Larangan Truk Sumbu 3 Nataru 2025/2026 Jadi 17 Hari, Anggota Komisi VII DPR-RI: Ini Kebijakan yang Tidak Tepat

ORBITINDONESIA.COM - Anggota Komisi VII DPR-RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekarno alias BHS menegaskan Kemenhub tidak boleh menghentikan atau menghambat angkutan logistik truk sumbu 3 saat Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 atau hari-hari besar keagamaan lainnya. Apalagi pelarangan itu diberlakukan sampai waktu yang sangat lama. 

“Saya sudah berkali-kali sampaikan bahwa seharusnya untuk mengatasi arus lalu lintas karena peak season itu, baik Nataru maupun Idul Fitri, tidak boleh menghentikan atau menghambat angkutan logistik,” ujarnya.

Seperti diketahui, Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemenhub, Korlantas Polri dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebelumnya memutuskan pembatasan operasional truk sumbu 3 saat Nataru 2025/2026 itu selama 11 hari. Pembatasan operasional berlaku pada periode 19–20 Desember 2025 pukul 00.00–24.00, 23–28 Desember 2025 pukul 00.00–24.00, dan 2–4 Januari 2026 pukul 00.00–24.00.

Kemudian, pada rilis barunya, Kemenhub menambahkan pelarangan di tanggal 21-22 Desember 2026 pukul 00.00-24.00, dan 29 Desember 2025 sampai 1 Januari 2026 pukul 00.00-24.00.

Sementara, untuk jalan non tol yang sebelumnya pembatasan hanya diberlakukan pada 19–20 Desember 2025 (00.00–22.00), 23–28 Desember 2025 (05.00–22.00), 2–4 Januari 2026 (05.00–22.00), ditambah harinya pada 21-22 Desember 2025 (05.00-22.00) dan 29 Desember 2025 sampai 1 Januari 2026 (05.00-22.00).

Menurutnya, di seluruh negara di dunia ini seperti Amerika, Eropa, Jepang, China, Malaysia dan negara-negara lain tidak pernah ada yang menghentikan angkutan logistik di hari-hari besar atau peak season. “Itu memang tidak boleh dilakukan karena dampaknya besar sekali terhadap multiplier ekonomi yang luar biasa. Ini sebuah kebijakan yang bodoh,” katanya. 

Jadi, lanjutnya, kebijakan pelarangan terhadap truk logistik sumbu 3 oleh Kemenhub itu tentu yang pertama yang terdampak adalah dunia industri. Sebab, katanya, dunia industri ini harus berjalan terus.

“Ini juga yang diharapkan oleh Pak Presiden Prabowo maupun Menteri Keuangan Purbaya, di mana arus logistik itu tidak boleh berhenti produksinya. Kebijakan Kemenhub itu asal-asalan, nggak pakai pikiran. Saya berani debat sama mereka,” ucapnya. 

Padahal, menurut BHS, di saat sekarang ini Indonesia lagi getol-getolnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Kok malah dihambat? Ini kebijakan ini gimana? Ini berarti kebijakan ini tidak sesuai dengan kebijakannya Pak Prabowo Subianto,” cetusnya. 

Kemudian, tuturnya, yang kedua adalah dampaknya terhadap kelancaran ekspor-impor. Ditegaskan, ekspor-impor itu tidak pernah berhenti logistik. “Jadi, logistik itu tidak ada kata-kata Lebaran atau Nataru. Mereka jalan terus. Sehingga, jika transportasi mereka dilarang, ini pasti akan terjadi protes pada logistik kita karena mereka akan terkena demurrage untuk yang pengangkutan kapalnya. Ini tentu berdampak tidak baik terhadap nama baik Indonesia,” ungkapnya. 

Sedang dampak ketiga, menurut BHS, pelarangan truk sumbu 3 itu akan menaikkan biaya logistik. Disampaikan, dengan terjadinya pending pengangkutan atau terhambat selama beberapa waktu saja, itu akan berdampak terhadap inflasi juga. “Jadi, harga barang akan naik jika sampai pengangkutan barang itu dihambat,” tukasnya.

Apalagi jika pelarangan terhadap truk sumbu 3 itu diberlakukan dalam waktu yang cukup lama, BHS mengatakan pasti akan terjadi dampak yang jauh lebih besar.

“Akan terjadi hambatan di infrastruktur angkutannya yang menampung logistik ini. Akibat terhambat itu akan terjadi penumpukan dan tentu akan terjadi lonjakan pengiriman angkutan logistik yang menyebabkan ongkos transportnya jadi mahal dan ekonomi juga terhambat. Padahal, sebenarnya, mereka seharusnya bisa didistribusikan jauh-jauh hari kalau truk sumbu 3 itu diizinkan untuk jalan,” ujarnya. 

Kondisi ini, menurut BHS, akhirnya membuat masyarakat di Indonesia maupun internasional akan menerima dampaknya. “Akhirnya terlihat bahwa logistik kita ini mahal dari angkutannya. Seakan-akan begitu. Padahal ini mahalnya karena salah kebijakan di transportasinya sehingga akhirnya terjadi penumpukan barang di pelabuhan,” tukasnya.

Karenanya, dia meminta agar Kemenhub termasuk Kepolisian itu harus peka terhadap kebijakan yang mereka buat. Artinya, lanjutnya, terhadap jalan-jalan itu bisa diatur jalurnya. “Jadi bukan dihambat, tapi diatur. Tugas dari pemerintah itu harus bisa mengatur agar terjadi keseimbangan antara logistik dengan angkutan penumpang baik yang privat maupun publik. Kalau nggak bisa ngatur, nggak usah jadi pemimpin di regulator,” ucapnya.

Menurutnya, apalagi kepada para ASN (Aparatur Sipil Negara) itu diizinkan untuk Work From Anywhere (WFA) selama libur Nataru nanti. “Untuk liburnya bisa diatur lebih awal sehingga bisa terdistribusi secara merata di angkutan publik dan privat penumpang saat mau berlibur ke kampung halaman,” ungkapnya.

Selain itu, katanya, harga tarif angkutan publiknya juga jangan diturunkan di saat hari H atau mendekati hari H, tapi itu harus dilakukan jauh-jauh hari. Jika itu dilakukan, menurutnya, itu akan membuat masyarakat akan berduyun-duyun untuk menggunakan transportasi publik jauh hari sebelum hari H sehingga tidak terjadi penumpukan.

“Apalagi kalau liburnya lebih awal, maka tidak akan terjadi penumpukan. Itu akan merata. Jadi, bukan seperti sekarang ini di mana waktu mendekati hari H malah transportasi publiknya dikasih gratis atau diskon. Ya, orang yang mau liburan juga numpuk semua di area. Ini kebodohan menurut saya,” tandasnya.***