Mengapa Jokowi Disebut "Street Politician" dan Disamakan dengan Bill Clinton?

ORBITINDONESIA.COM - Belum lama ini mantan Presiden Jokowi diundang menghadiri acara Bloomberg di Singapura. Di acara itu Bloomberg --lebih tepatnya John Micklethwait, Pemimpin Redaksi Bloomberg-- menyebut Jokowi sebagai “politikus jalanan” dan membandingkannya dengan Bill Clinton.

Maksudnya adalah mengapresiasi gaya kepemimpinan Jokowi yang sangat “merakyat” dan sangat dekat dengan publik. Berikut uraian ChatGPT tentang ciri-ciri street politician:

1. Dekat dengan rakyat / interaksi publik yang tinggi
Micklethwait mengatakan bahwa Jokowi bisa “berjalan bersama rakyat” di tempat-tempat biasa: pasar, pusat perbelanjaan, pabrik. Gaya ini menunjukkan bahwa Jokowi tidak sekadar pemimpin “pemerintah atas” saja, tetapi tetap punya akar dengan masyarakat umum: “di sanalah ia berdiri … itulah yang menjelaskan dari mana ia berasal.” 

2. Politik inklusif
Bloomberg menyebut gaya politik Jokowi sebagai “sangat inklusif”: dia mampu menjangkau banyak lapisan masyarakat, tidak eksklusif hanya untuk elit. Karena kedekatan ini, dia bisa membangun legitimasi politik dari rakyat bukan hanya lewat birokrasi atau elit politik, tapi langsung lewat kontak publik.

3. Asal-usul dari akar (grassroots)
Julukan “jalanannya” memberi kesan bahwa Jokowi tumbuh dari pengalaman publik, bukan dari dinasti politik atau garis partai elit semata. Hal ini menguatkan citra dia sebagai pemimpin yang “dari bawah” dan tetap menjaga hubungan dengan masyarakat biasa sepanjang karirnya.

Kenapa Dibandingkan dengan Bill Clinton?
John Micklethwait menyejajarkan Jokowi dengan Bill Clinton dan juga Jacques Chirac sebagai “politikus jalanan terbaik.” 

Alasan pembandingan dengan Clinton kemungkinan karena:
1. Retail politics: Clinton dikenal “berpolitik di lapangan” — banyak berinteraksi langsung dengan pemilih, merasakan aspirasi masyarakat, dan mengandalkan kemampuan personal untuk membangun koneksi politik.
2. Gaya populis inklusif: Clinton selama masa kampanye dan kepemimpinannya sangat pandai menjangkau berbagai kelompok, menyampaikan pesan yang resonan dengan kelas menengah dan bawah. Meskipun dia adalah figur politik besar, dia tidak kehilangan “sentuhan rakyat.”
3. Keseimbangan kepentingan: Seperti yang Bloomberg pujikan kepada Jokowi, meski dekat rakyat, dia juga punya visi pembangunan, investasi, dan kebijakan besar — mirip bagaimana Clinton menggabungkan pendekatan sosial dan ekonomi dalam kepresidenannya.

Implikasi Positif Julukan Itu
Julukan ini bisa dipandang sebagai pengakuan internasional atas kepemimpinan Jokowi: bukan hanya pemimpin birokrat atau teknokrat, tetapi pemimpin yang benar-benar bisa “nginjak tanah” (grounded).

Menunjukkan bahwa pendekatan “merakyat” Jokowi penting dalam cara dia memimpin dan membangun legitimasi politiknya. Memberi sinyal bahwa Bloomberg (dan sebagian kalangan global) melihat nilai dalam kepemimpinan yang merangkul masyarakat secara langsung dan membangun kepercayaan lewat hubungan personal, bukan hanya lewat kebijakan elit.***