DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

LSI Denny JA: Kasus Ferdy Sambo, Kepercayaan Publik Kepada Polisi, dan Pemilih Pilpres 2024

image
Kasus Ferdy Sambo.

ORBITINDONESIA - Kasus seperti ini belum tentu terjadi sepuluh tahun sekali. Bahkan kasus seheboh ini mungkin belum tentu terjadi lima puluh tahun sekali.

Jelas, kasus Ferdy Sambo adalah kasus paling dramatis di tahun 2022.

Jumlah populasi Indonesia yang mengetahui kasus Ferdy Sambo mencapai 87.5 persen. Yang mendengar nama Ferdy Sambo berarti lebih banyak dibandingkan yang mendengar nama calon presiden yang sekarang beredar, kecuali Prabowo. Hanya Prabowo yang dikenal di atas 87.5 persen.

Baca Juga: Kunci Jawaban Soal SD Kelas 1 Tema 1 Halaman 4 6 7 8, Siapa Saja Teman Baru Kamu?

Mayoritas berbagai lapisan masyarakat juga mengetahui kasus ini. Bahkan kasus ini bertahan menjadi pembicaraan publik selama berbulan-bulan.

Kasus ini juga sangat berpengaruh pada lembaga besar seperti POLRI. Kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan pada polisi menurun 13 persen, dari 72.1 persen (sebelum kasus), ke 59.1 persen.

Bagaimana kepercayaan pemilih Pilpres 2024 terhadap kepolisian?

Ada lima Capres-Cawapres utama 2024 berdasarkan kekuatan partai dan elektabilitas.  Mereka adalah Puan Maharani (Kekuatan Partai), Airlangga Hartarto (Kekuatan Partai), Prabowo (Kekuatan Elektabilitas), Anies Baswedan (Kekuatan Elektabilitas), dan Ganjar Pranowo (Kekuatan Elektabilitas).

Baca Juga: Pemerintah dan FIFA Sepakat Pastikan Piala Dunia U20 Berjalan Baik

Pemilih Puan, Airlangga, Prabowo,  dan Ganjar, lebih banyak yang percaya terhadap polisi. Pada pemilih Anies, yang percaya dan tak percaya polisi hampir sama banyaknya, selisih margin of error.

Demikian temuan penting dari survei nasional terbaru LSI Denny JA.  Data dan analisa didasarkan pada survei nasional pada tanggal 11 - 20 September 2022 dan riset kualitatif. Survei nasional menggunakan 1200 responden di 34 Provinsi di Indonesia.

Wawancara dilaksanakan secara tatap muka (face to face interview). Margin of error (Moe) survei ini adalah sebesar +/- 2.9 persen.

Riset kualitatif dilakukan dengan analis media, Focus Group Discussion (FGD), dan indepth interview.

Baca Juga: Terima Kasih Tuhan, Jakarta Kembali ke Pribumi

-000-

Lima hal yang Membuat Kasus Ferdy Sambo Menjadi Kasus Paling Dramatis Tahun 2022.

Faktor Pertama, Kasus Ferdy Sambo didengar oleh 87.5 persen populasi Indonesia. Artinya mayoritas absolut masyarakat Indonesia pernah mendengar atau mengetahui kasus ini (di atas 75 persen). Tak banyak dalam sejarah kasus yang didengar lebih dari 75 persen populasi negaranya.

Masyarakat yang tidak pernah mendengar kasus ini hanya 7.1 persen. Sebanyak 5.4 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Baca Juga: Kunci Jawaban Soal SD Kelas 1 UTS Bahasa Inggris Semester 1 Terbaru

Faktor Kedua, kasus Ferdy Sambo didengar oleh mayoritas berbagai lapisan masyarakat. Dari tingkat usia, yang berusia dibawah 30 tahun, 94.4 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 30 – 39 tahun, 88.5 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 40– 49 tahun, 89.1 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Bahkan, yang berusia di atas 50 tahun, 81.6 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini.

Kasus Ferdy Sambo Sambo juga didengar oleh mayoritas berbagai lapisan masyarakat secara penghasilan.

Masyarakat dengan penghasilan di bawah Rpp2juta/bulan, 79 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Masyarakat dengan penghasilan Rp2-3juta/bulan, 94 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Masyarakat dengan penghasilan 3-4juta/bulan, 97.6 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini.

Masyarakat dengan penghasilan 4juta/bulan, 95.7 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini.

Baca Juga: Tak Ada PSSI Saat Jokowi Bertemu Presiden FIFA di Istana

Faktor ketiga, kasus Ferdy Sambo bertahan menjadi pembicaraan publik berbulan bulan.

Kronologi kasus tewasnya Brigadir J mulai mencuat ketika Ferdy Sambo membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022.

Sampai dengan sekarang (Oktober 2022), berarti sudah empat bulan kasus Ferdy Sambo ini dibicarakan. Ia tak hanya dibicarakan di warung kopi,  di media sosial, bahkan juga di kampus hingga rumah ibadah.

Faktor keempat, kasus Ferdy Sambo seperti drama yang pernuh isu panas dan perubahan karakter.

Baca Juga: Irjen Teddy Minahasa Akhirnya Buka Suara, Begini Katanya...

Dari kasus polisi tembak polisi, berubah ke isu perselingkuhan. Lalu kasus ini bertambah kaya dengan adanya elemen obstruction  of justice (perbuatan yang tergolong tindak pidana karena menghalangi atau merintangi proses hukum dalam perkara).

Ia berubah  lagi menjadi kasus suami bela istri, penyalah gunaan jabatan, juga tuduhan uang gelap judi online, hingga uang narkoba.

Kasus Ferdy Sambo cukup dramatis selayaknya sinetron yang populer.

Faktor kelima, kasus Ferdy Sambo membuat kasus kepercayaa pada polisi menurun 13 persen, dari 72.1 persen (sebelum kasus) ke 59.1 persen.

Baca Juga: Kunci Jawaban Soal SD UTS Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 1 Semester 1 Pilihan Ganda 2022

Pada tahun 2018, bahkan kepercayaan pada polisi berada pada angka 87.8 persen.

Tahun 2019, setelah Pilpres 2019, kepercayaan terhadap polisi sudah menurun pada angka 72.1 persen.

Sekarang di tahun 2022, kasus Ferdy Sambo membuat kasus kepercayaan pada polisi menurun ke 59.1 persen.

-000-

Ketika kepercayaan pada polisi menurun, itu artinya semakin banyak segmen masyarakat yang tak percaya pada polisi sebagai sebuah lembaga.

Baca Juga: Tukul Arwana Tersenyum Bahagia Saat Ulang Tahun ke-59, Anak Genggam Tangan Sang Super Hero

Siapakah yang semakin tak percaya polisi ini?

Masyarakat perkotaan, penduduk kota, lebih banyak yang tak percaya polisi.

Masyarakat yang tinggal di kota, 51.3 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Masyarakat yang tinggal di pedesaan, 32.1 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Baca Juga: Bharada E : Saya Hanya Anggota yang Tidak Mampu Tolak Perintah Jenderal

Dari sisi gender, laki-laki yang lebih banyak tak percaya.

Masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki, 39.3 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Masyarakat yang berjenis kelamin perempuan, 36.1 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Dari sisi pemeluk agama. Pemeluk yang beragama Islam lebih banyak yang tak percaya.

Masyarakat yang memeluk agama Islam, 38.6 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Masyarakt yang beragama non-Islam, 29.3 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Baca Juga: Manajemen Arema FC Punya Permintaan Khusus Kepada Presiden Jokowi, Ini Dia...

Ada lima Capres – Cawapres utama 2024 berdasarkan kekuatan partai dan elektabilitas.

