DECEMBER 9, 2022
Nasional

Anggota KPU RI Idham Holik: Tambahan Alat Bukti dari Kubu 01 dan 03 Tidak Sesuai Fakta

image
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Kholik berfoto usai mengikuti program siniar atau podcast Antara di Gedung Wisma Antara B, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

ORBITINDONESIA.COM - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menilai, adanya penambahan alat bukti dari pasangan calon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak sesuai dengan fakta proses pemungutan, penghitungan hingga rekapitulasi hasil perolehan suara peserta Pilpres 2024.

"Tambahan alat bukti bertujuan membuktikan bahwa apa yang dimohonkan oleh para pemohon tidak sesuai dengan fakta proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil perolehan suara peserta pilpres," ujar Idham Holik saat dihubungi dari Jakarta, Senin, 15 April 2024.

Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kesempatan bagi seluruh pihak, baik pemohon (pasangan calon nomor urut 1 dan 3), termohon (KPU), pihak terkait (pasangan calon nomor urut 2) ataupun pemberi keterangan (Bawaslu) untuk menyerahkan tambahan alat bukti dan kesimpulan.

Baca Juga: Mochamad Afifuddin: KPU Siapkan Strategi untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi

"Kesimpulan dan tambahan alat bukti sesuai permintaan majelis hakim dalam persidangan PHPU Pilpres," jelasnya.

Selain itu, sambung Idham, penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 sudah sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dengan tambahan alat bukti tersebut, KPU menegaskan permohonannya agar Majelis Hakim MK dapat menolak permohonan para pemohon.

Baca Juga: KPU RI Resmi Luncurkan Tahapan Pilkada Serentak 2024 di Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta

Idham pun yakin MK akan memutuskan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pilpres 2024 sesuai dengan kerangka hukum.

"Saya sangat yakin MK akan memutuskan kedua permohonan PHPU pilpres tersebut dalam kerangka hukum yang terdapat dalam Pasal 473 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Idham.

Adapun Pasal 473 dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi:

Baca Juga: Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari: Pilgub Gunakan APBD Provinsi, Pilkada Kabupaten/Kota Gunakan APBD Kabupaten/Kota

(1) Perselisihan hasil pemilu meliputi perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.

(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.

(3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Taufan Bakri: DKI Jakarta Siapkan Dana Hibah Rp975 Miliar ke KPU untuk Pemilihan Gubernur DKI

Mahkamah Konstitusi membuka tahapan penyampaian kesimpulan dalam bagian penanganan perkara PHPU Pilpres 2024 setelah berakhirnya tahapan persidangan perkara tersebut.

"Kami, majelis hakim, bersepakat sekiranya ada hal-hal yang masih mau diserahkan meskipun ini persidangan terakhir, bisa diakomodasi melalui kesimpulan," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo di akhir sidang lanjutan perkara PHPU Pilpres 2024, Jumat, 5 April 2024.

Suhartoyo mengatakan bahwa tahapan penyampaian kesimpulan dalam persidangan PHPU Pilpres 2024 sebelumnya tidak wajib.

Baca Juga: Selasa Besok, KPU Akan Serahkan Tambahan Alat Bukti ke Mahkamah Agung pada Sidang Lanjutan PHPU Pilpres

Namun, pada perkara PHPU Pilpres 2024, ada banyak dinamika yang berbeda dari sebelumnya sehingga MK mengakomodasi penyampaian hal-hal yang bersifat krusial dan penyerahan berkas yang masih tertinggal melalui tahapan tersebut. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait