Elza Syarif mengatakan, dari pengalamannya mendampingi perempuan dalam persoalan kasus perkawinan, perempuan acap kali dirugikan dengan aturan tersebut.

Baca Juga: FEATURE: Thailand Berencana Mensahkan Pernikahan LGBT

“Perempuan selalu dalam posisi yang menyedihkan, karena hukumnya yang tidak mendukung,” kata Elza.

Elza mengatakan UU Nomor 1 Tahun 1974 tidak lagi relevan dengan kondisi kekinian, karena pada saat aturan tersebut disahkan perempuan masih banyak yang belum bekerja di luar.

Pada saat itu, istri memiliki peran sebagai manajer dalam rumah tangga sementara suami berperan sebagai pencari nafkah utama.

Baca Juga: Mengintip Tren Pernikahan 2024: Tema Floral Wonders Diprediksi Akan Menghiasi Selebrasi

Akan tetapi dengan kondisi saat ini, sudah jauh berbeda yang mana banyak istri menjadi tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, lanjut Elza, perlu ada inovasi agar aturan yang ada disesuaikan dengan keadaan melalui uji materi UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait