Profil Nemo, Penyanyi Swiss Pemenang Eurovision 2024 yang Kembalikan Trofinya untuk Protes Partisipasi Israel
ORBITINDONESIA.COM - Penyanyi asal Swiss, Nemo, yang adalah pemenang kontes lagu Eurovision 2024, mengembalikan trofinya sebagai protes atas dimasukkannya Israel dalam kompetisi tersebut, karena Israel terus melakukan serangan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Tetapi siapakah Nemo ini? Nemo—nama yang belakangan ini sering berseliweran di panggung musik internasional—adalah sosok penyanyi asal Swiss yang kariernya melesat karena perpaduan unik antara musikalitas tinggi, kejujuran artistik, serta kemampuan bersuara yang luwes menembus berbagai genre.
Kalau diibaratkan, Nemo itu seperti seniman yang selalu mengubah kanvasnya: satu waktu rap dan elektronik, waktu lain pop eksperimental, lalu tiba-tiba membawa nuansa klasik yang anggun. Dan semua itu terasa alami, bukan sekadar eksperimen gaya.
Lahir di Biel/Bienne, kota bilingual di Swiss, Nemo tumbuh dalam lingkungan yang membuatnya akrab dengan keberagaman bahasa dan budaya. Dari kecil ia memainkan alat musik klasik—violin, piano—lalu jatuh ke dunia rap, beatbox, dan produksi musik digital ketika remaja.
Campuran latar musikal itu sebenarnya menjelaskan kenapa karyanya begitu mudah menyeberang batas: ia memang dibesarkan oleh banyak “bahasa”, baik literal maupun musikal.
Nemo mulai dikenal publik Swiss sekitar 2016, ketika beberapa lagunya mendadak viral karena gaya rap cepat yang bersih, cerdas, dan penuh permainan kata. Namun ia tidak berhenti di situ.
Seiring waktu, Nemo bergerak ke wilayah yang jauh lebih personal—mengolah tema identitas, kegelisahan, dan transformasi diri dalam lirik-lirik yang lebih matang dan emosional. Di situlah orang mulai melihat: oh, Nemo bukan hanya rapper; ia adalah storyteller dengan sensitivitas halus.
Puncak popularitasnya meledak di kancah global ketika Nemo memenangkan Eurovision Song Contest 2024 dengan lagu The Code. Lagu ini bukan sekadar catchy; ia adalah perjalanan musikal tentang proses menemukan identitas gender non-biner.
Aransemen lagu itu terasa seperti perjalanan ke berbagai “ruang”—ada orkestrasi klasik, hip-hop, drum & bass, hingga pop progresif—semua dirangkai menjadi satu narasi sonik yang kuat. Bukan hanya memikat juri dan penonton, Nemo berhasil membuat kisah personal terasa universal.
Kemenangan itu mengubah hidupnya. Nemo menjadi figur penting dalam percakapan tentang inklusivitas, ekspresi diri, dan kebebasan berkarya. Meski perhatian dunia kadang terasa membebani, ia tetap menjaga satu hal: kejujuran artistik.
Dalam berbagai wawancara, Nemo menyebut bahwa musik baginya adalah cara bernapas, cara memahami dunia, dan cara mengajak orang lain masuk ke ruang keotentikan mereka sendiri.
Yang membuat Nemo menarik bukan hanya suaranya yang lentur dan teknik vokal yang tajam, tapi juga keberaniannya menyusun musik yang tidak tunduk pada kotak genre. Ia memadukan estetika klasik, elektronik, pop eksperimental, dan hip-hop dalam satu lanskap yang terasa modern, cair, dan reflektif.
Kini Nemo dipandang sebagai salah satu suara baru paling berpengaruh dari Eropa—seorang seniman yang tidak takut meruntuhkan batas, baik dalam identitas maupun dalam musik. Dan mungkin itulah inti daya tariknya: Nemo membuat kita merasa bahwa menjadi diri sendiri, dengan segala kompleksitasnya, adalah bentuk seni yang paling indah. ***