Parfum Custom, Identitas dan Sustainability: Cerita dari Kombinasi Aroma Diri
ORBITINDONESIA.COM - Bagaimana ya aroma parfum yang mencerminkan "aku banget"? Pertanyaan itu kadang muncul random di kepala saya, karena saya sering gonta-ganti parfum, lantaran belum benar-benar tertaut erat pada satu aroma. Tapi baru-baru ini saya menemukan jawaban dari pertanyaan random saya itu di sebuah toko parfum di Bogor.
Berbeda dari biasanya, toko parfum ini menawarkan konsep customized fragrance alias parfum custom yang dibuat secara khusus sesuai dengan preferensi dan keinginan seseorang. Jadi, di toko ini saya bukan hanya jadi pembeli, tapi juga peracik aroma dari parfum yang dan di-personalized atau dipersonalisasi sesuai selera saya, mulai dari memilih aroma dasar, mencampur kombinasi, sampai menentukan kadar yang sesuai selera.
Begitu masuk ke toko, saya langsung disambut dengan puluhan aroma yang bikin penasaran. Ada wangi bunga seperti melati dan lavender, aroma kayu gaharu, bahkan ada yang unik seperti wangi laut, rumput, hujan atau bungkus rokok. Rasanya seperti masuk ke dunia penuh cerita, di mana setiap aroma bisa memunculkan kenangan atau suasana hati yang berbeda.
Untuk membuat parfum custom, prosesnya sederhana tapi menyenangkan. Saya diberi kesempatan untuk mencoba satu per satu aroma yang saya inginkan, lalu saya bisa memilih beberapa aroma favorit untuk dipadupadankan. Dari situ, saya bisa menentukan sendiri kadar atau persentase dari masing-masing aroma yang saya pilih, mau aroma apa yang lebih dominan dan seberapa besar kadarnya. Proses ini lebih terasa seperti perjalanan memotret diri dalam bentuk aroma.
Saya sendiri jatuh hati pada aroma air siraman kembang. Ini merupakan paduan antara aroma melati, mawar, kenanga dan cempaka yang sering digunakan dalam prosesi pernikahan adat Jawa. Bagi saya, aroma ini menghadirkan kesan dan nuansa magis, sakral, tenang dan elegan penuh makna spiritual.
Selain itu, hati saya juga tertambat saat mencoba aroma gaharu murni. Ini memunculkan perpaduan aroma seperti kayu, tanah, rempah dan sedikit manis. Aroma ini memunculkan kesan otentik, hangat dan lembut yang memanjakan indra penciuman saya.
Akhirnya saya memilih dua aroma itu untuk dipadupadankan. Setelah mencoba beberapa kali dengan kadar yang berbeda-beda, saya pun menemuman paduan aroma yang pas dari kedua aroma tersebut, di mana aroma gaharu murni lebih dominan. Parfum itu pun bisa diberi nama sesuai keinginan kita. Saya memberi nama parfum itu "Poem".
Parfum Poem bermakna seperti puisi bagi saya. Seperti puisi yang lahir dari pilihan kata, parfum ini lahir dari pilihan aroma, yang dirangkai sesuai rasa dengan kadar berbeda. Setiap tetesnya seperti bait, membawa nuansa berbeda, ada lembut, segar, hangat, bahkan magis. Karena itu, bagi saya parfum ini bukan sekadar campuran aroma, melainkan sebuah puisi dalam bentuk wangi, yang hanya bisa dibaca dengan indera penciuman dan dimaknai oleh hati.
Tren Produk Personalisasi & Sustainability
Pengalaman ini membuat saya sadar, tren personalisasi produm memang sedang naik daun. Orang-orang saat ini cenderung lebih ingin sesuatu yang lebih dekat dengan dirinya, bukan sekadar produk massal.
Beberapa waktu lalu saya membaca jurnal menarik yang selaras dengan tren ini, berjudul "Personalization of Products in the Industry 4.0; Concept and Its Impact on Achieving a Higher Level of Sustainable Consumption" yang dibuat oleh beberapa peneliti dari Polandia dan dipublikasikan di jurnal Energies 2020.
Dalam jurnal itu dijelaskan bahwa konsumen cenderung sangat puas dengan produk personalisasi. Mereka merasa produk lebih sesuai dengan identitas, memberi rasa unik, dan lebih berkualitas. Jurnal itu menjelaskan bahwa produk personalisasi mampu meningkatkan loyalitas konsumen, karena merasa produk itu merepresentasikan diri mereka sehingga konsumen cenderung bisa lebih menghargai produknya dan menggunakan lebih lama.
Hal ini memiliki imbas yang lebih jauh lagi, yakni pada sustainability. Merujuk pada jurnal yang sama, dijelaskan bahwa mass personalization dalam era Industri 4.0 memungkinkan konsumen jadi bagian dari desain, sehingga mereka lebih terikat dengan produknya dan mengurangi pola konsumsi yang berlebihan.
Dari penelitian ini, saya memahami bahwa personalisasi produk bukan sekadar tren gaya hidup, tetapi juga strategi untuk mendukung sustainable development.
Parfum dan Gaya Hidup Berkelanjutan
Kalau dipikir-pikir, konsep parfum kustom ini juga mendukung sustainable lifestyle alias gaya hidup berkelanjutan. Karena dibuat sesuai permintaan, tidak ada stok berlebih yang berisiko terbuang. Konsumen juga lebih terikat secara emosional dengan parfum yang mereka racik sendiri. Jadi tidak heran jika parfum custom bisa terasa lebih “melekat” dibanding parfum biasa.
Pengalaman meracik parfum personal di Bogor ternyata lebih dari sekadar eksperimen menemukan aroma diri. Ada rasa puas ketika tahu botol yang saya bawa pulang bukan produk massal, tapi hasil pilihan saya sendiri. Di baliknya, ada cerita tentang tren baru yang semakin diminati: personalisasi yang bukan hanya membuat kita tampil beda, tapi juga mendorong cara konsumsi yang lebih mindful dan bertanggung jawab. ***
** Penulis merupakan postgraduate student di Business and Communication Management LSPR Institute, Jakarta. Penulis bisa dijumpai di Instagram @aku_amel