Mereka adalah, Puan Maharani (kekuatan partai/PDIP), Airlangga Hartarto (kekuatan partai/Golkar-KIB), Prabowo Subianto (kekuatan elektabilitas), Anies Baswedan (kekuatan elektabilitas), dan Ganjar Pranowo (kekuatan elektabilitas).

Pemilih Puan lebih banyak yang percaya terhadap polisi. Masyarakat yang memilih Puan, 69.5 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 30.5 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Proporsi antara yang percaya dengan yang tidak percaya terhadap polisi di pemilih Puan, mendekati angka 70% banding 30 persen.

Baca Juga: Bharada E di Persidangan, Ikuti Perintah Ferdy Sambo untuk Mengisi Peluru dan Mengokang Senjata

Pemilih Airlangga Hartarto (AH) lebih banyak yang percaya terhadap polisi. Masyarakat yang memilih AH, 60 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 40 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Pemilih Prabowo lebih banyak yang percaya terhadap polisi. Masyarakat yang memilih Prabowo, 59.1 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 40 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Pada pemilih Anies, yang percaya dan tak percaya polisi hampir sama banyaknya, selisih margin of error. Masyarakat yang memilih Anies, 49.7 persen menyatakan percaya pada polisi. Sebanyak 47.4 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Pada pemilih Ganjar, lebih banyak yang percaya. Masyarakat yang memilih Ganjar, 66.8 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 32.7 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.

Baca Juga: Berbeda dengan Ferdy Sambo, Richard Eliezer Tak Ajukan Eksepsi

-000-

Bagaimana harapan publik  pada Polisi ke depan?

Tingkat kepercayaan masyarakat pada TNI kini jauh di atas Polisi. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap TNI berada diangka 90.9 persen. Tingkat kepercayaan terhadap polisi berada diangka 59.1 persen.

Perbedaan kepercayaan pada TNI dan Polri berjarak 31.8 persen.

Tingkat kepercayaan terhadap pribadi Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo lebih tinggi dibanding pada polisi.

Baca Juga: Jaksa Sebut Eliezer Sempat Berdoa Sebelum Tembak Brigadir Yosua

Masyarakat yang percaya terhadap polisi berada di angka 59.1 persen. Tingkat kepercayaan terhadap kinerja Kapolri berada pada angka 65 persen.

Jarak kepercayaan pada Kapolri dibandingkan Polri berjarak 6 persen. Ini disebabkan publik melihat kesungguhan Kapolri membersihkan kembali kinerja kepolisian.

Kasus  Kanjuruhan kini ikut menurunkan citra polisi.  Jatuhnya korban meninggal dalam tragedi bola itu sangatlah banyak: 132 nyawa melayang.

Polisi disalahkan karena penggunaan gas air mata, yang kadaluwarsa pula.

Baca Juga: Meja Pengaduan Era Ahok Kembali Dihidupkan, Tujuh Aduan Warga Langsung Masuk

Apakah tingkat kepercayaan setinggi itu bisa dicapai kembali oleh polisi?

Di tahun 2018, kepercayaan terhadap polisi pernah menyentuh angka 87.8 persen.

Mayoritas publik masih menaruh harapan. Sebanyak 85 persen masyarakat berharap polisi dapat meningkatkan kembali kepercayaan publik.

Sebagai lembaga negara tentu kepercayaan publik penting untuk polisi. Semakin kuat kepercayaan publik, semakin mudah polisi sukses menjalankan perannya.

Baca Juga: Meja Pengaduan Era Ahok Kembali Dihidupkan, Tujuh Aduan Warga Langsung Masuk

Sebagaimana moto polisi Rastra Sewakotama. Itu artinya Abdi Utama bagi Nusa dan Bangsa.

Mayoritas publik berharap polisi kembali kepada Khitahnya  sebagai pelindung yang adil dan bersih bagi masyarakat banyak.

Tak ada negara yang kuat dan bersih tanpa kehadiran lembaga polisi yang kuat dan bersih pula. ***

Berita Terkait